Sebulan ini saya pantau via media sosial, kegiatan Flobamora di Jawa Timur meningkat pesat. Mulai dari deklarasi di hotel, rapat pengurus, hingga pembentukan rayon-rayon di Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Malang.
Di satu sisi, gairah para perantau Flores, Sumba, Timor, Alor dan pulau-pulau lain di NTT yang berada di Jatim sangat mengesankan. Belum pernah ada paguyuban Flobamora seaktif ini. Bahkan di tengah pandemi Covid-19.
Sejak dulu sudah ada Flobamora-Flobamora di berbagai kota di Indonesia. Flobamora juga ada di Malaysia yang banyak perantau NTT. Khususnya Sabah dan Serawak. Tapi biasanya Flobamora cuma sekadar ajang kumpul-kumpul untuk arisan atau Natal bersama.
Karena itu, Flobamora biasanya hidup sejenak lalu mati suri. Hidup lagi saat Natal bersama. Lalu mati lagi. Di Surabaya, Flobamora sudah mati 20an tahun. Salah satu penyebabnya karena tokoh-tokoh senior NTT menghadap Bapa di surga.
Nah, Flobamora 2020 ini kelihatannya lebih serius. Pola mainnya beda dengan Flobamora-Flobamora lama yang tidak punya pengurus beneran.
Flobamora 2020 punya banyak sekali pengurus. Ada dewan pembina, dewan penasihat, pengurus rayon dsb. Mirip ormas atau partai politik. "Kita sudah bentuk tujuh rayon. Yang lain akan menyusul," kata Mery Mete, pengurus Flobamora asal Sumba.
Mery Mete tak lupa berbagi foto-foto pertemuan untuk membentuk rayon di Sidoarjo dan Gresik. Ramai banget. Seperti tidak ada Covid-19. Orang-orang NTT itu berkumpul, berdekatan, layaknya kondisi normal. Banyak peserta tidak pakai masker.
Kok bisa begini?
Apa tidak khawatir virus corona yang jahat itu?
Apakah tidak bisa ditunda pembentukan rayon-rayon itu?
Apakah Flobamora ini begitu mendesak untuk orang NTT di Jatim?
Sebagai orang yang setiap hari diwajibkan masuk bilik disinfektan, cuci tangan, semprot hand sanitizer, ngantor gantian 50%, saya hanya bisa ngelus dada melihat kelakuan saudara-saudari sesama orang NTT di perantauan itu.
Ada kesan seperti meremehkan Covid-19. Mengabaikan protokol kesehatan yang diwajibkan Gubernur Jatim Khofifah dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Kepatuhan terhadap prokes sangat rendah.
Covid-19 sudah menjadi bencana dahsyat bagi bangsa kita. Bahkan seluruh dunia. Sudah tujuh bulan dunia digoncang virus korona baru yang telah menelan ribuan nyawa itu.
Mudah-mudahan orang NTT baik di rantau maupun di bumi Flobamora sadar dan mau bekerja sama dengan pemerintah untuk mengatasi wabah ini. Apa sih sulitnya pakai masker, jaga jarak, tidak berkerumun?