Di Surabaya, dekat Taman Bungkul, ada Gereja Katolik Bebas St Bonifacius. Bangunannya khas gereja zaman Hindia Belanda. Tidak besar tapi menarik.
Banyak orang Katolik Roma heran ada Gereja Katolik Bebas?
Apakah ada hubungan dengan Katolik biasa (yang tidak bebas)?
Liturginya bagaimana?
Kolom agama di KTP jemaatnya ikut agama apa? Katolik atau Kristen Protestan?
Dulu saya pernah menulis agak panjang Gereja Katolik bebas. Tapi hilang di blog lama. Saya pernah dua atau tiga kali ikut misa di Katolik Bebas itu. Ingin tahu liturginya seperti apa.
Ternyata secara umum hampir sama dengan ekaristi di Katolik Roma. Bahkan sama dengan misa di Gereja Katolik sebelum Konsili Vatikan II. Pastornya membelakangi umat. Ada pagar pembatas area altar dengan jemaat.
Kata-kata liturgi pun boleh dikata 11/12 dengan Katolik Roma. Cuma beda terjemahan saja. Lagu-lagunya tenang, meditatif, banyak pendarasan Mazmur macam di biara-biara.
Bedanya, Gereja Katolik Bebas tidak mengakui Paus di Vatikan. Pusat gerejanya di Belanda kalau tidak salah. Gereja ini sangat mirip Katolik Roma meski di Indonesia digolongkan sebagai Kristen (Protestan). Sebetulnya kurang cocok disebut Protestan.
Gak nyangka, Stefanus Nuradhi, anggota komunitas tempo doeloe, ternyata tahu banyak tentang Gereja Katolik Bebas. Bahkan, dia pernah jadi misdinar alias putra altar di GKB St Bonifacius.
"Berkunjung ke dua bangunan berdampingan di Jalan Serayu 9 dan 11 sama saja kembali ke kenangan waktu remaja dulu. Bagaimana tidak, karena waktu itu saya aktif sebagai anggota PPTI (Perhimpunan Pemuda Theosofi Indonesia Cabang Surabaya "JYOTI", dan juga misdinar di GKB St. Bonifacius," tulis Stefanus.
Gereja Katolik Bebas St Bonifacius Surabaya dibangun tahun 1923. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Loji Mason St Germain, dibangun oleh Nedam dan didesain oleh Jo & Sprey.
Tahun 1926 Gereja Katolik Bebas St Bonifacius diresmikan oleh Bishop (Uskup) regional Hindia Belanda waktu itu J.L. Mazel. Gedung itu secara terus-menerus dipakai untuk ibadah hingga sekarang.
"Bentuk bangunan gereja sendiri sepertinya terinspirasi gereja kecil distrik di Eropa," kata Stefanus yang kini anggota Gereja Katolik (Tidak Bebas) di Jalan Kepanjen, Surabaya.
Di sebelahnya, pada tahun 1929 dibangun gedung loji St. Germain. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh C.W. Leadbeater pada hari Sabtu 3 Agustus 1929. Peresmiannya oleh A.G. Vreede pada 23 Agustus 1930.
"Dua gedung ini merupakan warisan heritage buat Surabaya, yang sarat dengan sejarah gerakan Theosophical Society yang didirikan oleh Helena Petrovna Blavatsky dan Col. Olcott di NY 1875 dan menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tahun 1882 pusat pindah ke Adyar, India."
Dalam perkembangannya Theosofi memiliki dua sanggar. Satunya di Jalan Kedungdoro 4 dengan status sewa untuk kegiatan organisasi dan gathering.
Sedangkan gedung di Jalan Serayu 9 untuk pendalaman esoteris theosofi. Saat ini Perhimpunan Theosofi Tjabang Indonesia (PTTI) telah berubah jadi Perhimpunan Warga Theosofi Indonesia Sanggar Penerangan.