Jumat, 17 Mei 2024

Monggo Dipun Badhog bersama Dukut Imam Widodo - Nostalgia Kuliner Surabaya

Sesekali Ayas nyambangi Dukut Imam Widodo di Wiguna Tengah, Gunung Anyar, Surabaya. Kera Ngalam asli ini dikenal sebagai penulis buku-buku tempo doeloe di Jawa Timur. Kebetulan dia menguasai bahasa Belanda, Inggris, Arab (pernah kerja di Saudi), sedikit Prancis.

Sam Dukut ini kebetulan satu alumni dengan Ayas di Mitreka Satata alias SMAN 1 Malang. Ayas kasih tau ada acara Uklam Tahes - jalan sehat - semacam reuni tipis di Oud School van Ngalam. Sam asli Lowokwaru ini biasanya males ikut uklam tahes atawa reuni-reunian.

Obrolan pun apa lagi kalau bukan buku-buku karangan Dukut Imam Widodo. Salah satunya MONGGO DIPUN BADHOG. Ayas dulu kaget dengan kata badhog. Banyak orang bilang kasar. Tidak sesuai dengan tata krama dan unggah-ungguh Jowo.

Tapi bukan Sam Dukut kalau tidak bisa membuat alasan yang tokcer. Pertanyaan soal "badhog" juga disampaikan saat peluncuran buku itu di CCCL Surabaya.

Ada seorang ibu komplain. Mengapa judul bukunya kok kurang sopan? Kata badhog atau mbadhog itu gimana gitu.

Sam Dukut mengenang:

"Saya tanya ke Ibu itu: Buk, Sampean pernah blusukan di kampung-kampung Suroboyo? Ibu itupun njawab, ndak pernah. Itulah masalahnya.

Untuk soal 'makan', Wong Suroboyo ndak ada yang bilang 'dahar'. Lazimnya mereka bilangnya 'mbadog'. Yang agak kasar sedikit 'nyosrop', atau 'njeglak'. Jadi, itulah alasannya mengapa buku ini judulnya Monggo Dipun Badhog yg nyritakan kuliner tempo doeloe di Surabaya."

Kata-kata bahasa Jawa memang banyak sinonimnya. Dan rasa bahasanya beda. Ada yang netral, biasa, kasar, kasar banget, halus, hingga halus bangeeet. Badhog ini termasuk kata kasar banget, kata ibu itu dan banyak orang Jawa umumnya.

Dukut Imam Widodo menceritakan dengan gaya khas jenaka aneka makanan khas Suroboyo. Bikang, onde-onde, nogosari, kucur, getas, klepon, lopis, klanting, gethuk.

Ada lagi badhogan berkuah seperti soto, rawon, tahu campur, lontong balap, kupang lontong.

"Tapi, Dulur, pernahkah Sampèyan mendengar nama mageli, santinet, gempo, kulpang, klethikan, juwawut, roti benthel, bubur manggul, bongko, selong, lempang-lempung, srebe, kompolan, bledus, bobohan, kreco, jemunek, srinthil, gebedel, dumbleg, grobyak, dan masih banyak lagi nama-nama aneh lainnya.

Bisa jadi Sampean sudah pernah dengar bahkan sudah pernah merasakannya. Tapi bagi yang belum, mungkin akan bertanya-tanya dalam hati: Iki ngono jenenge badhogan opo limbah pabrik?"

2 komentar:

  1. Dari daftar makanan yang di paragraf belakangan itu yang saya kenal hanya bongko (bangka). Itu bentuk dan rasanya hampir mirip nagasari tapi tidak sepadat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebetulnya makanan² itu ada semua, tapi carinya agak susah. Bledus di NTT disebut jagung bose banyaaak. Srintil juga ada. Di daerah Bungurasih pagi hari ada yg jual jajan² lawas ini.

      Hapus