Kamis, 11 Juli 2019

KM Ratu Rosari yang Legendaris di NTT




Minggu 3 Maret 2013.

Om Kornelis Kalu Hurek yang tinggal di Malang sejak 1970-an mengirim SMS minta saya mengecek jadwal KM Ratu Rosari dari Surabaya ke Flores Timur.

 Dia ingin mengirim pikap seken ke kampung halaman. "Kalau bisa langsung ke Lembata," katanya.

 Saya langsung tertawa dalam hati. Aneh, orang Flores yang sudah karatan di Jawa Timur kok tidak tahu perkembangan Kapal Ratu, nama populer KM Ratu Rosari di kalangan orang Flores sejak 1960-an hingga awal 2000.

 Om Kornel ternyata tidak tahu kalau Kapal Ratu itu sudah lama dijual oleh Misi Katolik alias Kongregasi Serikat Sabda Allah (SVD).

Dan Om Kornel tidak sendirian. Banyak orang NTT, khususnya Flores, yang juga belum tahu kalau Kapal Ratu sudah lama dijual kepada pengusaha swasta. Dus, kapal bersejarah yang berjasa menghubungkan pula-pulau di NTT dengan Jawa sejak 1960-an hingga 2000-an bukan lagi milik Gereja Katolik. 

Kapal Ratu memang masih ada, tapi sudah jadi kapal biasa yang tak ada kaitan dengan PELAYARAN MISI. Misi barunya ya misi dagang biasa, khas pengusaha perkapalan.

Beberapa tahun lalu, saya pun dihinggapi pertanyaan yang sama. Di mana Kapal Ratu sekarang? Kok tidak ada lagi papan pengumuman di Biara Soverdi, samping Gereja Katedral Surabaya, Jalan Polisi Istimewa 19?

 Maklum, dulu saya sangat sering mampir ke Soverdi untuk menemui Romo Lambertus Padji Seran SVD (sekarang almarhum), pastor asal Adonara yang dulu mempermandikan saya di kampung, Lembata, NTT. Kunjungan rutin setiap minggu untuk menemani opa pater di masa pensiunnya di biara SVD itu.

Karena itu, sudah pasti saya selalu membaca jadwal Kapal Ratu. Orang-orang Flores di Surabaya (dulu) memang punya kebiasaaan mencari informasi jadwal Kapal Ratu Rosari di Soverdi Surabaya. Sebab, sebelum marak kapal-kapal milik PT Pelni atau armada kapal swasta, hanya Kapal Ratu inilah yang berjasa membuka isolasi atau keterpencilan Flores, Lembata, Adonara, Alor, Oekusi, Sumba, Timor, dan pulau-pulau lain di NTT.

Oh, Kapal Ratu Rosari, jasamu begitu besar untuk NTT!

Saya pun menemui Romo Stanislaw Pikor SVD, pastor di Soverdi Surabaya yang bertahun-tahun menjadi manajer Kapal Ratu. Pater asal Polandia inilah yang paling bertanggung jawab atas manajemen KM Ratu Rosari. Mulai logistik, anak buah kapal, permesinan, hingga kehidupan liturgi untuk awak kapal dan penumpangnya. 

Oh, ya, naik Kapal Ratu itu seperti masuk ke dalam gereja terapung. Ada jadwal misa, sembahyang malaikat, doa bersama, menyanyikan lagu-lagu rohani... selama pelayaran berlangsung. Ada altar, sakristi, buku-buku misa, busana pastor, dan sebagainya.

Sambil tersenyum, Romo Pikor mengatakan bahwa Kapal Ratu sudah dijual kepada seorang pengusaha. Beliau tidak tahu, dan tidak perlu tahu, di mana kapal Misi Katolik untuk NTT ini berada.

 "Biaya operasional terlalu mahal. Sekarang kan sudah banyak kapal yang berlayar ke NTT. Jadi, misi utama Kapal Ratu untuk membuka isolasi dan menghubungkan pulau-pulau di NTT sudah selesai," kata sang pastor.

Sangat masuk akal penjelasan Romo Pikor SVD ini. Dari segi bisnis, Kapal Ratu jelas kalah bersaing dengan kapal-kapal besar milik Pelni macam KM Tatamailau, KM Bukit Siguntang, KM Kelimutu dan sebagainya. 

Kapal-kapal Pelni ini punya jadwal yang teratur. Ukurannya jauh lebih besar. Mesinnya lebih canggih. Lebih cepat. Subsidi dari pemerintah membuat kapal-kapal Pelni pun lebih murah.

Sebaliknya, Kapal Ratu memang kapal tua karena diproduksi tahun 1940-an atau 1950-an. Sehingga dari segi keamanan dan keselamatan jelas tidak bisa dipertanggungjawabkan. 

Bagaimanapun juga kapal laut, pesawat, mobil, atau barang apa pun pasti punya umur pakai. Tidak mungkin Kapal Ratu beroperasi dalam usia yang sangat uzur. Orang tua sudah pasti tidak akan menang melawan orang muda dalam balapan lari.

Saya kemudian mencari informasi dari beberapa orang Flores yang saya anggap tahu banyak tentang pelayanan SVD, khususnya Kapal Ratu. Tidak tahu! Tidak tahu! Mereka hanya tahu bahwa Kapal Ratu sudah dijual kepada pengusaha Tionghoa dari Pulau Timor, kalau tidak salah dengar.

"Kapal Ratu itu kapal tua sehingga memang layak dijual," kata teman asal Flores Tengah.

Kalau tidak dijual, kapal itu hanya akan jadi bangkai yang tidak ekonomis. Paling hanya dipajang di museum kenangan. Bahwa di masa lalu ada kapal bernama Kapal Ratu yang sangat berjasa bagi masyarakat NTT, khususnya dalam penyebaran agama Katolik. Demikian jalan pikiran orang Flores itu, yang saya setujui.

Setelah menunggu bertahun-tahun, syukurlah, ada orang Maumere bernama Bonaventura menulis di blog SUARA MAUMERE.

 Wow, secara tak sengaja dia bertemu kembali dengan Kapal Ratu di Pelabuhan Bitung, Manado, Sulawesi Utara, November 2011. Warna lambungnya tidak lagi abu-abu, tetapi biru tua. "Semua kondisi interiornya hampir tidak banyak berubah. Mengesankan sekaligus mengharukan," tulisnya.

Kapal Ratu awalnya dibeli pengusaha di Timor. Tapi kini jadi milik pengusaha Halmahera. Kalau dulu melayani angkutan penumpang dan barang di NTT ke Jawa, khususnya Surabaya, kini KM Ratu Rosari melayani rute reguler Halmahera-Bitung, mengangkut bahan bangunan, hasil bumi, dan air minum mineral.

Bonaventura menulis di blognya:

"Yang mengesankan bagi saya adalah keseluruhan interior kapal tersebut masih utuh. Saya tahu karena dulu memang beberapa kali menumpang kapal ini menuju Surabaya, atau sebaliknya, dari Surabaya menuju Ende. Kapel dalam kapal masih ada, walaupun sesekali digunakan untuk tempat istirahat para awak kapal.

Di altar kecil kapel masih terpampang tegak salib, tempat lilin, dan beberapa atribut Katolik lainnya. Di dalam laci dan rak altar tersebut masih disimpan rapi kasula, stola, hostia besar dan kecil, semuanya merupakan kelengkapan untuk kebutuhan untuk pelayanan misa.

 Saya memang agak heran, mengapa barang-barang sakral tersebut justru masih disimpan dalam kapal yang kepemilikannya sudah berpindah tangan beberapa kali.

Dalam ruang kapel, saya masih melihat sejumlah foto Bruder Marianus (almarhum) ketika berjabatan tangan dengan Uskup Monsinyur Antonius Thijsen SVD, juga foto Bruder Marianus dengan pimpinan Soverdi di Surabaya. Masih ada radio kuno milik kapal ini. Radio itu dulunya biasa digunakan oleh para awak kapal."

Gabriel, ABK asal Flores, punya cerita unik yang agak misterius. Kapal Ratu yang berganti nahkoda, muslim asal Medan, bernama Buyung menyingkirkan semua atribut kristiani di atas Kapal Ratu. 

Wajar karena kapal itu bukan lagi kapal milik kongregasi SVD yang punya misi Katolik. Apa yang terjadi?

Malam harinya, cerita Gabriel, nakhoda tadi bermimpi didatangi seseorang berjubah putih dan menyampaikan pesan. “Kapal ini tidak akan pernah tenggelam di laut lepas selama simbol simbol kristiani di kapal ini tetap dipertahankan.”

Akhirnya, Buyung memerintahkan para ABK untuk memasang kembali salib, simbol kepausan di ujung haluan kapal, dan gambar-gambar kudus lainnya. Sejak itu, hingga sekarang logo kepausan di ujung haluan kapal masih terpampang.

Kejadian lain, menurut cerita para awak kapal, belum lama ini Kapal Ratu pernah hampir tenggelam ketika berada 13 mil laut dari daratan. Air sudah masuk ke hampir seluruh badan kapal. Kapal berjalan dalam air. Tapi, aneh bin ajaib, Kapal Ratu bisa sampai ke darat dengan selamat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar