Minggu, 20 Oktober 2019

Perlu Belajar ke Tiongkok


Masih banyak orang Indonesia yang memandang remeh Tiongkok. Itu memang hasil indoktrinasi sejak orde baru akhir 60an. Tiongkok disebut negara tirai bambu, komunis, tertutup, sangat miskin.

"Lihatlah pakaian orang Tiongkok itu. Seragam semua. Ke mana-mana naik sepeda pancal atau jalan kaki. Kurang makan dan kurang gizi," begitu antara lain pelajaran bapak guru di Indonesia tahun 80an.

Indonesia sendiri saat itu juga belum maju. Tapi dianggap sudah jauh lebih maju ketimbang Tiongkok yang komunis itu. Pesan moralnya:

"Kalau mau maju jangan jadi negara komunis. Hancurkan paham komunisme sampai ke akar-akarnya. Ikut santiaji atau penataran P4. Indonesia akan lepas landas, jadi adil dan makmur."

Begitu kira-kira sedikit materi pelajaran PMP, PSPB, dan P4 yang masih saya ingat. Betapa bahayanya Tiongkok itu. Filsafat dan ideologi komunisnya bikin negara mundur.

Tidak sampai tiga dasawarsa Tiongkok bikin kaget dunia. Kemajuannya luar biasa pesat. Dibandingkan dengan suasana di foto hitam putih itu. Negara yang masih komunis, satu partai, tapi kok bisa melesat jauh melebihi Indonesia? Kapan Indonesia adil dan makmur?

Pagi ini saya baca catatan Dahlan Iskan. Mantan menteri BUMN, wartawan senior, yang bolak-balik pigi ke Zhongguo untuk urusan kesehatan, bisnis, rekreasi, studi banding dsb. Dahlan Iskan juga pernah menulis buku Pelajaran dari Tiongkok. Saat itu Mr Yu (sapaan Dahlan Iskan di Tiongkok, Yu Shigan) masih jadi laoban di Grup Jawa Pos.

Pagi ini Mr Yu menulis tentang pentingnya membereskan sistem administrasi kependudukan di Indonesia. Tiongkok yang penduduknya miliaran bisa jadi rujukan. Mengapa Tiongkok bisa, Indonesia tidak (belum) bisa?

Mister Yu menulis:

"Saya tidak kagum pada administrasi kependudukan di Singapura. Negara itu begitu kecil. Pendudukan hanya 3 juta. Pendidikannya tinggi.

Tiongkok-lah yang benar-benar membuat saya kagum: bagaimana bisa mengadministrasikan 1,3 miliar penduduk dengan modern. Yang wilayahnya juga rumit. Yang dulunya juga sangat miskin.

Saya sudah ke desa-desa di pojok tenggara, pojok barat daya, barat lautnya. Administrasi kependudukannya sangat modern."

Hemmm.... Mungkin banyak orang Indonesia yang belum pernah membaca tulisan-tulisan Bos Dahlan tentang Tiongkok. Bisa juga tidak tahu perkembangan ekonomi Tiongkok dalam 10 atau 20 tahun terakhir.

Karena itu, komentar-komentar sebagian besar orang Indonesia di media sosial tentang Tiongkok atau Tionghoa masih melulu soal Aseng, Aseng, dan Aseng. Mereka lupa tanpa mendiang Aseng dunia tinju profesional di Indonesia sedang sekarat.

Aseng Sugiarto yang satu ini promotor tinju Arek Suroboyo. Bukan temannya Mr Li, Mr Deng, atau Mr Xi dari Tiongkok.

13 komentar:

  1. Orang Indonesia yg masih ribut soal Aseng itu pada dasarnya manusia yg rasialis. Mereka tidak mengerti bedanya Tionghoa (keturunan Cina) dan Tiongkok (negara Cina). Anggapannya Tionghoa itu masih setia kepada Tiongkok; anggapannya Tionghoa itu tidak penuh Indonesia. Bahkan mereka yg suka komentar: oh dia itu nasionalis lho walaupun Tionghoa, itupun ada kadar rasialisnya sedikit, karena masih ada embel2nya “walaupun Tionghoa”.

    BalasHapus
  2. Sebagai orang yg bekerja di bidang IT 20 tahun lebih, saya beranggapan sistem administrasi itu mudah. Ga usah adoh2 nang Tiongkok. Baik utk orang 3 juta atau 1.3 milyar, yg namanya data itu mudah direplikasi, hanya arsitekturnya saja yg perlu diperkokoh demi akses yg cepat dan mudah oleh pengguna2nya.

    Yg membuat sistem tidak bisa terimplementasi dengan baik itu personelnya. Dalam pengadaan sistem, manusia Indonesia masih mengharapkan pelumas, pelicin, apa lah namanya. Perusahaan saya ialah salah satu vendor terkemuka di dunia utk sistem IT, dan kita juga memasok ke perusahaan2 BUMN dan swasta eks BUMN. Mental mereka masih memikirkan keuntungan diri sendiri dalam implementasi sistem, dalam artian di setiap perusahaan ada “mafia” yang kongkalikong utk bagi2 komisi (pungli) dalam pengadaan sistem.

    Manusia Indonesia itu sebenarnya pandai2, tetapi budaya korupnya yg membuat kemajuan tidak pesat. Apa boleh buat, kita harus terima saja. Tidak perlu neko neko dan membanding2kan terus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aha.. proyek e-ktp dibuat 8 tahun lalu dan berantakan. Korupsinya justru lebih besar ketimbang nilai proyeknya. Begitu yg ditulis Mr Yu.

      Membanding-bandingkan atau studi komparasi itu sangat perlu. Makanya anggota dewan sering studi banding ke luar negeri hehehe....

      Mr Yu juga dulu studi banding ke Chelsea, Inggris, cara mengelola klub sepak bola dan suporternya. Mr Yu paling sering studi banding ke USA tentang desain koran, jurnalisme bertutur/naratif dsb.

      Bahkan beliau studi banding di Cungkuo mengapa wanita di sana kelihatan cantik2 saat jalan di trotoar, mall dsb. Ada usul agar negara kasih subsidi kosmetik dan pigi salon kepada wanita2 Indonesia hehehe...

      Hapus
    2. Nah Yu xiansheng sudah mengerti, la opo banding bandingkan lagi. Hehehe. Studi banding wadoh adoh. eKTP itu sistem yg secara IT sangat simpel. Nek tak garap karo konco2ku ga sampe 6 bulan juga selesai. Saking digawe ruwet krn untuk bancakan pejabat / politisi.

      Segala ketinggalan ekonomi di Indonesia itu bukan karena orangnya lebih bodoh, tetapi krn orangnya lebih korup. Yg lain lagi ialah di ketinggalan di bagian sosial politik, krn orang2nya lebih suka berkutat soal agama (dan mencurigai / mengiri kpd / menyalahkan minoritas). Negara2 yg maju itu ga ada satupun yg fanatik beragama. Bahkan di Amerika Serikat, negara ini dihambat kemajuannya oleh negara2 bagian yang beragama Kristen Haleluya.

      Kalau mau maju, mudah: 1) jangan korupsi, dan 2) jangan suka merasa benar sendiri soal
      agama dan ras.

      Hapus
    3. Studi banding itu aslinya ya semacam piknik pake biaya negara atau kantor. Kalau gak ada studi banding ya kita orang gak bisa piknik ke mana2 lah hehehe.

      Hapus
    4. Kalau di indonesia justru aliran haleluya ini paling suka bicara teologi sukses, tabur tuai, panen berlimpah, berkat yg tercurah luar biasa dsb. Fokusnya langsung ke berkat berkat berkat... uang uang uang

      Hapus
    5. Teologi kemakmuran itu tidak berbeda dengan teologi Gunung Kawi. Yesus disamakan seperti mBah Jugo.

      Hapus
    6. Waktu masih manajer junior, saya dikirim dari Jakarta oleh perusahaan saya ke cabang Australi, dan training ke cabang India, untuk belajar sistem di sana. Sepulangnya, saya diminta untuk presentasi apa yang sudah dipelajari, dan lalu membuat rencana dan mengimplementasikan sistem di pabrik kami. Waktu itu saya berusia 24 tahun. Apakah studi banding para anggota DPR dan pejabat pemerintah itu ada gunanya? Mari kita bertanya kepada rumput yang bergoyang.

      Hapus
  3. Dui dui dui.. betul banget. Sering muncul ungkapan itu: walaupun tionghoa tetapi....

    Memang ada anggapan seakan-akan WNI keturunan Tionghoa itu punya loyalitas ganda. Ini juga tidak lepas dari masalah kewarganegaraan pasca kemerdekaan 17 agustus 1945 itu. Makanya ada SBKRI jadi senjata ampuh selama puluhan tahun.

    BalasHapus
  4. SBKRI, Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia, seharusnya dimiliki oleh setiap Bangsa Indonesia atau Rakyat Indonesia, untuk membuktikan, bahwa dia sunguh-sungguh Warga Negara Republik Indonesia.

    Surat semacam itu dimiliki oleh semua Warga Negara di negara2 Eropa, disebut Staatsbürgerschaftsnachweis. Kecuali itu mereka juga punya Surat Akta Kelahiran yang mencantumkan nama dan kewarganegaraan orang-tua mereka.
    Contohnya: menantu saya orang bule, dia lahir, besar, sekolah, bekerja, dan seumur hidupnya menetap di Austria, tetapi dia adalah orang asing, Warga Negara Jerman, sebab orang-tua nya warganegara Jerman.
    Mana boleh seorang bule yang lahir di Austria, otomatis menjadi warganegara Austria, kalau orang-tua nya berkebangsaan Italy, Russia, Belanda, Jerman, dsb. Kalau mau jadi warganegara Austria, maka dia harus mengajukan surat permohonan ingin menjadi warganegara di Kantor kabupaten. Tentunya dia harus bisa memenuhi persyaratan sesuai undang2 kewarganegaraan pemerintah Austria. Demikian pula sebaliknya anak Austria yang lahir di negara2 Eropa lainnya.
    Setiap negara lebih mementingkan kesejahteraan warganegara-nya sendiri, daripada penduduk asing. Itu adalah hal yang lumrah.
    Makanya setiap warganegara, pada usia 18 tahun otomatis mendapat surat panggilan untuk wajib militer, sedangkan penduduk asing bebas dari kewajiban tersebut.

    Ambillah contoh di Indonesia. Semua orang keturunan Arab Yaman langsung otomatis mendapatkan KTP Indonesia, bahkan dinobatkan menjadi Warganegara kelas satu, hanya gara2 dia bisa membaca koran harian Al Ahram yang memakai aksara arab. Mungkin yang dibaca Artikel tentang peristiwa kecelakaan lalu-lintas di Kairo. Pak Lurah kalau sudah dengar orang baca kalimat2 arab, langsung mangut-mangut, amin, amin, bereslah, lantas kasih KTP.
    Administrasi negara Indonesia harus dibereskan, agar supaya tidak ada penduduk asing gelap, yang suatu hari akan mendapatkan tunjangan sosial dari uang APBN.
    WNI first, tapi mana bukti-nya kalau tidak punya SBKRI.
    Di Eropa ngurus surat2 resmi sangat mudah, tidak ada pungli, asalkan semua syarat lengkap.

    BalasHapus
  5. WNI Keturunan Tionghoa itu punya loyalitas ganda, Aseng tidak bisa dipercaya. Lain halnya dengan Pribumi Keturunan Arab, mereka itu pahlawan sejati, kaum Jihadis, berjuang sampai titik darah penghabisan mengusir penjajah Belanda dan Jepang, tanpa orang Arab, negara Indonesia tak bakal ada. Mereka sangat setia terhadap NKRI, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika ! Itulah pendapat mayoritas penduduk Indonesia sejak tahun 1980, makin hari makin jadi Way of Life yang kekal abadi.

    Jika ada orang bertanya kepada ku :
    Kamu dari mana ? Aku dari Indonesia !
    Kamu orang apa ? Aku orang Cina !
    Kamu Warganegara apa ? Aku Warganegara Austria !

    Loh bagaimana jadinya sekarang Loyalitas mu ?
    Indonesia bagaikan gadis yang pertama kali aku cintai, cinta pertama yang takkan terlupakan. Mau aku nikahi, tetapi si Doi menolak mentah2. Doi bilang, Aseng jorok, badannya bau. Lacurnya aku bertepuk tangan sebelah.
    Tiongkok ibarat tacik-ku. Secara kodrat, aku mencintai nya.
    Austria adalah perempuan yang aku nikahi. Aku bersumpah dan berjanji dihadapan Tuhan dan para saksi, akan selalu setia dan membela istri-ku ini.
    Orang yang bukan bajingan, takkan mengingkari sumpah dan janji !

    BalasHapus
  6. Dahlan Iskan : Pelajaran Dari Tiongkok.
    Jakarta adalah sebuah kampung dibandingkan dengan Shanghai, padahal katanya Tito, 40 tahun silam situasi-nya terbalik.
    Mengapa hal itu bisa terjadi ?
    Sebab Deng Xiaoping belajar dari Soekarno, yaitu USDEK.
    U : Undang Undang Negara duluan, barulah Ayat-ayat Kitab Suci.
    S : Sosialisme ala Tiongkok, bukan ala Karl Marx.
    D : Demokrasi Terpimpin, supaya tidak jadi Anarki.
    E : Ekonomi Terpimpin, Badan Usaha Vital dikuasai oleh Negara.
    K : Kepribadian Tiongkok, kembali kepada filosofi Konghucu.

    Di Tiongkok sejak jaman Deng penduduknya bebas memeluk Agama, tetapi Kepentingan Negara harus prioritas, sedangkan Agama adalah hak pribadi masing2 manusia. Jangan campurkan urusan negara dengan urusan masing2 agama. Jangan niru Kadrun cingkrang yang gebleg.
    Kadrun kerjanya perang saudara terus-menerus, 4,3 juta mengungsi ke negara lain. 800 ribu terserang penyakit Cholera, belum sembuh semuanya, sekarang ditambah lagi puluhan ribu kena penyakit demam berdarah Dengue dan Malaria.
    80 persen penduduk membutuhkan bantuan dari palang merah internasional. Ngurus negara-nya sendiri tidak becus, kok mau ngajari orang Indonesia. Opo tumon wong koyo ngono.

    BalasHapus
  7. dui dui... omongan bapa tito itu terlambat jauh karena bapa yu sudah bahas lamaaaa. tapi bagus karena bapa tito itu menteri dalam negara.

    dia kasih tau bapa gubernur dki supaya pigi belajar ke negara tiongkok. biar tidak melulu ngurus 212 dsb.

    kadrun itu kadal dari mana?
    kita orang di NTT punya kadal ganas namanya varanus komodoensis. kadal2 gurun pasar pasti dimakan sama komodo.

    BalasHapus