Oleh Sarah dan Cio
Tahun 2022 kemarin, saya dan teman saya mau mendaki ke gunung di NTT. Kami dari Bogor menuju Kupang, ke Larantuka, terus ke Ende, Bajawa, Manggarai, dan Labuan Bajo. Rencana awal untuk mendaki Inerie tertunda karena teman saya sakit.
Akhirnya, kami kembali ke Larantuka dan melanjutkan perjalanan ke Adonara dan Lembata. Banyak cerita di sana, orang-orang NTT sangat ramah.
Mungkin kalau di Pulau Jawa, beberapa orang bilang galak dan kasar, tetapi saya bisa buktikan bahwa mereka tidak seperti itu. Mereka sangat ramah, sopan, dan peduli dengan orang-orang luar seperti saya.
Ada satu momen ketika kami pergi ke Lemabata, di mana kami ingin mengunjungi dapur alam dan mendaki Gunung Ile Werung di Kecamatan Atadei. Kami melewati sebuah desa dan kebetulan kehabisan air minum. Nama desa itu Bauraja.
Di ujung desa itu, kami ingin beli minum di warung. Saat sedang belanja, ada anak remaja sekitar 15 tahun yang membawa kelapa muda.
Teman saya bertanya, "Kelapanya dijual, nggak dek? Biar kami beli, karena sangat haus." Namun, si adek bilang tidak dijual, tapi jika kakak mau, bisa diambilkan.
Dia mengambil sekitar 5 buah dan sudah dikupas pula. Setelah semuanya beres, aku kasih uang 100 ribu, tetapi ditolak sama adeknya.
Aku pikir kurang, tetapi dia bilang kelapanya gratis, tidak usah bayar. Temanku juga sempat mengeluarkan 100 ribu lagi untuk ditambahkan, tetapi tetap tidak mau.
Setelah kami paksa, baru dia mau menerima. Yang bikin aku kaget lagi, dia bilang, "Kakak, kapan pulang? Biar nanti kalau lewat, saya tunggu buat kasih buah sama kelapa lagi."
Sumpah, di situ aku nangis, tidak tahu mau bilang apa.
Aku sama temanku dari Bogor dan cuma modal nekat pergi ke tempat yang sama sekali tidak kami ketahui. Pengalaman selama petualangan atau backpackeran di NTT merupakan pengalaman yang tak terlupakan.
Daerah atau desa di NTT yang aku datangi selalu punya cerita yang akan selalu aku ingat. Senyum dan tawa mereka begitu ikhlas. Semoga suatu hari nanti bisa kembali ke sana untuk sesuatu yang lebih besar.
Oh ya, untuk si adik, kami akhirnya bertemu lagi keesokan harinya. Saya minta alamat rumah dan nomor HP orang tuanya, dan saya kirimkan beberapa baju serta sepatu untuk sekolah. Tidak banyak, tetapi semoga bisa jadi kenang-kenangan untuk dia.
Sedikit cerita indah di ujung Timur Indonesia. (*)
Saya hakulyakin manusia2 asli nusantara adalah orang2 yang sangat ramah dan toleran berdasarkan Kodrat.
BalasHapusSaya merasa sangsi dengan pidato2 para pemuka agama, yang selalu gembar gembor berulang-ulang menyatakan agama importan mereka masing2 lah yang mengajarkan cinta dan damai kepada manusia2 di Indonesia. Se-olah2 kalau tidak tersentuh ajaran agama2 dari luar itu, maka bangsa Indonesia masih liar, suka berkelahi, dll.
Saya tetap berkeyakinan, bahwa bangsa Indonesia asli, cinta damai sesuai dengan Kodrat mereka sendiri.
Saya tidak perlu ngatok, sebab saya sejak 57 tahun sudah hidup di luar negeri.
Haleluyaa! Itu kita orang punya adat orang kampung untuk menghormati tamu. Apalagi tamu dari jauh. Biasanya potong ayam, dikasih makan yang enak meski tuan rumahnya sederhana dan jarang makan enak.
HapusKampung2 di bumi Lamaholot biasanya ada kamar tamu di bagian depan. Antisipasi kalau ada orang jauh kemalaman atau butuh kamar untuk bermalam. Gratis!
BalasHapusAdat itu sebelum kita orang kenal ayat, ketika aku jadi orang asing kamu memberi aku tumpangan.
Ketika aku lapar kamu memberi aku makan dst.