Tak ada kata menyerah dalam kamus Gunawan. Sudah kepalang basah kudu maju terus. Berjuang agar bisa jadi calon wakil wali kota Surabaya. Jadi pendamping Muhammad Yasin.
Gunawan, kader PSI, pengusaha Tionghoa. Juga pendeta salah satu gereja haleluya alias evangelical di Surabaya. Pasangannya, Yasin, orang Sampang, Madura.
"Kami maju karena didukung rakyat," ujar Bro Gun, sapaan Gunawan.
Rakyat yang mana? Gunawan tidak menjawab. Maklum, lagi sibuk cari dukungan sekian ratus ribu KTP. Sangat berat memang syarat maju dari jalur perseorangan atau independen.
Pagi ini ada berita di koran. Bawaslu tolak permohonan Yasin-Gunawan. Gara-gara jumlah dukungan kurang. Sangat jauh dari angka minimal.
"Bagaimana Bro Gun? Apakah masih ada secercah sinar? Setitik asa?" tanya saya rada guyon via WA.
Sudah saya duga. Gunawan belum angkat bendera putih. Asa masih ada. "Tim masih berjuang lewat PTUN," katanya.
Bro Gun masih percaya bahwa keputusan KPU Surabaya yang mencoret paslon Yasin-Gunawan itu keliru. Sebab, versi dia, jumlah e-KTP dukungan sudah cukup.
Saya tidak bertanya lebih detail karena persoalan Yasin Gunawan vs KPU Surabaya sudah jelas. Dan Gunawan tidak punya banyak waktu untuk ngobrol sejak mantap mencalonkan diri sebagai pemimpin Kota Surabaya.
Mengapa begitu ngotot maju pilkada? Apakah Anda punya nilai jual? Elektabilitas tinggi?
Bagaimana dengan Yasin yang orang Sampang? Siapa yang kenal dia di Surabaya?
"Jangan salah Bro! Warga Surabaya keturunan Madura itu banyak lho. Di Surabaya Utara banyak banget," kata Bro Gun sebelum pandemi korona.
Gunawan juga tidak gentar melawan Machfud Arifin, mantan kapolda, yang diusung 8 partai. Pun tak gentar dengan paslon dari PDI Perjuangan.
Yang pasti, saat maju dalam pemilu legislatif tahun lalu, Gunawan tidak terpilih. Kurang suara. Kalah sama beberapa kader PSI yang usianya lebih muda.
Bagaimanapun juga kegigihan dan keuletan Bro Gunawan patut diapresiasi. Ia membuktikan bahwa orang Tionghoa di Surabaya punya peluang yang sama di bidang apa saja. Bisa jadi pedagang, profesional, pendeta, politisi.. bakal calon wali kota.
Gunawan, kader PSI, pengusaha Tionghoa. Juga pendeta salah satu gereja haleluya alias evangelical di Surabaya. Pasangannya, Yasin, orang Sampang, Madura.
"Kami maju karena didukung rakyat," ujar Bro Gun, sapaan Gunawan.
Rakyat yang mana? Gunawan tidak menjawab. Maklum, lagi sibuk cari dukungan sekian ratus ribu KTP. Sangat berat memang syarat maju dari jalur perseorangan atau independen.
Pagi ini ada berita di koran. Bawaslu tolak permohonan Yasin-Gunawan. Gara-gara jumlah dukungan kurang. Sangat jauh dari angka minimal.
"Bagaimana Bro Gun? Apakah masih ada secercah sinar? Setitik asa?" tanya saya rada guyon via WA.
Sudah saya duga. Gunawan belum angkat bendera putih. Asa masih ada. "Tim masih berjuang lewat PTUN," katanya.
Bro Gun masih percaya bahwa keputusan KPU Surabaya yang mencoret paslon Yasin-Gunawan itu keliru. Sebab, versi dia, jumlah e-KTP dukungan sudah cukup.
Saya tidak bertanya lebih detail karena persoalan Yasin Gunawan vs KPU Surabaya sudah jelas. Dan Gunawan tidak punya banyak waktu untuk ngobrol sejak mantap mencalonkan diri sebagai pemimpin Kota Surabaya.
Mengapa begitu ngotot maju pilkada? Apakah Anda punya nilai jual? Elektabilitas tinggi?
Bagaimana dengan Yasin yang orang Sampang? Siapa yang kenal dia di Surabaya?
"Jangan salah Bro! Warga Surabaya keturunan Madura itu banyak lho. Di Surabaya Utara banyak banget," kata Bro Gun sebelum pandemi korona.
Gunawan juga tidak gentar melawan Machfud Arifin, mantan kapolda, yang diusung 8 partai. Pun tak gentar dengan paslon dari PDI Perjuangan.
Yang pasti, saat maju dalam pemilu legislatif tahun lalu, Gunawan tidak terpilih. Kurang suara. Kalah sama beberapa kader PSI yang usianya lebih muda.
Bagaimanapun juga kegigihan dan keuletan Bro Gunawan patut diapresiasi. Ia membuktikan bahwa orang Tionghoa di Surabaya punya peluang yang sama di bidang apa saja. Bisa jadi pedagang, profesional, pendeta, politisi.. bakal calon wali kota.