Minggu, 15 September 2019

Acara Kue Bulan di Kenjeran



"Acara kue bulannya kapan?" tanya saya kepada seorang nona Tionghoa di Kelenteng Sanggar Agung, Kenjeran, Surabaya.

"Kue bulan opo? Gak tau," jawab si nona sambil main ponsel.

Ada lagi beberapa pengunjung yang saya tanya. Tionghoa juga. Tapi tidak tahu juga. Hem... mungkin mereka cuma wisatawan biasa. Bukan jemaat kelenteng di pinggir laut itu. Bisa juga agamanya tidak ada hubungan dengan tradisi budaya Tiongkok.

Untung ada Bapak Teguh. Orang Tionghoa yang tinggal di Kalikepiting. Dia pegang kertas-kertas kuning berisi tulisan Tionghoa. Doa untuk keselamatan, katanya. Pak Teguh yang sangat paham acara kue bulan tadi.

"Acaranya Jumat malam (13/9/2019). Pas bulan purnama. Sembahyangan dan bazar kuliner nusantara," kata Teguh yang banyak bicara spiritualitas Tao itu. "Anak-anak Tionghoa sekarang memang banyak yang lupa tradisi leluhurnya. Kebarat-baratan."

Pesta kue bulan atau Mooncake Festival memang selalu dirayakan saat bulan purnama. Bulan kedelapan penanggalan Tionghoa yang berbasis bulan alias Imlek itu. Tanggal 15.

 Karena itu, orang Tionghoa yang biasa pigi sembahyang di kelenteng pasti tahu acara Tiong Chiu Jie yang ada kue bulan alias Tiong Chiu Pia itu. Nona-nona Tionghoa tadi bisa dipastikan tidak pigi sembahyang di kelenteng. Mungkin pigi gereja atau pigi wihara. Mungkin juga tidak pigi-pigi.

Dulu, biasanya Sanggar Agung ini bikin festival bulan purnama. Besar-besaran. Ada panggung gembira, artis dari Tiongkok atau dalam negeri, atraksi barongsai, bazar kuliner dsb. Kemudian ada pelepasan lampion harapan.

"Sekarang ini sembahyangan biasa saja," kata Teguh yang banyak tahu sejarah dewa-dewi Tiongkok itu.

Yang bikin ramai di kawasan Kenjeran Park alias Pantai Ria, dekat kelenteng, justru festival musik jazz. Sabtu dan Minggu. Banyak artis dan band yang tampil meskipun sebagian besar bukan aliran jazz.

Didi Kempot dan Raisa jadi bintang hari pertama. Sayang, tiket sudah ludes sejak pekan lalu. "Maaf, tiketnya sudah sold out. Saya tidak bisa bantu," kata Aris panitia dari Suara Surabaya FM.

Apa boleh buat. Saya hanya bisa duduk dan ngobrol bersama Pak Teguh yang banyak bicara soal kebatinan, surga dan neraka, naga hijau, naga merah dsb.

 "Manusia itu sering lupa sama Yang di Atas," katanya. "Terlalu banyak menghabiskan waktu untuk senang-senang, hura-hura, lupa sembahyang." 

4 komentar:

  1. Bung hurek,coba kalau ada waktu tulis soal komen anda tentang rencana revitalisasi jalan kembang jepun oleh pemkot. Mungkinkah kya-kya bisa seperti dulu lagi? Terimakasih

    BalasHapus
  2. Revitalisasi sekarang masih sebatas membersihkan dan ngecat ulang bangunan2 lama di kembang jepun, karet, pegirikan dsb. Juga dibikin trotoar, pasang lampu dari prancis, tanam pohon peneduh di pinggir jalan. Ini langkah awal yg bagus.

    Tapi menghidupkan kya kya ala dahlan iskan dulu, dengan menutup jalan kembang jepun setiap malam selama lima tahun (2003-2008), rasanya sulit diulangi. Alasannya ada 10. Sebagian sudah sering saya bahas.

    BalasHapus
  3. Yang membuat kawasan pecinan macam kembang jepun, karet, bibis, cokelat, gula, kopi dsb mati malam hari karena penghuninya tidak ada. Cuma ada para penjaga atau satpam aja. Sedangkan orang tionghoanya sudah lama tinggal di perumahan2 elite seperti di surabaya barat. Siang hari baru ramai perdagangannya.

    Kya Kya yang dicoba bos dahlan dulu itu persis sentra PKL plus sedikit hiburan. Pedagang2 kaki lima ya wong cilik atau pengusaha kecil yg coba2 jualan makanan dan minuman. Pedagang2 atau pengusaha di kembang jepun itu bisnis besar kelas grosiran yg sudah teruji bertahun-tahun. Mereka tidak punya urusan dengan UKM di kya kya itu.

    Susah jadinya.

    BalasHapus
  4. Bukan hanya Pak Teguh yang banyak bicara soal surga dan neraka, jaman sekarang banyak penceramah musiman juga ngoceh tentng hal itu, bahkan supaya lebih seram dipakai istilah neraka-jahanam, se-olah2 dia-nya sudah pernah masuk kesana.
    Banyak saya baca dan dengar dari tulisan dan ucapan orang Indonesia yang menyatakan, bahwa masuk Surga yang menentukan Allah.

    Seandainya di Alam-Baka hanya ada dua pintu pilihan, yaitu pintu-surga dan pintu-neraka, maka saya akan memilih masuk ke pintu-neraka.
    Alasan-nya, saya merasa malu masuk ke surga. Jadi masuk surga atau neraka ditentukan oleh masing-masing manusia yang tahu-diri, punya nalar sehat, punya Gewissen atau liang-xin.
    Contohnya banyak sekali: bagaimana seorang lelaki yang beristrikan 9 perempuan dan belasan gundhik, ingin masuk surga ? Kok matakeranjang tidak malu ? Melecehkan dan mengabaikan perasaan kaum wanita, itu kan sangat egoistis. Setiap kali saya mendengar lagu, A Tear Fell , saya merasa sedih dan malu, sebab saya juga seorang matakeranjang.
    Bagaimana bisa, kok orang2 penjual narkoba juga ingin masuk surga, contohnya orang2 Inggris pedagang opium ?
    Bagaimana mungkin orang2 kulit putih, terutama keturunan inggris, yang merampok, merampas tanah milik pribumi Amerika, Kanada, Australia, Selandia, bisa masuk surga ?
    Bagaimana bisa, kok koruptor-koruptor bahkan dipastikan akan masuk surga, asalkan menyumbangkan 10% hasil rampokannya untuk membangun rumah ibadah ? Surga apa itu !
    Jika benar Gusti Allah mboten sare, maka takkan terpedaya oleh jidat kulit salak, celana cingkrang, halelluya, halleluyahan, dsb.
    Gusti Allah mboten sare, dheweke kabeh sing keturon.

    BalasHapus