Senin, 07 Oktober 2019

Surabaya 39 Celcius, Doa Minta Hujan

Surabaya memasuki puncak panas. Seminggu terakhir media sosial dipenuhi komplain masyarakat tentang suhu yang begitu panas.

BMKG Juanda bilang suhu tertinggi mencapai 38 derajat Celcius. Tapi sejumlah warga bilang 39. Bisa saja kualitas dan standar termometer warga beda dengan BMKG. Metode pengukurannya juga tidak standar ilmiah.

Gunawan di Darmo Harapan: "Puanas pool.. Darmo harapan 35 derajat Celcius."

Wasiran: "Jemursari 38 derajat."

"Masuk get tol dupak arah satelit langsung merayap. Cuaca murup 36 derajat," tulis Hendra Purnama.

"Citraland 38 derajat C," tulis Helen.

Musim kemarau memang masih panjang. Hujan baru mulai menitik pada bulan November. Itu pun belum belum tinggi intensitasnya. Bagus untuk pedagang es tebu, es blewah, es dawet, dsb di pinggir jalan.

Menurut Teguh Susanto dari BMKG Juanda, panas terik yang menyengat di Surabaya juga akibat posisi matahari. Sang Surya lagi tur ke belahan bumi bagian selatan.

"Sekitar tanggal 13 dan 14 Oktober, matahari akan tepat di atas Surabaya," kata Teguh.

Maka, bisa dipastikan Surabaya bakal lebih panas hingga akhir Oktober. Nanti setelah Sang Surya sampai di Australia baru kepanasan ini sedikit berkurang. Diganti mendung nan sumuk.

Yen dipikir-pikir, panas atau hujan sebetulnya sama-sama gak enak. Di Surabaya dan Sidoarjo ini meskipun hujan sedikit saja hampir pasti banjir parah. Misalnya di kawasan dekat Sungai Buntung, Kecamatan Waru, Sidoarjo. Seperti Kedungrejo, Bungurasih, hingga Tambaksawah dan Tambaksumur.

"Saya sih lebih menikmati musim kemarau ketimbang hujan," kata Greg Suharsojo, seniman eks Lekra di Beringinbendo, Sidoarjo.

Maklum, rumah Mbah Greg selalu terendam air hujan cukup tinggi. Mirip tambak di musim hujan.

Kemarin Gubernur Khofifah bersama pejabat-pejabat muspida melaksanakan salat minta hujan. Salat Istisqa. "Kami berharap Allah berkenan menurunkan hujan," ujar Bu Gub.

Semoga permohonan Bu Gub dan masyarakat Jatim dikabulkan Sang Pencipta. Agar kepanasan, kekeringan, dan kebakaran segera berlalu.

4 komentar:

  1. Di tahun 1980an, di rumah saya ada termometer yg selalu saya cek. Di malam hari sampai pagi buta, 29C, bahkan 28C. Tidak pake AC masih bisa tidur enak jika jendela dibuka.

    Di siang hari, paling panas 34C.

    BalasHapus
  2. Betul. Suhu udara di Surabaya tahun 80an memang segitu. Cukup nyaman untuk istirahat siang dan malam. Sekarang semua orang boleh dikata ke mana2 pake sepeda motor dan mobil. Dari sini saja sudah bisa ditebak panas yang dihasilkan jutaan mesin itu di jalan raya. Belum lagi fenomena pemanasan global.

    Pokoke puanass puolll saiki. Makanya Bu Risma sangat rajin menanam pohon.

    BalasHapus
  3. Malang juga sama. Dulu saya tidak tahan mandi pagi saking dinginnya. Sekarang tidur tanpa selimut pun gak masalah.

    Ribuan kendaraan bermotor di jalan raya, sementara jalan raya di Malang masih sama dengan pertengahan 80an. Macet dan semrawut dari Lawang, Singosari dst. Jalan kaki di Malang juga gak asyik lagi.

    BalasHapus
  4. Barusan ke Batu. Suhunya masih ok, tetapi polusi udara karena asap kendaraan di mana2. Polusi suara karena suara kendaraan juga di mana2. Batu ga asik lagi. Mau melarikan diri dari Surabaya malah terperangkap macet memasuki kota Batu.

    BalasHapus