Dahlan Iskan sudah 71 tahun. Hari jadinya saban 17 Agustus. Cukup tua. Tapi masih rajin menulis. Saban hari. Menulis kolom untuk Disway. Kemudian dimuat juga di portal-portal dan media-media lain.
Gaya Pak Bos, sapaan akrab Dahlan Iskan di Grup Jawa Pos, belum berubah. Kalimatnya pendek-pendek. Tak ada kalimat majemuk. Macam ini.
"Coba kalimat Anda dipotong. Dijadikan 3 kalimat pendek," kata Pak Bos kepada wartawan muda.
Pak Bos sering sidak ke ruang reporter, redaktur, penata letak, desain grafis, dsb. Tapi paling sering muncul tiba-tiba di meja wartawan. Diam-diam Bos membaca tulisan wartawan. Khususnya lead. Alinea pertama jadi kunci.
"Lead Anda jelek. Ganti! Sekarang!" perintah Bos dengan suara khasnya.
Saya selalu ingat "rukun iman" soal kalimat pendek itu. Bos juga masih sering mengulang ajaran lama itu dalam berbagai wawancaranya di YouTube. Kalimat-kalimat panjang membuat pembaca kelelahan. Sulit mengerti. Pusing.
Dahlan Iskan menulis:
"Saya juga selalu mengajarkan agar dalam menulis kalimat-kalimatnya harus pendek. Kalimat pendek, begitu saya mengajar, akan membuat tulisan menjadi lincah.
Kalimat-kalimat yang panjang membuat dada pembaca sesak. Semakin pendek sebuah kalimat, semakin membuat tulisan itu seperti kucing yang banal.
Apalagi kalau di sana-sini diselipkan kutipan omongan orang. Kutipan itu — direct quotation — juga harus pendek-pendek.
Mengutip kata seorang sumber berita dalam sebuah kalimat panjang sama saja dengan mengajak pembaca mendengarkan khotbah. Tapi, dengan selingan kutipan-kutipan pendek, tulisan itu bisa membuat pembaca seolah-olah bercakap-cakap sendiri dengan sumber berita."
Itu kutipan tulisan Dahlan Iskan di koran Jawa Pos sekian tahun lalu selepas ganti hati di Tiongkok. Kemudian dijadikan buku Ganti Hati.
Sekian tahun kemudian media sosial (medsos) merajalela. Internet jadi kebutuhan. Semua orang baca berita, cari informasi apa saja di internet. Tinggal buka ponsel.
Gaya penulisan Pak Bos pun kelihatannya berubah. Menyesuaikan dengan gaya medsos. Kalimat-kalimat Pak Bos yang sudah pendek jadi makin pendek. Sering cuma satu kata. Tak ada lagi pola SPO atau SPOK seperti pelajaran bahasa Indonesia di SD dan SMP tempo doeloe.
Berikut contoh tulisan Dahlan Iskan. Judulnya Banjir Tuhan.
Juli belum lagi tanggal 10. Hujan sudah datang lagi. Lebat. Panjang. Di mana-mana. Sampai heboh di medsos. Lumajang banjir besar. Bali banjir besar.
Hujan apakah ini?
Harusnya musim hujan 2022/2023 sudah lewat. Berakhir dua bulan lalu. Harusnya, musim hujan yang akan datang belum tiba. Masih jauh. Oktober depan.
Jumat-Sabtu lalu di Lumajang, Jatim, hujan tidak berhenti. Dua hari. Siang-malam. Hanya reda sebentar menjelang tengah hari.
"Habis Jumatan hujan lebat lagi. Sampai Sabtu. Tidak ada redanya. Listrik padam," ujar Imam, sahabat Disway di lereng gunung Semeru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar