Sabtu, 10 Juni 2023

Sketsmasa majalah terbesar dari Surabaya era 1960-an manajemen gotong royong

Ayas sudah lama tidak bahas majalah dan surat kabar tempo doeloe di Surabaya. Kebetulan kemarin dapat kirim 3 eks majalah Sketsmasa tempo doeloe dari Bung Ali di Jogjakarta. Tuan keturunan Arab ini memang punya banyak koleksi buku-buku, majalah, koran lawas.

Sketsmasa ini majalah tua yang sudah lama almarhum. Terbit mulai 1 Oktober 1958, Sketsmasa yang beralamat di Jalan Kawung Nomor 2 Surabaya ini pernah jadi salah satu majalah laris di Indonesia. "Oplahnya 70 ribu eksemplar," tulis Soeripto Poetra Djaja pada Sketsmasa edisi 1 Februari 1962.

Pemimpin redaksi Sketsmasa itu bilang permintaan langganan dan eceran masih banyak di seluruh Indonesia. Namun persediaan kertas terbatas sehingga sulit mencetak di atas 70 ribu. 

Ayas baru tahu kalau dulu ada pembatasan kertas untuk koran dan majalah. Sketsmasa dijatah 62.500 eks. Tambahan kertas harus dicari sendiri. "Maka harap jang belum bisa diterima sebagai langganan atau agen memaafkan adanja," tulis Soeripto wartawan kawakan Surabaya tempo doeloe.

Suasana politik revolusi belum selesai ala Bung Karno sangat kental dalam tulisan-tulisan di Sketsmasa serta berbagai penerbitan pada masa Orde Lama itu. Ada jargon di sampul majalah: ADIL MAKMUR LEWAT MANIPOL/USDEK.

"Sketsmasa dan penerbitnya serta segenap pengasuhnya adalah berjiwa Nasakom. Artinya tidak terikat, tidak tergabung, tidak berafiliasi, tidak menyuarakan, sesuatu partai, tapi semua golongan. Sebab sejak terbit pada 1 Oktober 1958, Sketsmasa adalah berjiwa dan berhaluan Pancasila. Dan sejak lahirnya Manifesto politik pada tanggal 17 Agustus 1959, Sketsmasa juga berjiwa dan berhaluan Manipol-Usdek disamping Pancasila. 

Selanjutnya setelah Pemimpin Besar Revolusi mengomandokan supaya setiap orang ber-Panca Azimat Revolusi, Sketsmasa dengan iklas dan taat mengikuti dan melaksanakannya.
Dalam Komando Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno yang lainnya yang menekankan keharusan kita untuk berjiwa Nasakom, Sketsmasa mentaatinya dengan sepenuhnya," tulis redaksi Sketsmasa tentang haluan politik serta loyalitasnya pada Bung Karno sebagai pemimpin besar revolusi.

Dalam tajuknya ada edisi 10 Januari 1962, Pemred Soeripto Poetra Djaja menceritakan visi dan misi perusahaan. Perusahaan yang menerbitkan Sketsmasa di Jalan Kawung 2 Surabaya adalah Firma GRIP. "GRIP adalah singkatan dari kata² Gotong Rojong Inti Pantjasila," tulisnya.

Majalah Sketsmasa pada era 1960-an rupanya maju pesat. Oplahnya yang mencapai 70 ribu eks itu luar biasa. Koran-koran atau majalah di masa kejayaan 1990-an dan awal 2000-an sebelum "negara api" internet dan media sosial menyerang pun jarang yang bisa mencetak sebanyak itu. 

Soeripto mengaku menggunakan hasil usaha penerbitannya sesuai dengan asas gotong royong dan kekeluargaan. Fa GRIP menyediakan mes untuk pegawai bujangan. "Mereka jang sudah kawin diusahakan dapat tempat tinggal sendiri². Beaja perumahan segala-galanja atas tanggungan perusahaan," katanya.

Luar biasa!

Masih kata Soeripto, setiap tahun perusahaan mengadakan piknik karyawan sedikitnya tiga kali. "Dan pesta makan bersama sedikitnja tiga kali pula. Masih ditambah pula dengan melihat bioskop gratis sebulan sekali."

"Tiap tahun menerima hadiah berupa uang dan pakaian tiga kali. Jaitu pada hari tahun baru, hari Lebaran, dan perajaan 17 Agustus. Hadiah uang sedikitnja sebesar gadji dan hadiah pakaian satu setel. Djuga pakaian untuk anak dan istri pada hari Lebaran," tulis Soeripto.

Luar biasa!

Sulit dipercaya ada perusahaan pers di masa Orde Lama yang makmur dan bagi-bagi rezeki untuk semua karyawan seperti Sketsmasa di Surabaya. Manajemen gotong royong sebagai inti Pancasila!

Roda terus berputar. Sang PBR Presiden Soekarno tumbang. Selepas Gerakan 30 September 1965, semua yang berbau ajaran, pendapat, pidato, jargon Bung Karno dihapus. Manipol Usdek diharamkan. Majalah Sketsmasa yang menyajikan "batjaan jang progresif dan berani" ikut goyang. 

Sketsmasa kemudian ikut arus politik baru. Berusaha menjadi pendukung setia rezim Orde Baru. Foto-foto Jenderal Soeharto dimuat banyaaaak dan besar-besar. Majalah yang dulu getol propaganda Manipol Usdek kini berubah jadi corong Orde Baru. 

Namun secara bisnis oplahnya terus menurun. Akhirnya gulung tikar. Tak banyak orang Surabaya yang ingat majalah Sketsmasa. Kecuali wartawan-wartawan sepuh macam Oei Hiem Hwie, mantan wartawan koran Trompet Masjarakat, yang pernah dibuang ke Pulau Buru.

"Sketsmasa dulu memang majalah terkenal di Indonesia," kata Om Oei yang punya Perpustakaan Medayu Agung.

12 komentar:

  1. Kalau dalam ilmu marketing, pindah haluan selayaknya diikuti dengan rebranding. Kalau masih menggunakan brand lama, susah juga. Masyarakat akan melihat dan mengasosiasikan brand atau merk tsb dgn haluan yg lama.

    BalasHapus
  2. Sketsmasa kelihatannya sudah rebranding habis-habisan tapi tidak banyak menolong. Pemain² lama era Bung Karno biasanya habis di masa orba. Masih untung tidak dibuang ke Pulau Buru.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maksudku kl masih pake namanya yg lama, mungkin sidang pembaca pd waktu itu ketakutan juga kalau diketahui langganan koran tang dulunya pejah gesang nderek Bung Karno

      Hapus
    2. Bener. Mestinya ganti nama ganti brand, ganti desain dsb. Tapi kalau pengurusnya masih sama ya tetap susah.

      Dulu SM pejah gesang nderek BK. Sekarang puji2 Pak Harto dan Orba. Jutaan pembaca lama pasti bingung dan kurang suka. Makanya media yg main politik sulit awet di Indonesia. Tapi tahun 60an semua media maubtidak mau harus ikut arus politik sebagai panglima.

      Hapus
  3. Adil Makmur Lewat USDEK. Idee itu bisa dicoba lagi di Indonesia.
    Keberhasilannya telah diuji di Tiongkok selama 40 tahun terachir, walaupun belum 100% sempurna, tetapi disana sudah lebih adil dan lebih makmur daripada tahun2 sebelumnya.
    Di Indonesia sendiri Usdek belum sempat diterapkan, karena selalu diganggu oleh Nekolim. Baru dengar kata-kata " Terpimpin ", langsung kupingnya nekolim jadi merah membara, Armada US VII langsung riwa-riwi di laut selatan Djawa dan dekat Singapura.
    Amerika mau kita seterika dan Inggris mau kita linggis, lacurnya kita cuma punya seterika pakai bara arang dan linggisnya terlalu pendek. Lawan londo masih sanggup pakai bambu runcing, tetapi lawan dua negara nekolim, keduanya itu mbahnya setan.
    Zaman itu memang serba dijatah. Tiap keluarga dapat kartu, jatah beras murah, minyak goreng murah, minyak tanah murah, sabun, dll. Bukan karena kita punya berlebihan barang, justru sebaliknya karena serba kekurangan. Sejak detik Hari Proklamasi Kemerdekaan sampai hari wafatnya Sang Proklamator, selalu kita diganggu oleh gerombolan2 antek2 nekolim. Bayangkan sampai di Pulau Dewata pun kala itu ada gerombolan pengacau, yang berhasil ditumpas oleh pasukan Mobrig.
    Rumah abang pernah kemalingan. Malingnya pun berhasil ditangkap dan ditahan di kantor polisi. Setelah beberapa hari pak polisi datang kerumah dan ditanyai oleh kakak ipar: Ada perlu apa pak ? Minta uang makan untuk maling mu ! Dikasihlah uang makan maling untuk seminggu. Karena tiap minggu pak polisi datang, achirnya enso-saya bilang ke bapak polisi : Wis pak, maling kuwi ocolke wae, aku iki wis kecolongan barang, saiki isik harus mangani maling. Wis lepas saja maling nya. Pak Polisi sambil senyum bilang kepada enso; Maksude riko, maling iku gak usah dikeki mangan, ngono tah, kok cek mentolone riko.
    Pak Kapolsek dapat jatah mobil dinas Jeep Willys, sisa bekas kendaraan sekutu dari Perang Dunia II. Setiap kali ngisi bensin harus kerumah abang, sebab abang punya banyak prahoto. Waktu ban roda Jeep nya sudah klemis, terpaksa engkoh dan saya keliling jalan Baliwerti Surabaya untuk mencarikan ban jeep Willys nya pak polisi. Susah mendapatkan ukuran ban mobil kuno itu. Setiap toko ban di Baliwerti kita masuki, tetapi tidak dapat. Achirnya di Jalan Sumatera-Gubeng dapat 2 biji, sudah tua dan sudah jamuren.
    Pak Kapolsek sudah dikasih cuma2, masih ngomel, katanya ban tua kok dikasihkan. Memang ban tua, tetapi baru gres, belum pernah dipakai. Barang disimpan di gudang di Surabaya selama 10 tahun, tentu saja jamuren. Surabaya kan panas, tetapi lembab, tidak seperti di Berlin. Enak-enak susah, hidup jadi tenglang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siansen sudah bagi pengalaman dan pendapet yg sangat menarik. Kamsia. Ajaran2 BK Manipol Usdek, semesta berencana dsb memang belum sempat dilaksanaken dengen baekkerna keburu tumbang.

      Ayas ikut ketawa dengen ulah oknum polisi orla itu. Mungkin dia antek nekolim.

      Hapus
    2. Maaf, isun membantah, Bapak Polisi tersebut bukan oknum atau terlebih lagi antek Nekolim, justru sebalik nya. Beliau adalah orang marhaenis dan pancasilais, menjunjung tinggi Peri Kemanusiaan, sesuai Sila Kedua. Murid BK teladan, ber-Kepribadian Asli Indonesia yang selalu diajarkan mengutamakan sifat Welas-Asih, sesuai UsdeK. Haleluya !

      Hapus
    3. Dui dui dui... negoro iso bubrah lek wong kenthir koyok oknum2 kuwi akeh nang Indonesia. Ben dino kerjone malak wong tenglang tok hehehe. Merdekaaa!

      Hapus
    4. Jaman Orba yg memalak bukan hanya polisi tapi tentara dan ormas preman binaan Golkar (Pemuda Pancasila). Jaman Reformasi keluar ormas preman binaan ehem2 (FPI), untungnya oleh Pak Tito sudah dibasmi kecoak2 itu

      Hapus
    5. Dui dui.. dulu namanya Abri ada polisi di dalemnya. Premanisme masih ada aja dari oknum², ormas dsb. Biasanya yg dipalak baba² tenglang. Ada juga baba² yg kasih makan oknum² saban minggu saban bulan. Kayak digaji lah.

      Itu perilaku tidak sesuai dengan Pancasila dan Manipol Usdek.

      Hapus
    6. Sampeyan pernah lihat film Godfather? Mafia itu asalnya dari preman, yang melindungi imigran krn polisi tidak peduli thd pedagang imigran. Kemudian menjadi Don Corleone yg terhormat dari rantai uang perlindungan tsb. Capo di tuto capi ialah endas2ane. Lalu bawahnya ada caporegime, yg mengontrol soldadu2 di jalan.

      Begitu juga, di Indonesia, ada preman berdasi, berseragam, bersorban. Preman bersorban dikendalikan preman berseragam. Preman berseragam dikendalikan preman berdasi. Semua memalak pengusaha menurut levelnya. Teman saya ada yg menjadi kepala keuangan perusahaan konglomerat. Bergerak di bidang penebangan hutan dan kelapa sawit. Industri yang merusak lingkungan tetapi sangat populer di Indonesia. Untuk mendapatkan ijin penebangan hutan, jaman Orba dulu harus bayar upeti kepada jenderal. Setelah reformasi harus bayar upeti kpd yg berdasi. Sebelum pemilu harus setor kepada yg mau ikut pemilu. Tidak ada tanda bukti pembayaran. Yg terima orang2 kepercayaan. Serah terima uang tunai dalam jumlah jutaan dolar tidak berseri. Kalau kalah ya tetap hilang itu. Itu seperti uang premi asuransi bhw kalau sang calon menang, mereka tidak akan diganggu.

      Hapus
    7. Mafia memang luar biasaaaa. Setor duit macam premi asuransi. Kalah menang si mafia tetap menang. Opo ora hebat? Itu film memang terkenal betul.

      Hapus