Rabu, 10 Juli 2019

Prof Gorys Keraf Pakar Bahasa dari Lembata

06 May 2006

Prof. Dr. Gorys Keraf [RIP] sangat dikenal di Flores, khususnya Lembata. Dia memang lahir di Lamalera, Lembata, pada 17 November 1936. kampung Lamalera ini sangat unik karena punya tradisi memburu ikan paus dengan fasilitas yang sangat sederhana: tombak (tempuling) naik peledang alias perahu bercadik ukuran kecil.

Gorys Keraf atau panjangnya Dr Gregorius Keraf merupakan sumber inspirasi sekaligus intelektualitas orang Lembata dan Flores umumnya. Maklum, pada 1980-an dan 1990-an masih sangat sedikit orang Flores yang bisa meraih gelar doktor, profesor, atau menjadi intelektual ternama di Indonesia.

“Kita, orang Lembata, layak bangga punya Gorys Keraf. Beliau doktor linguistik yang sangat langka di Indonesia,” kata Paulus Lopi Blawa, almarhum, bekas guru sekolah dasar saya di kampung Mawa, Ile Ape, Lembata.

Tak hanya Paulus, banyak lagi guru SD/SLTP/SLTA yang menyebut-nyebut nama Gorys Keraf untuk memompa motivasi anak-anak Lembata agar belajar rajin dan tekun.

Namanya juga anak kecil, saya hanya mendengar sambil lalu saja nama Gorys Keraf disebut-sebut. Baru pada 1980-an saya menemukan buku TATABAHASA INDONESIA terbitan Nusa Indah (Ende) lusuh di kamar rumah Bapak Gaspar Kotak Hurek di Lewoleba. Pengarangnya Gorys Keraf. Saya coba membaca uraian-uraian Pak Gorys yang sangat ilmiah dan sulit untuk anak desa belasan tahun seperti saya.

Oh, ini to buku karya Gorys Keraf, yang namanya banyak disebut-sebut di koran dan guru-guru sekolah itu?

Meskipun sulit, saya paksakan membaca buku itu. Sejarah bahasa Indonesia. Tatabahasa. Fonologi. Vokal/konsonan. Morfologi. Sintaksis. Saya membaca dan membaca terus meskipun tidak ada yang bisa diingat. "Jangan lupa dwilingga salin suara dan dwandwa," begitu guyonan teman saya, Johny, di Larantuka dulu.

Hehehe.... Dwilingga salin suara dan dwandwa merupakan istilah 'aneh' ciptaan Gorys Keraf.

Baru setelah masuk SMP San Pankratio [sore] di Larantuka, prinsip-prinsip tatabahasa ala Gorys Keraf diuraikan secara mendalam oleh pak guru, Bung Aldo. Guru-guru bahasa di Flores Timur umumnya memang pengagum Gorys Keraf. Apa boleh buat, pelajaran bahasa Indonesia di SLTP/SLTA pun cenderung berisi rumus-rumus seperti termuat dalam buku Gorys Keraf.

“Segala kata yang dapat mengambil bentuk se + reduplikasi + nya serta dapat diperluas dengan paling, lebih, sekali, adalah kata sifat”.

Penekan pada tatabahasa ala Gorys Keraf jelas saja membuat pelajaran bahasa jadi kering. Pelajaran mengarang atau menikmati bahasa sangat jarang diberikan. Tak heran, ketrampilan berbahasa anak-anak Lembata/Flores, kemampuan berwacana, kurang berkembang dengan baik. Toh, ilmu bahasa versi Gorys Keraf, guru besar Universitas Indonesia ini banyak membantu saya memahami berbagai fenomena kebahasaan di kemudian hari. Apalagi, saya wartawan, setiap hari bergelut dengan bahasa.



Gorys Keraf yang tamatan SMP Seminari Hokeng, kemudian SMA Syuradikara, Ende, ini juga dikenal sebagai penulis buku-buku bahasa yang produktif dan sangat ilmiah. Selain opus magnum-nya TATABAHASA INDONESIA, almarhum Gorys Keraf juga menulis buku-buku lain seperti KOMPOSISI, EKSPOSISI DAN DESKRIPSI, ARGUMENTASI DAN NARASI, kemudian diksi dan GAYA BAHASA. Buku-bukunya diterbitkan Nusa Indah (Ende) dan PT Gramedia (Jakarta).

Sebagai informasi tambahan, orang-orang Lamalera sejak dulu dikenal cerdas, otak encer, tekun, melahirkan pastor dan tokoh-tokoh terkenal. Fam Keraf di Lamalera ini pun banyak menelurkan orang-orang hebat. Begitu juga fam (marga) Beding.

Kita tentu ingat Dr. Sonny Keraf, ahli filsafat, bekas Menteri Lingkungan Hidup, kini anggota Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta. Ia masih kerabat dekat almarhum Gorys Keraf. Di Surabaya ada Pastor Petrus Sonny Keraf SVD, kepala Paroki Sakramen Mahakudus Pagesangan. Pater Sonny ini suaranya tegas saat khotbah, ilmiah, dan runut… khas orang Lamalera. Pater ini juga secara spontan mengedit teks misa yang tata bahasanya buruk.

Kata teman-teman di kampung, orang Lamalera pintar-pintar karena sejak kecil makan daging ikan paus. Barangkali saja!

KOMENTAR DI BLOG LAMA

Anonymous
1:47 AM, February 22, 2008
benar, pak groys memang linguis besar, pakar bahasa, yang sangat luar biasa. salut!

freddy, kupang

Anonymous
1:51 AM, February 22, 2008
Sebagai tambahan, aku kutip tulisan Iskandar Siahaan,
Kepala Litbang Liputan 6, di www.liputan6.com tentang Gorys Keraf:

"Baiklah kita tengok sebuah buku bahan ajar di SLA. Menurut saya, ini buku terbaik — dan saya pun belajar kaidah bahasa dari sana. Ditulis Dr. Gorys Keraf (alm.), judulnya Tatabahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Atas (Ende, Flores: Nusa Indah, 1970)."

Reply

Lambertus L. Hurek
2:24 PM, March 27, 2008
Terima kasih kepada anaknya Pak Gorys (alm) yang menulis e-mail khusus untuk saya setelah membaca posting ini. Dia juga undang saya untuk ikut misa requiem mendoakan Bapak Gorys Keraf.
Sayang, saya tidak bisa ke Jakarta saat itu. Saya hanya bisa berdoa semoga jasa-jasa dan amal baik almarhum diterima di sisi Tuhan. Requescat in pace!

flosophia
7:57 PM, April 12, 2010
terima kasih reu, saya disini minta teman-teman team saya untuk baca buku-buku pak Gorys Keraf.

Anonymous
12:42 AM, October 10, 2010
Kesan saya, dalam pengalaman Anda buku Gorys Keraf sepertinya sulit dicerna. Kalau begitu, gagal dong dia sebagai guru bahasa.

Buat saya, yang beruntung dapat belajar tatap muka dengan Gorys, dialah guru bahasa Indonesia terbaik. Buku terbaiknya, menurut saya, adalah Komposisi. Dengan buku itulah saya bisa menulis lebih baik, mengembangkan alinea, memahami bacaan lebih cepat, dan menjadi wartawan seperti Anda.

Anonymous
1:55 AM, November 09, 2010 Namaku Yoga. saya sangat membutuhkan buku nya gorys keraf yang judulnya komposisi, kira - kira di mana saya bisa dapatkan buku itu..

Reply

Anonymous12:22 PM, April 12, 2012
Terimakasih Bp Gorys Keraf...
Ilmu yang begitu berharga

2 komentar:

  1. Apa sebabnya dan apa tujuannya, mengapa istilah SR/SMP/SMA diubah menjadi SD/SLTP/SLTA ?
    Istilah Sekolah Rakyat atau Volksschule masih tetap digunakan di negara2 super maju, Jerman, Swiss dan Austria.
    Apakah karena Suharto takut kepada kata Rakyat, yang dikotonasikan dengan paham komunis ?
    Misalnya Republik Rakyat Tiongkok, Pemuda Rakyat, atau Lembaga Kebudayaan Rakyat ( LEKRA ), dll.
    Lambat laun kata Rakyat akan punah dari Bahasa Nasional Indonesia, mungkin akan diganti dengan kata jemaah atau ummat.
    Mungkinkah saya masih bisa mengalami Bank Rakyat Indonesia berganti nama.

    BalasHapus
  2. Di Indonesia memang ada kebiasaan untuk mengubah istilah sesuai dengan selera penguasa. Padahal substansinya sama saja. Ini juga menunjukkan bahwa bahasa Indonesia sangat tidak stabil.

    BalasHapus