Jumat, 18 Desember 2020

Koran Tempo Tidak Dicetak Lagi

Sambil menunggu tambal ban, saya mampir ke warkop dekat Pasar Pahing, Rungkut, Surabaya. Nyeruput kopi setengah pahit sambil baca-baca informasi di ponsel. Soal covid, paslon MA-Mudjiaman yang gugat hasil Pilkada Surabaya ke Mahkamah Konstitusi, jalan-jalan rusak di Sidoarjo, dsb.

Tiba-tiba muncul informasi dari Tempo Media di beranda. Begini bunyinya:

"Koran Tempo akan sepenuhnya bertransformasi ke digital mulai Januari 2021. Dapatkan penawaran khusus dari Kami untuk Anda, yaitu berlangganan Koran Tempo digital hanya Rp 399.000 untuk 24 bulan."

Lagi-lagi kabar buruk untuk industri media cetak. Satu lagi surat kabar penting di Indonesia tidak dicetak lagi. Tidak akan ada lagi di kios-kios atau lapak koran di terminal, stasiun kereta api, pinggir jalan, dsb.

Masih lumayan Koran Tempo tidak mati total. Masih terbit tapi hanya versi digital alias e-paper. Justru bisa diakses dengan mudah di ponsel. Tidak perlu menunggu kiriman loper yang sering terlambat itu.

Selama pandemi Covid-19 berbagai macam bisnis memang jadi lesu darah. Omzet turun drastis. Kecuali bisnis seluler, data internet, media sosial, dan segala macam bisnis yang berbau online.

Tak terkecuali industri media massa konvensional. Media sosial makin merajalela. Siapa saja bisa bikin channel televisi sendiri. Tidak perlu menunggu diundang ke stasiun televisi resmi.

Digitalisasi Koran Tempo sejatinya bukan hal baru. Di Eropa dan Amerika media-media konvensional berusia ratusan tahun sudah lama migrasi ke digital. Ada yang sukses, lebih banyak yang tertatih-tatih.

 Di Indonesia pun sama. Sudah banyak media offline yang dulu jaya luar biasa malah hancur di online karena macam-macam sebab. Mudah-mudahan Koran Tempo mampu beradaptasi dengan kebiasaan baru di jagat media massa Nusantara.

Beberapa komentar warganet:

Agus Rudianto: 
"Saya mah akan lihat dulu, apakah masih profesional atau sarat kepentingan."

Lazuardhi Abdul Hayy Dwipa:
"Kasian para penjaja koran dan majalah..😭😭😭...saya kenal baik dengan orang orang ini..banyaknya sudah sepuh. Mereka mengeluh pendapatan mereka sangat jauh menurun dll. Apalagi kalau mau menjual majalah harus beli dulu tidak bisa bayar belakangan. Kasian...mereka orang orang lemah yang tergerus roda zaman."

Nuralim Karsono:
"Saya yakin klo TEMPO kembali ke jatidirinya spti zaman orde baru sbg penyampai amanat hati nurani rakyat akan sukses bertransformasi."

Syamsu Salewangang:
"Bila Tempo ttp professional maka pembaca akan ikut kemanapun Tempo berkiprah."

2 komentar:

  1. Koran Tempo tidak dicetak lagi. Bagi beberapa karyawan nya mungkin tragis. Namun secara umum, So What ! Perusahaan sebesar Pan Am dan TWA juga bisa bangkrut, lenyap. Pan Am adalah maskapai kesayangan engkoh, sedangkan saya memilih TWA.
    Hidup ini memang tak menentu, einmal so, einmal so, und dann so la la.
    Hari ini begini, besok begitu, lusa begini-begitu, wis karepe mawon.
    Sudah tiga kali lockdown, kali ini sampai tanggal 17 Januari 2021.
    Saya sudah 2 kali dites Covid-19, pada bulan Maret dan bulan Agustus, semua hasilnya negatif. Tetapi entah, apakah hari ini sudah positiv ? Perdana Menteri dan Menteri Kesehatan, juga tidak tahu apa yang harus diperbuat, einmal so, einmal so, dann wieder so la la.
    Bisa jadi saya kebal terhadap Korona, seperti teman2 sejawat di Petamburan, mereka ber-kali2 bergerombol ribuan orang, buktinya tetap sehat wa'alfiat. Saya juga FPI ( Fan Penjilat It.L ). Saya yakin banyak sekali pecinta FPI diantara kita, salah satunya teman kita si-Donald, hanya saja mereka tidak mau berterus terang, sebab itu urusan pribadi dalam kamar masing2, It's nobody's business.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha... menarik banget. Laskar2 Petamburan itu memang kebal virus karena kuat sembahyang. Imunitasnya langsung dari atas. Bukan vaksin2 buatan manusia yg masih diragukan kehalalannya.
      Salam sehat lawan korona.

      Hapus