Sudah lama sekali saya tidak melihat mobil, truk, apalagi motor dengan plat nomor EB melintas di jalan raya Surabaya. Ada satu dua truk di kawasan Kenjeran, Kalimas, hingga Tanjung Perak. Tapi sangat sedikit. Setahun tidak sampai 10.
Sepeda motor plat EB yang sangat langka. Bisa jadi 10 tahun baru kepergok satu motor. Bisa jadi 15 tahun atau 20 tahun. Itu pun nasib atau kebetulan saja.
Orang NTT di perantauan di Jawa, Kalimantan dsb memang jarang bawa sepeda motor dari kampung. Sebab ongkos kapal cukup mahal. Kadang malah lebih mahal ketimbang harga motor lawas itu. Lebih baik uangnya dipakai untuk panjar motor baru.
Bagaimana dengan KTP lokal untuk syarat beli motor baru?
Bisa diatur. Yang paling aman ya pinjam KTP kerabat atau kenalan yang punya KTP Surabaya, Sidoarjo, atau Gresik. Urusan balik nama belakangan saja. Yang penting motor bisa dipakai secepatnya. Sebab sepeda motor adalah kendaraan terbaik dan efisien untuk mobilitas.. meskipun risiko kecelakaan juga tinggi.
Dulu, anda sudah tahu, sebelum ada NIK nasional dan KTP elektronik, ada istilah tembak KTP di Jawa. Semua bisa diatur asal tahu jalannya dan orangnya. Asal punya sedikit modal. Ono rego ono rupo. Ada uang ada barang.
Karena itu, sekali lagi dulu, anda sudah tahu, satu orang bisa pegang beberapa KTP. Ada KTP Flores Timur misalnya, KTP Jember, KTP Malang Kota, KTP Malang Kabupaten, KTP Sidoarjo. KTP Surabaya lebih sulit ditembak sejak dulu.
Surabaya yang memang sudah sesak memang cenderung mempersulit pendatang baru jadi penduduk alias pegang KTP resmi. Surabaya hanya kasih Kipem: kartu induk penduduk musiman. Kita orang bertahun-tahun pegang Kipem. Tapi tetap berhak dapat pelayanan di puskesmas dsb.
Nah, karena KTP elektronik sangat tertib, canggih, terhubung nasional, tentu saja mafia KTP tembakan tidak lagi leluasa. Sudah dikunci. Karena itu, kemungkinan orang-orang luar pulau terpaksa membawa motornya ke Surabaya atau Jawa umumnya.
Mungkin sungkan atau takut pinjam KTP rekan atau kerabat. Apalagi pendatang baru. "Saya bawa motor dari Manggarai," kata Kraeng asal Manggarai yang saya pergoki di Jalan Soekarno-Hatta, MERR, Surabaya.
Nama asli pria 30-an tahun itu tidak sempat nanya karena jalanan macet. Tapi semua laki-laki asal Manggarai biasa kami sapa Kraeng. Semua lelaki Ende dipanggil Eja. Semua lelaki Flores Timur dan Lembata dipanggil Ama. Semua lelaki Larantuka dipanggil No.
Kraeng itu bilang dia sudah lima tahun kerja di Surabaya. Ke mana-mana ya naik motor berplat nomor EB... itu. "Lebih enak bawa motor sendiri daripada beli seken," katanya.
Inilah pertama kali saya melihat motor plat EB lalu lalang di Surabaya. Kali terakhir sekitar 15 atau 20 tahun lalu. Begitu lihat tulisan EB, wuih.. terkejut sekali karena sangat langka. Binatang komodo yang juga asal Manggarai mudah dilihat kapan saja di kebun binatang Wonokromo. Tapi motor plat EB?
Oh ya, di NTT ada tiga plat nomor kendaraan. EB untuk semua kabupaten di Pulau Flores dan Pulau Lembata. ED untuk Pulau Sumba. DH untuk Pulau Timor, Pulau Rote, Pulau Sabu dan sekitarnya.
Sama dengan EB, motor-motor plat DH dan ED pun hampir tidak pernah terlihat di jalan-jalan Surabaya dan sekitarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar