Selasa, 03 Mei 2022

Cak Misdi setia jadi tukang becak di Kota Malang

Ayas uklam-uklam di Ngalam saat Lebaran lalu. Lelaki asal pelosok NTT itu sudah tak asing lagi dengan Kota Malang. Termasuk kebiasaan bahasa walikan alias kata terbalik.

Kata-kata dibaca dari belakang. Malang jadi Ngalam. Mlaku-mlaku: uklam-uklam. Tidak makan: kadit nakam. Kota Lama: Atok Amal. Manis: sinam.

Dulu Ayas biasa jalan kaki ke berbagai kawasan di Malang. Khususnya di kawasan Klojen, Kayutangan, Rampal, Kota Lama, Alun-Alun Bundar, Alun-Alun Kota, hingga uklam-uklam nonton konser di GOR Pulosari Jalan Kawi.

Nah, saat libur Lebaran lalu Ayas jalan kaki di Jalan Pajajaran, Trunojoyo, Thamrin, Suropati, Alun-Alun Bundar, Stasiun KA, dan seterusnya. Jalanan sangat sepi. Orang sibuk berlebaran di rumah masing-masing. Toko-toko tutup.

Namun beberapa tukang becak terlihat mangkal di pojokan Pajajaran dan Suropati. Ayas samar-samar masih ingat Cak Misdi. Tukang becak ini biasa mangkal di Jalan Suropati. Depan markas militer topografi Brawijaya. 

Bertahun-tahun silam Ayas biasa lihat tukang becak itu keliling di kompleks SMAN 1, SMAN 3, dan SMAN 4. Waktu itu masih muda pak becak ini. Ayas pun ucapkan "Selamat Lebaran, minal aidin wal faidzin."

Kadit kidum? (Tidak mudik?)

"Mboten. Di sini saja," kata tukang becak bernama Misdi asal Desa Gelam, Candi, Sidoarjo.

Misdi lahir tahun 1951 di Sidoarjo. Sejak muda sudah pindah ke Malang. Sempat kerja serabutan lalu jadi tukang becak. Sudah 40 tahunan jadi tukang becak.

"Sudah lama banget saya mbecak di sini. Sudah banyak teman yang meninggal dan pensiun," kata Misdi seraya tersenyum.

Penghasilan Misdi jauh lebih banyak angka nolnya ketimbang pada tahun 1980-an. Tapi cuma menang angkanya thok. Nilai tukar uangnya sangat rendah. Tidak sebagus tempo doeloe.

"Dulu uang 500 sudah bisa makan enak pakai daging, es teh, joss lah. Sekarang uang 500 gak payu," katanya.

Ayas terlihat takjub mendengar cerita-cerita nostalgia Ngalam tempo doeloe. Salah satunya warung di gang dekat kantor militer yang biasa menyediakan bentoel rebus/kukus. Bentoel yang bukan rokok ini berasa agak manis. Cocok sekali untuk menemani kopi hitam.

Ayas pernah mencari warkop-warkop yang menyediakan bentoel kukus. Tapi tidak ketemu. "Sebetulnya masih ada yang jualan bentoel tapi jarang banget," katanya.

Ayas bersalaman lalu melanjutkan jalan kaki. Sambil merenungi ketanguhan Cak Misdi. Puluhan tahun jadi tukang becak. Dari muda hingga 71 tahun. Masih kuat mancal meski jangkauannya tidak seluas tahun 80-an dan 90-an.

Misdi tidak mau memasang mesin motor pada becaknya seperti becak-becak lain. Kakinya yang sudah kewut (tuwek, tua) itu rupanya masih kuat. Misdi itu tipe wong cilik yang konsisten. Bukan tipe politisi yang mencla-mencle. 

Senin, 02 Mei 2022

Nafsu besar, tenaga kurang

Tubuh makin tua membuat kita orang makin sulit lari jarak jauh. Lari jarak dekat pun ngos-ngosan. Kecuali para senior yang rajin berlatih setiap hari. 

Contohnya: CD seorang redaktur senior di Malang. Bung ini doyan banget lari pagi. Kadang lari sore, lari malam. Sering sekali CD ikut lomba lari 10K, maraton, setengah maraton, dan sejenisnya. Maka badannya tetap padat kurus meski makannya banyak dan tanpa pantangan - kecuali yang haram. 

Kalau ada lomba maraton CD selalu usahakan ikut. Salah satunya di Surabaya. Kencang dan asyik larinya kayak atlet lari dari Kenya atau Zimbabwe. Atlet-atlet beneran yang bukan pelari jarak jauh biasanya kalah.

 Tapi ya itu.. tiba-tiba CD ambruk di Jalan Pemuda. Dibawa ke rumah sakit. Lalu meninggal dunia. 

Kejadian ini jadi pelajaran mahal. Diambil hikmah kebijaksanaan. Bahwa warga senior tak usah ngoyo berlari. Tidak perlu ikut maraton 42 km. Atau maraton mini 20 km. Cukup lari santai saja. Jalan kaki pun boleh.

Nah, saat jalan pagi di Alun-Alun Bundar, depan kantor Wali Kota Malang, Ayas ingat masa lalu. Masa ketika orang kampung asal NTT itu sering berlari mengitari alun-alun itu. Kadang 10 putaran, kadang 15 putaran. Sesekali pernah maksa 20 putaran. Apalagi kalau lari bareng petinju-petinju Sasana Kawanua.

Lari 10 putaran di usia SMA, belum 20 tahun, terasa enteng. Tidak ngos-ngosan kayak anjing kelelahan. Itu karena sedikit banyak si Ayas ini tahu teknik berlari jarak menengah dan jarak jauh. Tidak boleh pakai teknik sprint 100 atawa 200 meter.

Waktu berlalu, tubuh Ayas menua, tak lagi langsing. Kebiasaan lari pagi atau lari sore sudah lama dia tinggalkan. Senam pagi, jalan kaki juga tidak dilakukan. Baru belakangan Ayas terlihat sering nggowes sepeda santai di kawasan pinggiran Surabaya, tambak, hingga Sidoarjo.

Karena itu, Ayas tidak mampu berlari jauh seperti CD almarhum itu. Tapi Ayas sempat tergoda untuk lari keliling Alun-Alun Bundar satu putaran saja. Ternyata gak kuat. Jantungnya berpacu begitu cepatnya seperti orang yang sudah lari 12 putaran.

"Rasanya mau mati saja. Mata jadi redup, kunang-kunang," Ayas omong sendiri sambil melibat beberapa orang yang jalan pagi dan foto-foto.

Apa boleh buat, Ayas menyerah. Ayas bukan Ukraina yang pantang menyerah meski digempur pasukan Rusia sejak 24 Februari lalu.

 Ayas jadi ingat CD yang terkapar saat nekat ikut lomba maraton di Surabaya itu. Mobil tua bobrok janganlah dipaksa mendaki ke Trawas atau Tretes. Nafsu besar tenaga kurang, kata pepatah lama.

Minggu, 01 Mei 2022

Puasa Ikut Pemerintah, Lebaran Ikut Pemerintah

Lebaran Dore Pemerenta
Lebaran Ikut Pemerintah

Kapan Lebaran di kampung?
"Kame puasa dore pemerenta, Lebaran di dore pemerenta," kata orang kampung di pelosok NTT.

Bahasa daerah Lamaholot ini artinya: "Kami puasa ikut pemerintah, maka Lebaran juga ikut pemerintah."

Ayas yang bukan muslim tidak kaget. Dari dulu memang begitu. Sejak pemerintahnya dipimpin Presiden Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, SBY, Jokowi.. puasa dan Idul Fitri di kampung itu selalu ikut pemerintah.

Ayas ingat betul waktu waktu SD biasa ikut buka puasa di rumah Om Ansyar, takmir masjid. Enak sekali makanannya. Malam harinya kumpul lagi untuk mendengarkan siaran RRI Nusantara IV Ujungpandang.

"Kita dengar pengumuman pemerintah tentang kapan Idul Fitri. Kalau pemerintah bilang besok, ya sekarang langsung takbiran," kata Imam Ansyar almarhum.

"Lebaran dore pemerintah" sudah seperti rumus standar. Karena itu, tidak ada salat Id dua kali di kampung pelosok itu.

Ayas juga tidak tahu saudara-saudari muslim di kampung itu ikut NU, Muhammadiyah, Persis dsb. Karena sedikit, minoritas, maka semua watanen alias orang Islam di pelosok Pulau Lembata itu ya jadi satu. Watanen dore pemerenta! Manut pemerintah!

Selamat hari raya, Idul Fitri 1443 H, kepada ina ama kaka ari watanen wahan kae rae Lewotanah dan kepada semua umat Islam di seluruh dunia. Maaf lahir dan batin. 

Nostalgia Sasana Kawanua di Jalan Pajajaran Malang


Dulu Malang Raya pernah jadi barometer olahraga tinju nasional. Begitu sering perebutan gelar juara nasional diadakan di GOR Pulosari, Jalan Kawi Malang. GOR yang kerap jadi venue konser-konser musik itu kini tinggal kenangan.

Sasana-sasana atawa boxing camp juga cukup banyak di Malang. Sasana Gajayana, Sasana Javanua, Sasana Alamanda, Sasana Arema, Sasana Bhirawa, Sasana Kawanua, dan beberapa lagi. Sasana Gajayana pernah punya petinju asal Timor Timur (sekarang Timor Leste) Thomas Americo. 

Mendiang Thomas Americo menantang Saoul Mamby juara dunia kelas ringan WBC di Jakarta tapi kalah. Stamina Thomas Americo melorot.

Tahun 1980-an memang masa keemasan tinju pro di Malang. Ada 7 juara nasional dari Malang. Beberapa nama petinju dari kota dingin itu Juhari (Gajayana Malang), M Solikin (Gajayana Malang). Di kelas bulu ada Monod (Arema Malang) yang dijuluki Raja KO.

Ada lagi Edward Apay (Bhirawa Malang) dan Benny (Alamanda Malang) yang sering muncul di TVRI. Edward Apay ini menghajar Elyas Pical yang pernah jadi juara dunia kelas bantam junior versi IBF itu.

Saat jalan-jalan di Malang, saya teringat Sasana Kawanua di Jalan Pajajaran. Sekarang jadi kantor JNE.

 Sasana Kawanua dekat sekali dengan kompleks SMAN 1, SMAN 3, dan SMAN 4 di kawasan Alun-Alun Bundar. Saat berangkat dan pulang sekolah saya biasa lewat di Jalan Pajajaran itu.

Berbeda dengan sasana-sasana lain, Sasana Kawanua berlatih di pelataran Hotel Pajajaran. Petinju-petinju biasa lari memutari Alun-Alun Bunder.

Bisa ditebak Sasana Kawanua itu milik orang Manado. Pak Kailola yang jadi pembina sekaligus pelatihnya. Kemudian diteruskan putranya, Leonard Gustaf Kailola. Bung Leo meninggal dunia pada Kamis (2/11/2017) di RSSA Malang gegara kecelakaan lalu lintas di Kayutangan.

Masa kejayaan sasana-sasana tinju di Malang tinggal kenangan. Sudah lama berlalu. Tak ada sisa-sisa samsak, pelindung kepala, ring, atau perlengkapan tinju yang tersisa

Tak hanya Sasana Kawanua, sasana-sasana lain di Malang juga sudah jadi almarhum. Bekas Sasana Gajayana di pojokan Jembatan Splendid bahkan sudah lama rata dengan tanah. Padahal di situlah Thomas Americo digembleng pelatih Abu Dhori yang sangat terkenal di masa lalu.



Jumat, 29 April 2022

Dua Paus yang Bahagia di Vatikan

Saya lupa kalau Paus Benediktus XVI masih sugeng di Vatikan. Pekan lalu usia bapa suci emeritus itu 95 tahun. Sudah dapat bonus banyak menurut Mazmur 90.

Kebetulan ada berita yang lewat di linimasa. Kardinal Stanislaw Dziwisz menemui Paus Benediktus XVI. Mantan sekretaris Paus Yohanes Paulus II itu cium tangan Paus Benediktus XVI.

Kardinal datang ke Vatikan dalam rangka delapan tahun kanonisasi Santo Yohanes Paulus II. Beliau juga yang pimpin misa di makam St JP 2 di Basilika Santo Petrus.

Saya ingat lagi bahwa Paus Benediktus XVI memilih pensiun pada 2013. Sangat langka karena lazimnya seorang Paus bertakhta sampai akhir hidup. Kelihatannya Paus Benediktus XVI mewarisi tradisi baru di Takhta Suci.

Masih di linimasa, ada cuplikan foto Paus Fransiskus duduk di kursi roda. "Saya belum bisa berdiri lama karena kaki saya masih sakit," kata Paus kepada peziarah.

Paus Fransiskus juga belum lama ini merayakan hari jadi ke-85. Sudah sepuh juga. Dapat bonus dari Tuhan.

Semoga Paus Fransiskus dan Paus Emeritus selalu bahagia.

Sirikit Syah Berpulang, Kita Kehilangan Media Watch

Sirikit Syah berpulang pada 26 April 2022 di RSI Surabaya. Dimakamkan di Keputih, Sukolilo, Surabaya. Dosen jurnalistik, wartawan senior, pendiri Media Watch ini menghadap Sang Khalik setelah sakit kanker cukup lama.

Mbak Sirikit sangat kritis pada wartawan. Tepatnya karya jurnalistik. Itu selalu ia suarakan lewat buletin Media Watch dan program mingguan di Radio Suara Surabaya.

Saking kerasnya, wartawan-wartawan yang masih kerja di media mainstream cenderung mengambil jarak. Sebab idealisme Sirikit sering tidak berbanding lurus dengan pragmatisme bisnis media. 

Terlalu idealis medianya bisa mati karena tidak dapat iklan. Terlalu pragmatis dan kompromi pasar juga membuat kualitas jurnalisme jadi hancur. Idealnya 9 elemen jurnalisme harus dijalankan. Tapi di lapangan sering melenceng dari pelajaran dasar untuk mahasiswa jurnalistik semester awal itu.

"Sekarang jurnalisme tanpa verifikasi kian merajalela di era media sosial," kata Sirikit.

Padahal, elemen jurnalistik nomor 1 adalah disiplin verifikasi. Tanpa verifikasi maka wartawan-wartawan hanya jadi corongnya humas pemerintah, kepolisian, militer, hingga public relations.

Kritik-kritik Sirikit memang sangat keras tapi perlu. Pahit tapi bikin sehat seperti minum obat. Karena itu, saya pernah mengundang Sirikit untuk memberikan pelatihan jurnalistik kepada wartawan-wartawan gereja di Surabaya.

Orangnya asyik ternyata. Omongan Sirikit yang kritis dan tajam ternyata disukai peserta seminar atau pelatihan. Salah satunya saat diklat jurnalistik komsos paroki di kawasan Citraland, Surabaya. Suasana sangat hidup. 

Peserta bahkan minta tambahan waktu. Tapi honornya tidak ditambah. "Soal itu (honor) terserah Sampean aja. Saya senang kok kasih pelatihan jurnalistik di lingkungan gereja," kata Sirikit.


Maklum, saat itu duit panitia sangat terbatas. Honor hanya ala kadarnya. Padahal saya mengajak redaktur-redaktur senior, dan saya anggap hebat, untuk memberikan pelatihan jurnalistik. "Kita perlu beri edukasi juga ke konsumen media," katanya.

Sudah lama sekali saya tidak kontak Sirikit. Apalagi datang ke rumahnya di kawasan Rungkut sejak pandemi covid. Saya pun tak lagi membaca tulisannya di koran. Juga tak lagi dengar suaranya di radio.

Seasa pagi, 26 April 2022, beredar berita berantai di grup-grup WA. Sirikit Syah kembali ke pangkuan-Nya.


Selamat jalan, Mbak Sirikit! 

Rabu, 27 April 2022

Nostalgia Cak Durasim di Radio Soeara Nirom Soerabaia

Terseboetlah tempo doeloe ada Radio Soeara Nirom di Djalan Embong Malang 87-89 Soerabaia. Itoe radio terkenal betoel seantero Soerabaia, Djawa Wetan, hingga kota-kota lain di Hindia Belanda.

Sekarang ini di taoen 2022 bekas kantor itoe didjadiken hotel mewah kelas atas. Orang soedah loepa dengen itoe Radio Soeara Nirom. Hanja tinggal kenangan bagi orang-orang toewa.

Kita batja-batja sedikit Nirom poenja programma taoen 1939. Tjoekoep interesan. Gamelan degoeng, lagoe Tionghoa, lagoe Ambon, lagoe Djawa dolanan, krontjong orkest, ketjapi modern, gamelan Soenda, Hawaiian Band  Harmonium Orkest Penghiboer Hati enz.

Saben Djoem'ah, Radio Soeara Nirom disamboeng dengen Missigit Besar di Ampel Soerabaia memperdengarkan chotbah dan sembahjang Djoem'ah.

Hari Ahad pagi djam 08.00 sampe djam 09.00 ada penjiaran dari Geredja Boeboetan di Soerabaia.

Habis itoe pendengar dapat nikmati lagoe2 Tionghwa dan klenengan gending2 Djawa Timoer. Soembangan dari NV Handel Mij Sampoerna en Sigarettenfabriek Liem Seeng Tee. 

Kita orang paling seneng Loedroek Soerabaia dipimpin oleh Pak Gondo alias Tjak Doerasim (Cak Durasim) di dalam Studio Nirom mengambil tjerita TJAK DOERASIM MENDJADI ABOENAWAS. 

Edjaan sekarang: Cak Durasim Menjadi Abunawas. Begimana dia poenja tjerita?

"Bagian apa jang akan dihidangkan, maka di sini kita beloem akan memberi taoekan. Baiklah para penggemar loedroek bersabar hati sampai nanti hari Achad 12 Februari j.a.d. ini.

Soeara Nirom edisi 5-18 Februari 1939 melandjoetken:

"Sementara, oentoek mendjadi penghiboer para pembatja, maka pada toelisan ini kita sadjikan wadjahnja Tjak Doerasim bersama Minin dalam pose jang sangat aneh dan loetjoe."

Sekianlah sedikit nostalgia dengen Radio Soeara Nirom dan Tjak Doerasim di Soerabaia pada masa pendjadjahan Belanda. Kita hatoerken diperbanjak terima kasih kepada toean dan njonja jang soedah batja ini laporan.