Sentimen ras + agama lagi marak di Malaysia. Itu biasa dikobarkan politisi jelang pilihan raya umum (PRU) dan pilihan raya negeri (PRN). Partai-partai berbasis Melayu sengaja mengangkat sentimen anti Tionghoa untuk meraih dukungan rakyat.
Masalah SARA di Malaysia kian gawat ketika Tun Mahathir Mohamad angkat bicara. Saban hari mantan perdana menteri itu bicara soal terancamnya Melayu, Islam, bumiputra.
Arahnya jelas. Tun M tengah menggoyang pemerintahan PM Anwar Ibrahim. Sebab salah satu partai koalisi Anwar adalah DAP (Democratic Action Party), partai berbasis Tionghoa. DAP ini punya kursi terbanyak di Unity Government pimpinan PM Anwar Ibrahim. Isu ras + agama bisa bikin pecah Malaysia yang memang sudah rentan dari sananya.
Indonesia pun kerap diembuskan isu SARA jelang pemilu. Isu ras + agama paling kencang digoreng saat pilkada Jakarta. Ahok tumbang karena politisasi agama dan ras. Ahok juga masuk penjara selama dua tahun.
Indonesia mulai memasuki tahun politik. Pemilu dilaksanakan bertepatan dengan Hari Valentine 14 Februari 2023. Berbagai pihak sudah ingatkan partai-partai, politisi, caleg-caleg, tim sukses agar tidak goreng isu SARA. Bahaya!
Kasus SARA di DKI Jakarta masih berefek sampai sekarang. Kemudian Cebong vs Kadrun pun tidak habis-habis di media sosial. Padahal Prabowo sudah lama digandeng Jokowi. Jadi salah satu ,,menteri kanan" alias menteri penting di Kabinet Jokowi.
Minggu pagi, 9 Juli 2023.
Dr Ade Armando, sosiolog, dosen UI, dan sekarang politisi PSI menulis narasi di media sosial. Isu lama bahwa orang Tionghoa tidak boleh punya hak milik tanah di Yogyakarta. Peraturan Sultan Jogjakarta itu diberlakukan sejak awal kemerdekaan sampai sekarang.
Dr Ade Armando menulis:
"Apa yang terjadi di DI Yogyakarta tak boleh terus didiamkan. Di Daerah Istimewa itu, warga Tionghoa DILARANG MEMILIKI TANAH. Jadi cuma boleh punya Sertifikat Hak Guna Bangunan, tapi tidak boleh punya Sertifikat Hak Milik tanah.
Ini diskriminasi terang-terangan.
Ini sepenuhnya bertentangan konstitusi kita.
Apa beda warga Tionghoa dengan warga Jawa, atau Sunda, atau Minang, atau Arab?
Semua adalah warga Indonesia.
Saya heran bahwa ini bisa terjadi dan dibiarkan di Indonesia.
Semoga warga Yogya mau mendesak pemerintah di sana untuk mengubahnya."
Mengapa Sultan Jogja membuat aturan macam itu? Melarang orang Tionghoa memiliki tanah di Jogja. Sudah terlalu banyak artikel di internet. Intinya, Raja Jogja kecewa karena orang Tionghoa di Jogja dianggap tidak pro kemerdekaan tapi justru ikut bantu pasukan Belanda untuk kembali menjajah Indonesia.
"Agresi Militer II Belanda, ulan Desember 1948. Saat itu komunitas China yang ada di Yogyakarta justru berpihak dan memberikan sokongan ke Belanda yang sebelumnya sudah menjajah Indonesia selama 350 tahun. Sejak itulah Sultan HB IX kemudian mencabut hak kepemilikan tanah terhadap etnis China di Yogyakarta. Tahun 1950, ketika NKRI kembali tegak dan berhasil dipertahankan dengan keringat dan darah, komunitas China akan eksodus dari Yogyakarta.
Namun Sultan HB IX masih berbaik hati dan menenangkan mereka meskipun nyata-nyata telahberkhianat. "Tinggallah di Jogja. Tapi maaf, saya cabut satu hak Anda, yaituhak untuk memiliki tanah."
Demikian antara lain petikan artikel di Suara Merdeka, koran lama terbitan Semarang. Apakah Ade Armando dkk mampu mengubah aturan Sri Sultan soal kepemilikan tanah di Jogja?
Yang jelas, topik ini sudah sering dibahas di grup-grup media sosial. Bahkan sudah beberapa kali ada gugatan class action. Tapi gagal semua. Sebab Jogja itu daerah istimewa. Jogja punya UU sendiri tentang keistimewaan kuasa sultan, hak atas tanah, bangunan dsb.
Kelihatannya bertentangan dengan konstitusi UUD 45. Tapi titah dan sabda raja sering di atas semua undang-undang.
Itulah bedanya demokrasi dan monarki absolut. Dalam monarki absolut, negara adalah saya (raja). Sebenarnya aneh interpretasi UU tersebut oleh MK NKRI. Jika Yogyakarta wilayah NKRI, harusnya tunduk kepada Konstitusi yaitu UUD 1945, di mana semua warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
BalasHapusSelain itu, ada yang aneh. Dan ini juga bedanya negara hukum demokratis dan negara kerajaan feodal. Yang dianggap berkhianat itu kan individu2. Seharusnya mereka yang berkhianat itu dibuktikan di depan hukum lalu dipenjara atau diambil haknya atau dipateni jika memang itu hukumnya. Kok seluruh "komunitas Cina" dihukum, turun temurun lagi. Di Jerman saja, setelah mereka kalah PDII, yang dihukum ya individu2 dari Nazi, bukan seluruh rakyat Jerman. Bahkan anggota2 angkatan perang mereka yang bukan SS / dari Wermacht, tidak dihukum jika mereka tidak terbukti melakukan kejahatan perang.
Idem ayas punya pendapat. Kita orang sering bahas di beberapa grup Tionghoa sejak lama. Isu lama ini sering diangkat karena belum ada penyelesaian sesuai pasal2 dalam UUD 45.
HapusDan itu tugas wakil rakyat di daerah dan pusat untuk membuat UU yang adil dan beradab sesuai jiwa Pancasila.