Sabtu, 12 Oktober 2019

Lupakan Bola Kaki! Fokus Badminton!



Lupakan sepak bola!

Indonesia bisa dipastikan tidak mungkin bersaing di tingkat dunia. Tingkat Asia pun sulit. Tingkat Asia Tenggara alias SEA Games atau Piala AFF pun berat. Lawan Malaysia atau Thailand saja kedodoran. Begitu juga Vietnam, Laos, Kamboja, Myanmar, atau Singapura.

Lama-lama tim nasional RI pun bakal keok oleh Timor Leste atau Brunei. Ini kalau permainan Beto dkk masih sama seperti saat melawan Malaysia, Thailand, dan UEA. Selama sepak bola masih berdurasi 90 + 5 menit saya sangsi sepak bola Indonesia bisa maju. Ada baiknya Jokowi melobi FIFA agar sepak bola alias bola kaki (istilah khas NTT) bisa dipangkas durasinya.

Sebetulnya Indonesia tidak merana sendiri dalam urusan persepakbolaan. USA dan Tiongkok pun sama. Meskipun USA sudah tembus Piala Dunia. Liga Tiongkok juga makin marak dengan kehadiran pemain-pemain top dunia.

Bedanya, bola kaki tidak populer di USA atau Tiongkok. Orang Amerika lebih doyan basket NBA, sepak bola ala amrik, dan banyak cabang olahraga lainnya. Tiongkok juga sangat hebat di berbagai cabang olimpiade.

Indonesia ini sangat malang. Jutaan rakyat + pejabat + politisi doyan bola kaki, tapi prestasinya jeblok. Penonton Persebaya rata-rata 30 ribu sampai 40 ribu orang. Tapi prestasi sepak bolanya tidak ada. Makin lama makin suram.

Mestinya KONI dan pemerintah sudah lama melakukan pemetaan cabor. Tidak seperti sekarang. Tidak jelas cabang-cabang yang jadi unggulan kita. Sepak bola yang nihil prestasi anggarannya sangat sangat besar alias tremendeous, pinjam istilah Mr Trump.

Satu klub saja bisa habis Rp 20 miliar. Dulu malah dibiayai APBD. Belum fasilitas stadion, wisma atlet, hingga transportasi. Mana ada cabang lain dapat kucuran anggaran miliaran rupiah? Silat yang hebat di Asian Games 2018 dapat berapa? Senam? Hoki?

Syukurlah, Bappenas yang tidak mengurus olahraga justru lebih paham penyakit-penyakit kita di bidang olahraga. Kemenpora kalah deh. Apalagi menpora jadi tersangka kasus korupsi. Uang rakyat malah disunat untuk kepentingan oknum-oknum itu. Bukan untuk memajukan prestasi olahraga ke tingkat dunia.

Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menganggap program pembinaan olahraga di Indonesia selama ini tidak jelas. Tidak ada target prestasi yang mantap di olimpiade. Semua cabang olahraga dibina tapi cuma sekadar saja.

Bappenas mengusulkan 10 cabang prioritas: badminton, panjat tebing, atletik, panahan, angkat besi, taekwondo, senam, dayung, renang, sepeda.

Bola kaki alias sepak bola?

No way! Lupakan saja. Indonesia memang sudah selayaknya menggunakan sistem piramida terbalik ala jurnalistik. Posisi teratas piramida adalah the most important sport: badminton!

Hanya bulu tangkis yang membuat nama Indonesia harum di level dunia sejak tahun 1950an sampai sekarang. Memang prestasi badminton kita pasang surut belakangan ini. Tapi Indonesia masih tetap berada di jajaran elite dunia.

Demam badminton perlu dihidupkan lagi seperti pada era 80an dan 90an. Ketika kita ketagihan menonton Liem Swie King, Icuk Sugiarto, Susi Susanti, Alan Budikusuma, Taufik Hidayat, Haryanto Arbi dsb. Pembinaan yang sudah dirintis Djarum selama 60an tahun jangan dimatikan.

Prinsip piramida terbalik itu makin ke bawah makin tidak penting. Bisa diabaikan atau dipotong. Bola kaki alias sepak bola alias balbakan sudah tentu berada di ujung bawah piramida terbalik yang runcing itu.

Anehnya, di Indonesia ini sepak bola justru berada di posisi paling atas sebagai the most important sport. Anggaran dari APBD paling banyak ketimbang cabor-cabor lain macam silat, kempo, muaythai, catur, bridge, atau bola tangan.

Tak hanya di pusat, daerah-daerah pun tidak punya olahraga unggulan. KONI Sidoarjo misalnya punya 40 cabang olahraga. Apa cabor unggulan Sidoarjo? Tidak jelas.

"Kita punya banyak cabor unggulan. Kita juga punya program sport science," kata Ketua KONI Sidoarjo Franki Efendi jelang Porprov Jatim beberapa waktu lalu.

Karena peta olahraganya tidak jelas, tak ada piramida terbalik, targetnya pun asal bunyi. Bupati Sidoarjo Saiful Ilah berkali-kali bilang Sidoarjo bakal jadi juara umum. Mengungguli Surabaya yang sejak dulu sangat perkasa.

Waduh... Abah Saiful! Hitung-hitungan medalinya bagaimana? Data dari KONI bagaimana? Kok ngaco gitu?

Sidoarjo akhirnya peringkat ketiga. Surabaya mantap jadi juara porprov. Jumlah medali emas yang diraih Surabaya bahkan jauh di atas perolehan Sidoarjo dan beberapa kabupaten lain dijadikan satu.

6 komentar:

  1. piramida-terbalik ada istilah asli Indonesia-nya, lebih singkat dan tepat. fenomena itu ada dalam budaya kepercayaan jawa dan kepercayaan feng-shui cina. Kata orang jawa, kalau membeli tanah untuk membangun rumah, carilah yang bentuknya ngantong ( bagian depan harus lebih sempit daripada bagian belakang = dari kata kantongan ), jangan sekali-kali membeli tanah yang bentuknya piramida-terbalik = istilah jawa-nya ngukus ( asalnya dari kata kukusan ).
    Orang cina paling suka mengubah kata- atau nama-asing sesuka udelnya. Kalau saya berkunjung kekampung hoakiao di Tiongkok, selalu saya bertanya, orang-tua atau kakek-nenek kalian di Indonesia dari kota mana ? Selalu saya mendapat jawaban nama kota, yang saya tidak tahu artinya.
    Lalu saya menggambar peta Indonesia diatas secarik kertas, nah dimana letak kota yang kalian maksud ? Jawaban-nya hanyalah gelengan kepala.
    Saya sendiri kenalnya cuma : Gualambang (dialek hokkien) atau Wainanmeng ( cara mandarin ) adalah Banyuwangi yang dimaksud. Tentu saja si-shui = surabaya. dengpasa = denpasar. yajiada = jakarta.
    balidao = pulau bali. Lain2-nya aku ora wero.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haiya.. sishui ciamik soro.
      Wainanmeng... kita orang baru denger.
      Balidao.... cocok bunyinya.

      Kamsia atas penjelasan soal piramida terbalik di bidang pertanahan. Bagus banget filsafatnya wong han kuwi.

      Hapus
  2. Lupakan bola kaki, fokus badminton. Kok kasih-mu hanya sekejap ? Seperti lagu yang sering dinyanyikan oleh para mbakyu di-warung2 di Tambakredjo-Surabaja tempo doeloe.

    BalasHapus
  3. Semalam timnas kalah lagi dari Vietnam. Main di Bali tapi dipermalukan Vietnam 1-3. Kita orang sudah kehabisan kata untuk mengkritik timnas asuhan Simon.

    Vietnam eks negara perang saudara kini berkembang jadi kekuatan baru di Asia Tenggara. Ekonominya bagus, bola kakinya juga ciamik.

    Indonesia malah makin gak karuan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. " Dabei sein ist alles " Pokoke ikut main, perkara kalah atau menang, semuanya ada di tangan Allah ! Gitu aja kok repot.

      Hapus
    2. Pokoke main.. kalah gak popo. Ini semboyan tim Askring alias Asal Keringet para karyawan media di surabaya. Lebih santai dan menghibur. Cocok dengan filsafat homo ludens yg terkenal itu.

      Kalau timnas juga pakai moto asal keringet, kalah gak papa ya bagus juga. Biar penonton tidak memaksa pemain2 untuk menang menang menang hehehe.

      Hapus