Senin, 15 Juli 2019

Tulisan yang bukan untuk dibaca



Tulisan itu sebaiknya penting dan menarik. Penting tapi tidak menarik tidak akan dibaca. Menarik tapi tidak penting? Masih lumayan.

"Tidak penting + tidak menarik? Habislah koranmu. Siapa yang mau keluar duit untuk membeli koran yang isinya tidak penting dan tidak menarik."

Begitu antara lain pesan wartawan senior di Surabaya. Anda harus bisa menemukan sisi-sisi menarik dari kegiatan yang penting. Pidato kenegaraan atau sidang-sidang parlemen jelas penting. Tapi apanya yang menarik?

Nah, kemarin Dahlan Iskan, mantan pemred dan bos Jawa Pos, bikin tulisan di blognya. Tentang seorang bankir di luar negeri.

 "Ini tidak penting. Juga tidak menarik. Apalagi juga tidak menyangkut nasib kita sama sekali," tulis Dahlan Iskan di awal tulisannya.

"Tapi setahun sekali saya ingin menulis yang beginian. Bukan untuk dibaca. Tapi hanya untuk ditulis."

Aha... menarik. Tulisan yang hanya untuk ditulis. Bukan untuk dibaca. Sebab tidak penting + tidak menarik.
Sudah lama saya amati begitu banyak tulisan atau berita-berita di koran, majalah, atau laman daring. Pembacanya sedikit. Bahkan tidak ada.

Kita yang biasa membaca koran pun biasanya tidak membaca semua berita di halaman depan sampai belakang. Membaca separo saja sudah bagus. Rata-rata di bawah 30 persen. Apalagi di era digital ini. Membaca 10 persen isi koran sudah bagus banget.

Lantas, berita-berita yang 90 persen itu? 

Ya lewat.... Ditulis, dicetak, tapi tidak dibaca.

Para blogger pasti tahu artikel-artikel mana saja yang paling banyak diklik hingga yang nihil klik. Klik doang. Belum tentu dibaca.

 Saya perhatikan banyak sekali tulisan atau postingan yang tidak klik. Atau cuma satu dua klik. Bisa dipastikan yang ngklik itu si blogger itu sendiri.

Apakah kita menyerah karena tulisan kita tidak dibaca?

Pesan Dahlan Iskan tadi sangat kena. Bahwa ada tulisan yang memang hanya untuk ditulis doang. Bukan untuk dibaca.

Tulisan-tulisan saya di blog lama (hurek.blogspot.com) tentang seriosa rupanya masuk kategori ini. Tidak untuk dibaca. Jarang yang klik.

Hingga beberapa tahun kemudian ada peneliti dari Malaysia yang nyasar. Sharifa namanya. Dia begitu antusias membaca semua artikelku tentang seriosa di Indonesia. Dijadikan bahan untuk riset doktoralnya di Malaysia.

Ouw... tulisan-tulisanku yang niat awalnya hanya untuk ditulis, bukan untuk dibaca, ternyata dibaca juga. Oleh akademikus internasional.

Maka, menulis menulis menulis dan teruslah menulis. Dibaca atau tidak itu urusan nomor 47. Toh, ada tulisan yang memang hanya untuk ditulis. Bukan untuk dibaca.

1 komentar:

  1. Tulisan yang bukan untuk dibaca. Jadi yang mau baca adalah orang yang strip, atau orang Bali bilang orang nyem.

    BalasHapus