Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang rawan bencana alam, khususnya erupsi gunung berapi.
Berdasarkan data dari Bulletin of The Volcanological Survey tahun 1982, terdapat setidaknya 23 gunung berapi aktif di NTT. Gunung-gunung ini tersebar di beberapa pulau di NTT, terutama di Pulau Flores, Palue, Adonara, Lembata, Alor, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
KLASIFIKASI GUNUNG BERAPI DI NTT
Tipe A: Gunung dengan riwayat letusan yang cukup sering:
1. Inie Lika
2. Inie Rie
3. Ebulobo
4. Iya
5. Kelimutu
6. Rokatenda
7. Egon
8. Lewotobi Laki-Laki
9. Lewotobi Perempuan
10. Ile Boleng
11. Lere Boleng
12. Lewotolok (Ile Ape)
13. Ile Werung
14. Batutara (bawah laut)
15. Hobal (bawah laut)
Tipe B: Gunung yang masih aktif namun tidak seaktif Tipe A:
1. Labalekan
2. Ili Muda
3. Jersey.
Tipe C: Gunung berapi yang aktivitasnya lebih rendah atau jarang meletus:
1. Wai Sano
2. Riang Kotang
3. Pocolek
4. Sokoria
5. Ndetusoko
Sebanyak 23 gunung berapi aktif tersebut berada di NTT bagian utara. Mulai dari Pulau Flores, Palue, Adonara, Lembata, hingga Alor. Pulau-pulau di bagian selatan seperti Sumba, Timor, Sabu, Rote, Raijua tidak punya gunung berapi aktif.
Keberadaan gunung-gunung ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah dan masyarakat setempat karena potensi erupsi yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Letusan gunung berapi dapat menyebabkan berbagai dampak. Mulai dari aliran lava, awan panas, hingga abu vulkanik yang membahayakan kesehatan dan mata pencaharian penduduk.
Erupsi gunung berapi memiliki potensi besar untuk mengganggu kehidupan masyarakat, terutama di wilayah yang berdekatan dengan gunung tersebut. Letusan gunung dapat menyebabkan kerusakan pada lahan pertanian, merusak infrastruktur, hingga memaksa penduduk untuk mengungsi.
Oleh karena itu, pemerintah terus melakukan berbagai upaya mitigasi bencana, termasuk memantau aktivitas vulkanik, memberikan peringatan dini, dan melakukan simulasi evakuasi di wilayah rawan.
Namun, tidak semua upaya mitigasi mudah diterapkan di NTT mengingat keterbatasan infrastruktur dan tantangan geografis. Prof. Dr. J.A. Katili, ahli vulkanologi, menekankan bahwa meramalkan aktivitas gunung api relatif lebih mudah dibandingkan gempa bumi karena lokasi gunung api yang jelas dan dapat dipantau secara intensif.
Sebagai salah satu provinsi yang memiliki potensi bencana vulkanik cukup tinggi, Nusa Tenggara Timur perlu terus meningkatkan kesiapsiagaan terhadap letusan gunung berapi. Sinergi antara masyarakat, pemerintah daerah, dan lembaga vulkanologi diharapkan dapat meminimalkan dampak erupsi dan melindungi kehidupan serta mata pencaharian penduduk setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar