Rabu, 23 Oktober 2019

Kabinet tanpa Orang Papua


Tidak mudah bikin kabinet di Indonesia. Terlalu banyak kepentingan dan pertimbangan. Padahal kursi menteri kalau tidak salah cuma 34 biji.

Partai-partai pasti minta jatah. Tim sukses. Representasi Indonesia Barat, Tengah, Timur. Ada juga perwakilan agama. Jangan sampai 100 persen menteri beragama Islam. Jangan sampai yang nonmuslim terlalu banyak.

Yang Islam pun harus dilihat dari ormas Muhammadiyah, NU, dsb. Ormas-ormas Islam sangat banyak dan punya visi misi sendiri.

Bagaimana dengan representasi Tionghoa?

Ini juga sangat perlu. Dan sejak dulu dilakukan Presiden Soekarno. Rezim Orde Baru yang sangat anti-Tionghoa memang tidak kasih tempat untuk menteri yang dari Tionghoa.

Bagi saya, kabinet di Indonesia harus ada menteri asal Bali dan Papua. Wakil Bali juga representasi umat Hindu. Papua wakil kawasan Indonesia Timur. Bisa juga Maluku. Tapi Papua tetap lebih afdal. Jangan lupa, meskipun penduduknya sedikit, wilayah Papua sangat sangat luas.

Makanya, pagi ini saya agak kaget tidak ada orang Papua yang jadi menteri Kabinet Indonesia Maju. Ada menteri dari kawasan timur macam Johny Plate (NTT) dan Yasin Limpo (Sulsel). Tapi sulit dikatakan kedua menteri ini bisa mewakili orang Papua dan Papua Barat.

Syukurlah, Jokowi masih kasih tempat untuk orang Bali. Ibu Gusti Ayu Bintang jadi menteri PPA. Paling tidak masih ada orang Hindu di kabinet.

1 komentar:

  1. Orang Indonesia bagian timur pernah diagungkan oleh Pemerintah Indonesia, dimana, Tanda Pembajaran Jang Sah, alias Uang Kertas Republik Indonesia Tahun 1956, bergambarkan Suku Bangsa Indonesia bagian sebelah timur.
    1 Rupiah gambar gadis NTT, dan 1 Ringgit gambar bapak NTT.
    Jangan dipandang rendah uang 1 Rupiah jaman itu, sebab uang sekolah di SR-Negeri per bulan kala itu ya RP. 1,-
    Uang sekolah 1 Rupiah, tetapi semua fasilitas ditanggung negara, kitab tulis dari pabrik kertas Letjes yang blobor jika ditulis dengan pena tinta ( pen tutul ), pensil, semuanya gratis, hadiah dari Kementerian PD&K. Kecuali itu buku2 mata pelajaran, atlas, dipinjami oleh sekolah. Dan juga dikasih Belahan Bola Magdeburg, Bejana Berhubungan, alat2 olah raga, kasti, dll.
    Teman2 saya kalau ke sekolah membawa arit, bukannya untuk senjata tawuran, melainkan setelah pulang sekolah, untuk ngarit
    rumput, pakan ternak mereka di rumah.
    Yah, itu jaman-nya Indonesia Njiur Melambai, masih ada mata uang setali, sesuku dan seringgit. Kita kala itu belum kenal binatang kadal gurun, sebab dulu belum ada Google dan Youtube.

    BalasHapus