Ada pohon kelor di pinggir jalan raya kawasan Rungkut, Surabaya. Sangat hijau dan rimbun. Padahal tanaman yang nama Latinnya Moringa oleifera ini tidak pernah disiram. Kelor bahkan dianggap tanaman liar di Jawa.
Ada orang yang mengaitkan kelor dengan orang mati. Daun kelor dimasukkan ke dalam wadah berisi air. Lalu airnya dipakai untuk memandikan jenazah. "Untuk menghilangkan ilmu-ilmu atau susuk yang sekiranya dipakai jenazah itu," kata teman dari Sidoarjo.
Karena itu, daun kelor tidak pernah dijadikan sayur di Jawa. Aneh rasanya makan sayur yang dikaitkan dengan kematian. "Saya sih makan aja karena gak punya ilmu hitam," kata Mbah Thelo, almarhum, pelukis senior di Sidoarjo.
Lain padang lain belalang. Di NTT, khususnya Flores Timur dan Lembata, kelor justru merupakan sayur yang paling populer. Di mana-mana orang makan nasi atau jagung atau singkong dengan sayur merungge alias kelor itu. Mirip sayur bening.
Orang Flores Timur memang menyebut kelor dengan merungge. Di Kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) ada kata MERUNGGAI yang sinonimnya kelor (Moringa oleifera). Jadi, sangat wajar kalau orang Flores menyebut kelor dengan merungge. Bahasa Lamaholot: MOTONG. Orang-orang kampung biasa bilang MOTONG LOLON.
Motong: kelor, merunggai.
Lolon: daun.
Motong lolon: daun merunggai.
Merunggai alias merungge alias kelor ini tanaman yang sangat bandel. Tahan hidup di lahan kering. Saat kemarau panjang pun tetap hidup dari tetesan embun dini hari. Karena itulah, NTT yang kering sangat familiar dengan kelor.
Memasaknya pun sangat cepat. Tidak ruwet. Masukkan daun kelor ke dalam air mendidih. Lalu dicampur sedikit bumbu macam bawang, garam, dan sebagainya. Jangan lama-lama agar tidak hancur di dalam air panas.
Yang menarik, meskipun merungge alias kelor ini dimakan (hampir) setiap hari, tidak ada orang yang menanam sayur ini secara khusus. Beda dengan sawi atau kol, kelor tumbuh liar di mana-mana.
Ada yang berusia hingga puluhan tahun. Batang dan cabangnya besar. Tapi yang umum sebaiknya kelor jangan dibiarkan terlalu tua. Memetik daunnya yang sulit.
Saya perhatikan 10 atau 15 tahun terakhir kelor mulai lumayan populer di Jawa Timur. Ini setelah muncul buku-buku dan tulisan-tulisan di internet tentang manfaat kelor.
Ada yang bilang kelor punya 10 manfaat. Artikel lain bilang 15 manfaat. Yang lain lagi 18. Ada lagi yang menulis 25 manfaat kelor. Suka-sukalah orang menulis apa saja. Toh tinggal jiplak alias copy and paste saja.
Yang menarik, para penulis buku atau artikel tentang kelor itu sebetulnya bukan pemakan sayur kelor alias merungge. Tak ada satu pun dari NTT atau Flores.
Orang Lembata seperti saya malah tidak tahu manfaat kelor. "Manfaat makan sayur merungge supaya tidak lapar," kata Reynold, bocah SD di Lewotolok, Lembata.
Daun kelor itu kecil-kecil. Makanya dalam bahasa Indonesia ada ungkapan, dunia tidak sedaun kelor ... untuk menghibur mereka yang baru ditolak cintanya, atau dipecat dari pekerjaannya. Artinya: dunia itu begitu besar, pasti lebih banyak kesempatan di luar sana. Padanannya dalam Bahasa Inggris: there is plenty of fish in the ocean.
BalasHapusDulu sudah pernah nulis artikel daun kelor ini di blog lama ya bung (blog hurek.blogspot.com)
BalasHapusnggak apa-apa ditulis ulang lagi saja, saya sebenarnya juga pengin baca tulisan-tulisan bung Hurek yang lama
Betul.. daun kelor sudah pernah saya bahas di blog lama. Biasanya kalau lihat tanaman kelor di pinggir jalan saya teringat kelor2 di NTT yg jadi menu sehari-hari masyarakat.
BalasHapusBiasanya yang kita makan adalah klentang nya, dibuat jangan asem.
BalasHapus