Jumat, 21 Juli 2023

MA tutup satu celah nikah beda agama


"Saya masuk Islam supaya bisa kawin dengan Leila," kata Soe Hok Djin, akademisi, aktivis, profesor terkenal era 90-an.

Ahok dan Puput beda agama. Menjalin asmara saat Ahok dibui. Istri lama diputus. Ahok ngebet kawin lagi setelah bebas.

Warganet harap-harap cemas. Siapa yang ngalah? Ahok jadi mualaf atau Puput yang ikut Haleluya? Anda sudah tahu.

"Saya pindah agama supaya bisa nikah dengan ibunya Jarot," kata pelukis senior Bambang yang lahirnya Katolik.

Setelah dimualafkan, seniman itu kelihatan jarang sembahyang. Lebih sibuk ikut acara-acara Kejawen macam Anggoro Kasih, Suroan di Gunung Kawi, nyekar ke petilasan dsb.

Sekali-sekali Bambang datang ke gereja di Sidoarjo. Bukan untuk sembahyang atau misa. "Saya senang ngobrol dengan Romo Didik dan romo-romo lain. Apresiasi seninya bagus. Enak diajak diskusi," kata seniman yang sudah Rahayu Ing Paleraman (RIP) itu.

Begitulah salah satu penyelesaian masalah nikah beda agama di Indonesia. Salah satunya harus ngalah. Siapa yang ngalah ya silakan rembug deso. Kalau tidak ada yang mau ngalah ya... angeeeel dan almost impossible.

Tapi selalu ada pasangan beda agama yang menyiasati UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 itu. Mereka yang punya duit pigi ke Singapura. Menikah di catatan sipil sana. Lalu pulang catatkan pernikahan di Catatan Sipil atau Dispendukcapil.

Faktanya, cukup banyak pasangan beda agama yang diberkati di gereja. Banyak sekali di Katolik. Ada yang disparitas cultus. Ada mixta religio. Syarat perkawinan campur tidak ringan. Tapi pasangan yang bukan Katolik tidak perlu murtad atau meninggalkan agamanya.

Sejumlah pasangan kawin campur ini kemudian mencatatkan pernikahannya di Catatan Sipil. Pasti masalah kalau beda agama. BS (nama lama catatan sipil sejak era Belanda) minta penetapan pengadilan dulu. Kalau ada penetapan PN baru dicatat.

Maka cukup banyak pasangan suami-istri beda agama lolos di Catatan Sipil. Mulai ada keresahan dan gugatan. Dianggap melanggar UU 1/1974 yang mengharamkan pernikahan beda agama.

Lama tak ada kabar, kini muncul surat edaran Mahkamah Agung bertanggal 17 Juli 2023. Isinya, "Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antarumat yang berbeda agama atau keyakinan."

Putusan MA ini menutup salah satu celah yang nikah beda agama di Indonesia. Tapi biasanya manusia selalu menemukan jalan keluar dari situasi yang sulit.
Jalan termudah ya ngalah seperti Soe Hok Djin, Puput, Bambang. Kalau gak ada yang mau ngalah ya wis. 

10 komentar:

  1. MA mengakibatkan Indonesia tersegregasi scr agama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aturan itu sudah berusia 50 tahun. Masalah klasik yang belum terpecahkan adalah kawin beda agama itu. Soal ini sangat sensitif di Indonesia. Makanya belum ada jalan keluar yang menang-menang. Yang ada menang-kalah. Satunya ngalah agar bisa kawin.

      Hapus
  2. Sy punya teman baik orang India, seorang PhD Astrofisika, yg menikah dgn orang Pakistan. Hindu dengan Islam. Kok bisa? Krn ketika menikah di Pakistan, yg cowok menjadi “mualaf” dgn mengucapkan syahadat. Islam memang memudahkan orang utk masuk agamanya. Ga perlu katekismus lama2. Dalam 5 detik asal mengucapnya di depan saksi, mualaf lah kamu. Lalu boleh nikah.

    Setelah tinggal di Amerika, balik lagi menjadi agnostik. Tidak turut Hindu maupun Islam. Sang istri lulusan master dari MIT, juga tidak terlalu religius. Hanya ketika mau melakukan perjalanan jauh, sang istri selalu mengucapkan doa dan mengangkat tangannya yg membawa Al Quran utk memberkati seluruh anggota keluarganya.

    Anak2nya pun abangan, ikut merayakan hari Natal secara sekuler. Mereka pintar2 seperti papa mamanya. Yg satu jadi dokter hewan, yang lainnya ahli kesehatan masyarakat.

    BalasHapus
  3. Suka bingung dengan aturan pernikahan seagama ini. Harusnya sih yang seagama ini dikhususkan di KUA saja, atau yang salah satunya Islam, jelas salah satunya harus mualaf

    Kalau yang nonis harusnya gak usahlah diikut-ikutan aturan pernikahan satu agama ala orang Islam. Banyak tetangga saya di Jakarta nikah Buddha-Protestan, didaftarkan di catatan sipil Protestan. Setelah balik dari catatan sipil, ya balik lagi sembayang ke agama masing-masing hahaha... gak ada yang di-"Kristenkan" atau di-"Buddhiskan". Teman baik saya juga gitu, nikah di catatan sipil secara Buddhis, selesainya nikah, teman saya yang Katolik ini ziarah ke Lourdes, sementara suaminya yang Buddhist ikut ziarah meditasi Tzu Chi ... hahaha...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kamsia atas Siansen punya pendapat dan bagi tau pengalaman teman. Memang idealnya satu agama, satu denominasi, satu gereja dan serba sama. Tapi dalam hidup tidak selalu ideal.

      UU Perkawinan di Indonesia memang begitu sejak 1974. Ada orang yg easy going tapi banyak orang yang sangat kuat prinsipnya. Sebab agama tidak bisa dianggap mainan atau baju yang bisa ditukar setiap saat.

      Hapus
    2. Halah Lambertus, sampeyan ini terlalu sopan. Menurut saya, terus terang saja UU Perkawinan ini diciptakan untuk mencegah muslim atau muslimah yang pindah agama ikut istri atau suaminya. Karena itu dipersulit.

      Hapus
    3. Kita orang sudah lama di Jowo jadi biasa bicara kromo inggil, bahasa halus. Tak elok lah tuan buat orang tersinggung. Macam tu lah hehe

      Hapus
    4. Sampeyan kan Jawane arek. Jawane Meduro. Malang, Jember, Surabaya. Krama Inggil iku basa ketoprak.

      Hapus
    5. Itu encik punya pendapet ada benernya. Jowo arek iku Suroboyo, Darjo, Gresik, Malang. Jember ikut wilayah budaya Jowo Pendalungan karena dominasi Meduro.

      Semua Jowo yo tetep unggah-ungguh lan toto kromo sing apik. Krama Inggil tambah tinggi rasa bahasanya. Kamsia.

      Hapus
  4. Saya punya 2 surat nikah, tetapi kami tetap satu mempelai. Surat nikah pertama tercantum nama saya:
    Waras Husodo Djimerto, o.r.B. (ohne religiöses Bekenntnis = tidak punya agama). Nama istri Maria Theresia Wowor, röm. kath. (römisch katholisch).
    Orangtua mempelai lelaki : Liang Bo-peng, Thio Kiem-lan Nio. Orangtua mempelai perempuan: Tan Ho-peng, Tjoa Le-mu Nio. Terus masih ada pekerjaan : Kuli bangunan, dan nyonya rumah tangga (yo boyo, gendakan, babu, mbok,dll. Lha wong ning eropa ora duwe ubab).
    Surat nikah kedua, yang baru: Nama kedua mempelai tok, tanpa rubrik agama, tanpa nama orangtua, tanpa ada nama pekerjaan, pokoke ora ono tetek-bengek SARA. Kalau saya ditanyai, agama mu apa ? Saya akan jawab: e.g.P. (emangnye gue Pikirin), tidak lagi o.r.B. , sekarang sudah ganti agama.

    Pegawai bule catatan sipil mula-mula heran dan bingung, kok Djimerto dan Wowor punya ayah namanya Liang dan Tan. Saya juga bingung, bagaimana harus menerangkan semua tentang Cino-Indonesia dan Gestok. Melihat saya bingung, si pegawai kantor catatan sipil bule akhirnya tersenyum, dan bilang : Saya mengerti sekarang, kalian berdua adalah anak2 haram. Yo wis karep mu kono !
    Pokoke perkorone ndang beres.

    BalasHapus