The Chung Sen mendirikan koran Java Post pada 1 Juli 1949. Ada resepsi meriah di bekas gedung Bank Taiwan, Jalan Kembang Jepun 166 Surabaya. Bangunan bersejarah itu sudah tak ada lagi.
Kantor administrasinya di NV New China, Jalan Kembang Jepun 167-169 Surabaya. Gedung eks Unie Bank era Hindia Belanda itu masih berdiri kokoh. Jadi salah satu bangunan cagar budaya di Surabaya. Eks kantor Jawa Pos itu kini jadi kantor Radar Surabaya, koran lokal anaknya Jawa Pos.
The Chung Sen bukan wartawan tapi semacam rekanan gedung bioskop. The punya tugas mengantar materi iklan untuk koran-koran di Surabaya. Lama-lama The paham rahasia bikin surat kabar.
The berpikir, lebih baik bikin koran sendiri ketimbang terus-terusan jadi tukang antar materi iklan ke koran-koran. Mentaliteit dan kwaliteit khas orang Tionghoa umumnya memang lebih suka jadi juragan atau laopan ketimbang jadi karyawan atau buruh.
The lalu bikin koran sendiri. Java Post. Koran harian berbahasa Melajoe Tionghoa. Terbit perdana pada 1 Juli 1949.
Java Post ganti nama jadi Djawa Post. Ganti lagi jadi Djawa Pos. Kemudian Jawa Pos. Sampai hari ini.
Oom The punya anak sekolah di Inggris. Oom makin tua. Tak ada anak atau keluarga yang meneruskan. Akhirnya Jawa Pos diambil alih manajemen majalah Tempo, PT Grafity Press. Sejak 5 April 1982.
Koresponden Tempo di Jatim Dahlan Iskan ditugaskan sebagai pimpinan Jawa Pos. Kerja keras untuk menghidupkan koran lawas yang hampir mati. Oplahnya cuma sebecak alias di bawah 3.000.
Cerita selanjutnya, Anda sudah tahu, Jawa Pos jadi besar. Punya anak dan cucu di mana-mana. Dan masih hidup sampai sekarang. Di era digital. Ketika banyak media cetak mati.
"Koran tak boleh mati," kata mantan Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra.
Selamat hari jadi ke-74, Jawa Pos!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar