Seorang wanita berjalan keliling menawarkan madu. Madu asli! Asli dari hutan! Murah, murah...
Beta yang asyik baca koran pun didatangi wanita itu. Dari Probolinggo. Ngomong bahasa Madura. Bagus buat latihan berbahasa Madura sederhana. Beta ini paham bahasa Madura tapi tidak bisa bicara lancar.
Pedagang keliling itu awalnya menawarkan Rp 200 untuk madu kuning. Madu hitam Rp 150. Kelihatannya wajar.. kalau madunya memang asli dari hutan. Tapi di Surabaya ini sulit dapat madu asli. Apalagi dari pedagang telo-lema macam wanita Probolinggo itu.
Omong punya omong, nyang-nyangan, akhirnya beta beli madu hitam. Di bawah 100. "Kalau gak asli nanti urusannya panjang," beta gertak sambal aja.
Beta coba satu sendok. Lumayan. Dicoba pemilik warkop di perbatasan Surabaya-Sidoarjo. "Nggak bener-bener asli. Biasanya ada campuran air tape," kata mas itu.
Ono rego ono rupo! Beli murah kok minta barang bagus? "Bayar murah kok njaluk slamet?" kata tukang becak asal Madura di Surabaya dulu.
Omong-omong soal madu, beta jadi ingat kitab suci. Yohanes Pembaptis makan belalang dan madu hutan.
Apakah madu hutan macam ini? Atau madu hutan khas Palestina yang lain? Belalang semacam serangga di kebun itu? Atau belalang jenis lain?
Soal madu sudah jamak. Klir. Belalang ini yang selalu ditanyakan anak-anak sekolah minggu atau murid-murid saat pelajaran agama Katolik di sekolah.
Ada dua versi soal belalang. Versi pertama belalang hewan serangga itu. Versi kedua, belalang sejenis tumbuhan yang banyak dijumpai di Palestina atau Timur Tengah. Tanaman belalang ini mirip kacang kapri. Para peziarah ke tanah suci biasanya diantar untuk melihat tanaman belalang yang jadi makanan John The Baptist itu.
Luar biasa Yohanes Pemandi dulu. Makanannya belalang dan madu hutan. Memakai jubah bulu unta. Ikat pinggangnya kulit.
Para gembala, hamba-hamba Tuhan, ada baiknya meneladani Yohanes Pemandi. Kerajaan Allah sudah dekat. Haleluya!