Sabtu, 08 Juli 2023

Kerudung misa marak lagi di Jawa Timur

Tidur awal membuat bangun cepat. Subuh sudah terjaga. Azan Subuh berkumandang dari berbagai penjuru. Manusia diajak sembahyang. 

Ayas cuci muka. Lalu buka telepon genggam. Lihat misa streaming. Meski pandemi sudah dinyatakan selesai, misa online masih banyak diadakan. Khususnya misa harian. 

Gereja Katedral Malang sudah lama melarang misa streaming hari Minggu. Gereja-gereja di Surabaya juga sudah jarang bikin streaming Sunday Mass. Kalau misa bahasa Inggris dari US, Kanada, atau Australia sih gak ada matinya.

Iseng-iseng Ayas buka Facebook. Oh, ada misa streaming dari Gereja Redemptor Mundi, Surabaya. Sudah masuk Tuhan Kasihanilah Kami. Ayas ikut misa di paroki yang digembala imam-imam Ordo Dominikan (OP) itu.

Yang menarik, lektor wanita pakai kerudung. Pakai masker juga. Kerudung misa atau biasa disebut mantila dulu biasa dipakai wanita Katolik yang pigi sembahyang di gereja. Karena itu, dulu di NTT ada Sekolah Kepandaian Putri yang melatih anak-anak wanita untuk merajut kerudung, taplak meja, dsb. Kerudung juga biasa disebut tudung.

Namun, sejak ada reformasi internal dalam Gereja Katolik, Konsili Vatikan II, kerudung misa tak lagi dipakai. Meskipun tidak ada larangan pakai kerudung alias mantila (bukan Mantili pendekar pedang setan). Tahun 80-an masih ada beberapa ibu yang pakai kerudung ke gereja. Tapi lama-lama menghilang.

Setelah hampir tiga dasawarsa, kerudung lawas itu muncul kembali di Gereja Katolik. Bersamaan dengan tumbuhnya komunitas misa bahasa Latin atawa Misa Tridentina di sejumlah kota besar. Model ekaristi lama itu memang mewajibkan para wanita pakai mantila alias kerudung. 

Nah, para praktisi Latin Mass ini kerap memakai kerudung dalam misa-misa biasa bersama umat lainnya. Awalnya terasa aneh tapi lama-lama biasa. Apalagi ada banyak artikel tentang mantila di internet. 

Biasanya wanita yang sudah terbiasa pakai mantila tidak enak kalau tidak pakai tudung kepala itu. Seperti wanita muslim yang bertahun-tahun pakai jilbab atau hijab diminta melepas penutup rambutnya itu. 

"Saya lebih mantap ikut misa kalau pakai kerudung," kata seorang perempuan yang pernah jadi aktivis Misa Tridentina.

Meski Misa Tridentina ini sudah (hampir) tidak ada lagi, sejak Paus Fransiskus berkuasa, wanita setengah tua itu tetap pakai kerudung saat misa. Gaya busananya pun berubah. Kalau dulu biasanya pakai celana jins, celana panjang, baju kasual, bahkan kaos oblong, kini selalu pakai busana wanita saat ke gereja. Misalnya, gaun, rok, kain batik, dan sebagainya.

Ada dalil atau ayatnya di kitab suci. Kalau tidak salah di 1 Korintus soal tutup kepala wanita itu. 

2 komentar:

  1. Sewaktu saya ke Korea, nginep di daerah MyeongDong. Eh ada katedral tua. Pas misa besok paginya, saya masuk. Tapi gak lama krn ga mengerti bhs Korea. Saya lihat para wanitanya hampir semuanya memakai kerudung hitam rajutan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bahasanya beda tapi liturginya sama persis. Kita bisa paham maknanya. Saya juga sering ikut misa bahasa India dan Spanyol. Gak ngerti kata2nya tapi bisa menebak artinya. Khotbahnya aja yg kita gak bisa apa2.

      Sebaliknya saya sering ketemu orang Korea ikut misa di Gereja Pandaan. Bawa buku liturgi berbahasa Korea. Kelihatannya dia kurang fasih bahasa Indonesia tapi paham maknanya karena liturgi ekaristi Katolik seragam di mana2. Liturgi gereja2 haleluya yang gak ada pakemnya.

      Sebab itu, English Mass atau International Mass perlu ada untuk para ekspat. Di Malaysia malah saban hari Engkish Massa untuk orang Katolik di Malaysia Barat yg hampir semuanya keturunan Tionghoa dan India. Kalau misa bahasa Melayu atau Indonesia khawatir ada kata ,,Allah" yang dilarang dipakai oleh warga Malaysia beragama Kristian.

      Hapus