Jumat, 12 Juli 2019

Imamat Emas Pater Josef Glinka SVD

Surabaya, 11 April 2007
Imamat Emas Pater Glinka

Oleh HETI PALESTINA YUNANI
Wartawan Radar Surabaya

Sudah empat tahun Pater Prof Dr Josef Glinka SVD tak pernah pulang ke Polandia. Namun, tahun 2007 ini Romo Glinka siap menengok negara asalnya itu lagi. Ada alasan besar kenapa Romo Glinka memutuskan rencana itu.

"Juli tahun ini, saya akan merayakan 50 tahun Imamat. Jadi, saya harus pergi ke Polandia," kata pria asal Makszowy, Polandia, ini di Biara Soverdi, Jalan Polisi Istimewa 9 Surabaya.

Glinka berencana bereuni dengan kawan sesama pastor yang ditahbiskan pada 7 Juli 1957. Untuk perayaan emas bertanggal istimewa 07-07-07 itu, jumlah kawan seangkatannya tak lagi genap 21 orang. Rencana reuni hanya akan dihadiri 13 orang.

"Enam kawan kami sudah meninggal, dua keluar, dan dua lagi kabarnya tengah sakit keras," kata lulusan Seminari Tinggi Serikat Sabda Allah (SVD) di Pieniezno pada 1951-1958.

Untuk perayaan itu, sebenarnya ada waktu empat bulan cuti. Namun, Glinka mengaku tak bakal berlama-lama di Polandia. "Aduh, mana tahan empat bulan di sana? Paling cuma dua bulan saja. Di sini banyak tugas yang harus saya selesaikan," kata sulung dari tiga bersaudara ini.

Begitu lamanya tinggal di Indonesia, Glinka mengaku kesulitan mencari teman dekat saat pulang. Kawan-kawan kecilnya dan beberapa keluarga besarnya juga telah banyak yang meninggal.

 "Kalaupun ada yang dirindukan, mungkin makanan Polandia, terutama sosis buatan mama dan papa saya yang tukang jagal," kata Glinka yang pernah menjadi tukang masak Paus Yohanes Paulus II saat datang ke Indonesia pada 1989.

Indonesia memang sudah tak lagi menjadi tempat tinggal sementara pastor dari ordo Societas Verbi Divini ini. Ia menyebut Indonesia sebagai tanah airnya. Karena itu, jika harus ke Polandia, pria kelahiran 7 Juni 1932 ini justru tak mengatakannya sebagai pulang kampung, melainkan sekadar pergi.

Sejak ditahbiskan sebagai pastor, putra pasangan Konrad Glinka dan Elizabeth ini sudah mengincar Indonesia sebagai negara tujuan pastoralnya. Br Florian Derlik, pamannya yang juga bertugas di Flores, telah lama membuat Glinka mendengar nama Indonesia.

 "Padahal, kalau tak jatuh Indonesia, saya bisa saja dikirim ke Filipina atau Tiongkok yang saya isi dalam form lamaran," katanya.

Pada 1965, Glinka pun menginjakkan kaki di Indonesia, tepatnya Flores. Di pulau yang ia kagumi alamnya itu, Glinka langsung bertugas mengajar di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Santo Paulus, Ledalero, Kabupaten Sikka. Soal tugasnya ini, Glinka sebenarnya ingin menjadi pastor praktis.

"Tapi di ordo kami, semua tugas harus dilaksanakan. Termasuk keputusan bahwa saya harus berkutat di dunia akademik," kata pria tambun yang menempuh pendidikan doktoral di Jerman ini.

Karena harus mengabdikan diri pada dunia akademis itulah, dia diajak untuk membantu mengajar di Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga yang berdiri pada 1985.

Di Unair, Glinka benar-benar mengabdi meski awalnya hanya dapat honor Rp 200 ribu. Namun, keahliannya di bidang bioantropologi diakui dan mendorong Unair memberinya gelar guru besar luar biasa bidang bioantroplogi. Pada 1995, tugasnya tiba-tiba dicabut. Isunya, Glinka dipaksa berhenti mengajar di Unair karena beberapa orang yang tak menyukai statusnya sebagai misionaris. Namun, hingga sekarang, Glinka tetap setia mengajar di kampus itu, termasuk pasacasarjana.

Kesetiaan itu tak berubah ketika layanan antarjemput tak lagi diterimanya dari Unair. "Honor saya yang hanya Rp 325 ribu saya alihkan untuk ongkos transportasi. Kalau tidak naik becak, ya bemo. Atau taksi karena aman pas dengan tubuh saya yang gemuk ini," kata Glinka yang juga mengajar di Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya ini.

Meski tak melayani umat seperti layaknya pastor paroki, ia menganggap tugasnya di bidang akademik sama dengan pelayanan pastor-pastor lain. Kadang, beberapa umat masih memintanya ceramah, memberkati pernikahan, membaptis anak, dan tugas-tugas pastoral lain. "Jadi pastor adalah impian saya sejak masih 11 tahun. Jadi, asal berada di jalan Tuhan, saya yakin saya tetap menjadi pastor seperti cita-cita saya dulu," kata Glinka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar