Jumat, 25 Desember 2020

Muhammad Hasan Hurek kepala desa saat krisis

Muhammad Hasan Hurek belum lama terpilih menjadi Kepala Desa Mawa Napasabok, Kecamatan Ile Ape, Lembata, NTT. Sempat ada pesta rakyat layaknya syukuran kepala desa baru. 

Tapi kegembiraan tak berlangsung lama. Beberapa pekan kemudian puluhan rumah adat milik masyarakat Desa Mawa dan Bungamuda ludes terbakar. Tak jelas asal usul si jago merah.

Dibantu Pemkab Lembata, warga gotong royong untuk membangun kembali rumah-rumah adat khas nenek moyang itu. Semacam pondok sederhana beratap alang-alang, daun kelapa, atau daun siwalan.

Ritual adat Lamaholot pun sudah disiapkan untuk rekonsiliasi. Berdamai dengan tanah ekan atau alam sekitar. Sebab, bagi sebagian besar orang di kampung, kebakaran puluhan rumah adat itu bukan kebakaran biasa. Ada sesuatu dengan leluhur.

Eh, tiba-tiba Ile Ape atau Gunung Lewotolok meletus. Mengeluarkan semburan hingga 5.000 meter. Hujan abu dan material vulkanik pun menyebar ke 26 desa di sekeliling Gunung Lewotolok. Sebagian besar bangunan rusak.

Ribuan warga terpaksa diungsikan ke Lewoleba, ibu kota Kabupaten Lembata. Erupsi besar memang tidak ada lagi. Namun semburan kecil hingga 800 meter masih terjadi. Gempa bumi vulkanik pun terjadi setiap hari.

Masis Hurek, sapaan akrab Kepala Desa Muhammad Hasan Hurek, pun harus kerja keras mengurus rakyatnya yang mengungsi. Khususnya mengatur logistik, konsumsi, agar ribuan warga tidak kelaparan.

Masis Hurek ini beragama Islam. Ayahnya Bapa Hasan Hada Hurek (alm), nakhoda dan pelaut ulung asli Mawa Napasabok. Ibunya Mama Sawia (alm) asal Bonerate, Sulawesi. Keluarga muslim yang taat di kampung yang 95 persen beragama Katolik.

Orang-orang kampung di daerah asalku di Pulau Lembata memang sejak dulu tidak pernah membeda-bedakan agama. Kiwanan Watanen hama hena. Artinya, Katolik atau Islam saja saja. Hama-hama laran tang tai teti kowa lolon: Sama-sama jalan menuju ke atas awan (nirwana).

Karena itu, saudara sepupuku Masis Hurek ini dipercaya jadi kepala desa. Dulu juga pernah ada kades beragama Islam. Ama Hasan Kotak Wahon. Yang menarik, saat dipimpin kades muslim inilah berdiri SD Katolik Yonas di Desa Mawa Napasabok.

Kamis 24 Desember 2020, Kades Masis Hurek mengirim ucapan selamat Natal kepada keluarga besar warga desanya. Baik yang ada di lewotanah (kampung halaman) hingga rantau yang jauh di Malaysia, Batam, atau Jawa.

Tanah tahun ini benar-benar berbeda bagi orang Ile Ape. Bukan saja karena pandemi korona, tapi erupsi gunung api yang tak kunjung berakhir. Warga masih berada di pengungsian. Tak punya apa-apa. Makan minum menunggu bantuan pemerintah, gereja, dermawan, relawan dsb.

Acara gerian witi wawe (sembelih babi dan kambing) untuk perayaan Natal di desa sudah pasti tidak ada. Acara soka seleng atau dolo-dolo atau tarian rakyat tak ada lagi.

Semoga penderitaan bertubi-tubi ini segera berakhir. Dan semoga Pak Kades Masis diberi kekuatan oleh Tuhan agar mampu memimpin rakyatnya melewati krisis ini. Amin!

2 komentar:

  1. Orang-orang kampung di pulau Lomblen tidak pernah membeda-bedakan agama.
    Eeh, agama mu apa ? Pertanyaan macam begini, hanya diajukan oleh manusia-manusia "kepo" di Ontakarta.
    Pertanyaan macam diatas akan membuat orang Tiongkok heran dan "mager" menjawab.
    Orang Jerman atau Austria akan menjawab; " Das interessiert doch keine Sau !" (Babi betina pun tidak "kepo" hal itu!).

    BalasHapus
  2. Orang-orang kampung di pulau Lomblen tidak pernah membeda-bedakan agama.

    Eeh, agama mu apa ? Pertanyaan macam begini hanya lazim diajukan oleh penduduk di Ontakarta. Orang Jerman akan menjawab; " Das interessiert doch keine Sau !" ( Bangkung pun tidak "kepo" hal itu ! ).

    BalasHapus