Apa bedanya DIA dan IA?
Mengapa berita-berita di koran selalu ditulis MENURUT DIA? Bukan MENURUT IA?
Begitu pertanyaan lama seorang mahasiswa magang di Sidoarjo beberapa tahun lalu. Saya jawab, "Sama saja. Sama-sama kata ganti orang ketiga tunggal. Laki-laki atau perempuan sama saja. Bisa pakai dia atau ia."
Mahasiswa yang doyan lagu pop itu agak kritis. Ia (atau dia) menganggap DIA sebagai kata ganti untuk perempuan. Kalau laki-laki pakai IA. Kok bisa begitu?
Dia, eh ia, memberi contoh lagunya Anji berjudul DIA. "Oh Tuhan.. kucinta DIA, rindu DIA... sayang DIA...."
Maksudnya Anji yang laki-laki tentu sayang kekasih yang berjenis kelamin perempuan. Maka dipakailah dia dan bukan ia.
"Ah, tidak juga. Dulu lagunya Vina Panduwinata juga berjudul DIA. Oh bulan tolonglah aku.. kucinta dia dst," kata saya.
Jadi, tidak ada kaitan syair lagu dengan diksi atau pemilihan kata dia dan ia. Sami mawon!
Koran-koran juga biasa menulis 'menurut dia' atau 'menurutnya' atau 'menurut ia'. Yang terakhir ini dulu khas Surabaya Post yang almarhum itu. Media-media sekarang tidak lagi pakai 'menurut ia' dan lebih suka 'menurut dia'. Tidak membedakan narasumber itu laki-laki atau perempuan.
Obrolan ringan soal bahasa di Sidoarjo beberapa tahun lalu ini muncul kembali saat saya membaca tulisan Dahlan Iskan tentang bulan bahasa. Ternyata sudah setahun ini Dahlan konsisten menggunakan IA untuk laki-laki dan DIA untuk perempuan.
Dahlan Iskan menulis:
"Alhamdulillah... bisa saya lakukan secara konsisten. Sampai hari ini. Yakni soal pembedaan "dia" dan "ia". Saya selalu menulis "dia" untuk perempuan dan "ia" untuk laki-laki.
Awalnya saya ingin sebaliknya --dia untuk laki-laki. Tapi seorang pembaca DI's Way mengusulkan sebaliknya. Alasannya sangat logis. Saya pun mengikuti usul itu."
Mantan bos Jawa Pos itu bakal bikin terobosan baru. Masih terkait pembedaan IA dan DIA itu. Akhiran -nya yang bisa merujuk pria atau wanita bakal ia bedakan.
"Akan ada "nya" dan akan ada "nyi".
Mulai tanggal 1 Oktober 2019, kalau saya menulis "katanya", berarti yang mengatakan adalah sosok laki-laki. Kalau saya nanti menulis "katanyi" berarti yang mengatakan adalah sosok wanita.
Demikian juga dengan "miliknya" (pemiliknya laki-laki) dan "miliknyi" (pemiliknya perempuan).
Tentu langkah itu saya lakukan untuk masa depan. Agar karya-karya tulis Indonesia bisa mendunia. Lewat Google Translate. Dengan terjemahan yang akurat."
Agak nyeleneh memang. Tapi itulah Dahlan Iskan. Dia, eh ia, dari dulu sering membuat terobosan-terobosan kreatif di luar kotak kelaziman. Termasuk menerobos kaidah tata bahasa, tata kalimat, tata niaga, tata letak, tata usaha, dan tata-tata lainnya.
Akankah IA vs DIA, NYA vs NYI bakal berterima? Pasar juga yang menentukan. Tergantung pada pengguna bahasa Indonesia.
DIA atau IA ? Saya sependapat dengan Anda. Dia atau Ia bagi-ku samimawon. Hal itu terjadi karena orang Indonesia suka meniru istilah cara militer, semuanya di-singkat2, bahkan satu huruf D pun masih mau disingkat. Biar kelihatannya effektiv, pinter, tidak ber-tele2. Sebaliknya kalau bikin peraturan atau naskah pidato sukanya ber-tele2, diselingi kata2 inggris, supaya kelihatannya pinter dan terpelajar. Intisarinya, Asal Bapak Senang.
BalasHapusDahlan Iskan seorang yang cerdas. Dia menyadari bahasa melayu atau Bahasa Indonesia memiliki banyak kelemahan, multi-tafsir. Namun banyak orang Indonesia merasa bangga bisa menafsir-nafsir. Seorang Jawa berkata kepada ku; kalian orang cina harus punya nama-keluarga, barulah kalian tahu, siapa2 famili kalian. Kami orang Jawa hanya punya satu nama, tetapi kami tahu semua famili kami. Yalah, lu orang memang pinter !
Pak Dahlan Iskan pernah belajar bahasa Inggris, Jerman dan Mandarin. Jadi Dia tahu, He, She, It, Er, Sie Es, 他, 她, 它.
Di bahasa Mandarin ketiganya dibaca TA, konyol juga bagi kita orang asing, 番仔,yang mau belajar bahasa Mandarin.
Saya mohon kepada Bapak Dahlan Iskan dan Saudara Hurek untuk mencari SINONIM kata-kata Arab dalam kata-kata Bahasa Nusantara, lalu dipublikasikan se-luas2-nya.
Ada WNI-Keturunan Arab yang sering muncul di Siaran TV One, pernah berkata : Orang Indonesia tidak kenal Adil atau Keadilan, sebelum orang2 Arab datang ke Nusantara. Sebab tidak ada kata Adil didalam bahasa Indonesia.
Sekarang apa sinonim akhlaq dalam bahasa nusantara, jangan2 mereka bilang bangsa kita tidak berakhlak !