"Can I speak with Bowo, please?"
"Who speaking here?"
"Jane."
Demikianlah telepon di rumah keluarga Dr Sumitro di London setiap saat berdering. Kebanyakan telepon-telepon itu berasal dari gadis-gadis Inggris cilik yang ingin bicara dengan Bowo - nama lengkapnya Prabowo Subianto.
Anak ketiga Dr Sumitro sering dikejar oleh gadis-gadis cilik karena parasnya yang cakep. Kali ini Jane yang ingin bicara. Lima menit kemudian Margareth. Lain kali lagi Rose.
Akan tetapi gadis-gadis cilik ini kerap kali juga dibuat kecewa karena Bowo yang baru berusia 15 tahun dan belum suka cewek-cewekan sering kali membentak mereka agar jangan mengganggunya di rumah.
"I've told you many times not to call me at home!"
Bowo sudah beberapa tahun menetap di London bersama ibunya Ny Dora Sumitro, kakaknya Maryani Ekowati, dan adiknya Hasyim Suyono.
Kakaknya yang sulung Biantiningsih yang berusia 19 tahun telah setahun lebih meninggalkan mereka untuk belajar sebagai mahasiswi tingkat II pada Universitas Wisconsin, Amerika Serikat. Sedangkan ayahnya Prof Dr Sumitro dalam enam bulan kadang-kadang hanya satu minggu tinggal bersama mereka.
Di sini nampaklah betapa beratnya kehidupan Ibu Dora Sumitro, seorang wanita Manado, sebagai seorang ibu dari 4 orang anak yang selalu harus berpisah dengan suaminya di tempat asing.
Problem-problem rumah tangga kerap kali harus dipecahkannya seorang diri. Salah satu problem misalnya Hasyim yang ketika meninggalkan Indonesia baru berusia tiga tahun kini sama sekali tidak dapat berbahasa Indonesia.
Akan tetapi, untunglah bahwa anak-anak tersebut dalam bidang pendidikan tidak banyak menimbulkan kesulitan bagi ibunya. Mereka semuanya pada umumnya mewarisi kepandaian ayahnya.
Terutama Bowo sangat menonjol sekali kecerdasannya di sekolah, sehingga ia meloncat satu kelas dan kini duduk bersama dengan kakaknya, Maryani, di kelas dari sebuah sekolah menengah di London. Menurut rencana, keluarga Sumitro akan kembali ke tanah air setelah kedua anak ini lulus.
Kehidupan di London ini jauh lebih bahagia jika dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Pada saat permulaan hidup pengembaraan mereka, sekitar tahun 1957-1958, mereka jauh lebih banyak mengalami kesengsaraan.
Ketika meninggalkan Indonesia pada 10 Mei 1957 mereka mengungsi ke Singapura. Di sini mereka tidak tinggal lama karena kemudian Dr Sumitro kembali ke Manado untuk mondar-mandir ke di daerah-daerah, khususnya di Padang dan Palembang.
Tahun 1958 mereka untuk kedua kalinya meninggalkan tanah air untuk mengembara di Singapura, Kuala Lumpur, Zurich, dan akhirnya London.
Di Singapura dan Kuala Lumpur mereka hanya tinggal kira-kira 1,5 tahun karena kehadiran mereka tidak dikehendaki oleh pemerintah negara-negara tersebut. Demikian pula di Zurich permintaan perpanjangan izin mereka tidak dikabulkan.
Sementara itu, Dr Sumitro sendiri mondar-mandir dari satu negara ke negara lain dan hanya kadang-kadang saja singgah ke rumah mengunjungi anak istrinya.
Di Bangkok, Singapura, dan Kuala Lumpur Dr Sumitro sering tinggal karena di tempat-tempat itu ia membuka kantor penasihat ekonomi yang diberi nama Economic Consultant for South Asia sekadar untuk mencari nafkah bagi hidupnya.
(Kutipan dari Threes Nio, Kompas, 11 Juli 1967)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar