Masa jabatan Donald Trump tinggal seminggu lagi. Joe Biden akan dilantik pada 20 Januari 2020. Tapi kelihatannya suasana politik di USA makin tegang. Semua gara-gara Trump yang merasa dicurangi dalam pemilu November 2020.
Dulu saya sangat rajin membaca ciutan-ciutan Trump di Twitter dan Facebook. Singkat, padat, panas, tajam. Tapi lama-lama bosan juga karena presiden USA itu selalu mengulang-ulang pernyataan yang berbau teori konspirasi. Lama-lama muak dengan Trump.
Orang Amerika, setidaknya sebagian besar, juga rasanya muak dengan Trump. Bagaimana mungkin seorang presiden justru mengompori pendukungnya untuk ngeluruk gedung Capitol? Ketika para wakil rakyat bersidang?
Nasi sudah jadi bubur. Politik USA sedang kisruh. Trump kabarnya akan dimakzulkan karena dianggap membahayakan negara. Dianggap melanggar sumpah sebagai seorang presiden.
Sebetulnya saya tidak heran dengan sepak terjang Trump yang rada gendheng itu. Yang saya heran kok Partai Republik mencalonkan orang yang diduga sakit jiwa menjadi presiden.
Saya juga heran ada 70-an juta orang Amerika yang memilih Trump. Sudah tahu orang gak beres kok dipilih untuk memimpin negara adidaya? Hanya orang Amerika yang bisa menjelaskan fenomena trumpisme ini.
Saya jadi ingat guyonan seorang guru PMP di masa lalu. Bahwa demokrasi memungkinkan siapa saja untuk dipilih menjadi anggota parlemen atau perdana menteri, hingga presiden. Termasuk orang gila.
"Tapi orang yang waras pasti tidak akan memilih orang gila jadi presiden," kata Bapa Blasius, guru PMP di Larantuka sekian tahun silam.
Dulu omongan Bapa Blas itu saya pikir cuma guyonan. Skenario terburuk yang mustahil terjadi di masyarakat modern yang sangat rasional, berpendidikan tinggi seperti Amerika Serikat.
Eh, ternyata Bapa Trump membalik semua akal sehat itu.
Make America great again!