Wang Yali asli Tiongkok. Datang ke Surabaya untuk jadi joki ujian bahasa Inggris di Tegalsari. Tergiur bayaran sekitar Rp 30 juta.
Kedatangan wanita Zhongguo ke Indonesia bukan masalah. Pakai paspor sendiri. Yang jadi masalah Wang ketahuan memakai paspor palsu atas nama Yu Wen saat jadi joki ujian ELTS itu. Wang pun ditangkap petugas imigrasi.
Sekarang Wang Yali diadili di PN Surabaya.
Gara-gara sidang perkara paspor palsu inilah saya jadi ingat kembali Lanny Chandra. Ibu ini dulu sering mengajak saya "pelayanan" di Rutan Medaeng dan beberapa rutan dan penjara di Jawa Timur. Lanny bukan pendeta, tidak pintar khotbah, tapi selalu membawa "kabar baik" kepada para warga binaan yang beragama Kristen.
"Kita orang membagikan kasih Kristus kepada saudara-saudara di dalem penjara," kata Lanny Chandra yang jago masak mi, bakmi, dan masakan Tionghoa itu.
Nah, di sela pelayanan yang intensif sejak akhir 90-an itu, Lanny Chandra dipercaya jadi juru bahasa atau penerjemah bahasa Mandarin untuk para terdakwa di Pengadilan Negeri Surabaya. Juga orang-orang Tiongkok, Taiwan, atau Hongkong yang tidak bisa berbahasa Inggris atau Indonesia.
Karena itu, Lanny jadi penerjemah untuk Wang Yali di PN Surabaya. Meskipun jadi joki ujian bahasa Inggris, dan berhasil di Thailand, Wang tidak mau diadili dalam bahasa Inggris. Maunya bahasa Mandarin. Maka Lanny Chandra didatangkan sebagai penerjemah.
"Yah, kita orang mau dateng kasih bantuan biar urusan si Wang ini cepet selesai," kata Tante Lanny dengan gaya bahasa khas Tionghoa "sekolah lawas" (old school).
Tante Lanny dapet bayaran besar kalau jadi penerjemah?
"Waduh, ini kerja pelayanan tok. Kita orang cuma dapet segini. Tapi Tante seneng bisa bantu menerjemahkan biar terdakwa dari Cungkuo gak kesulitan. Sama-sama enaklah," kata pimpinan Yayasan Pelita Kasih itu.
Awalnya Lanny mengaku agak kesulitan menerjemahkan bahasa hukum ke dalam bahasa sederhana yang mudah dipahami terdakwa. Apalagi bahasa hukum di Indonesia tentu agak berbeda dengan di Tiongkok. Tapi prinsipnya sama saja.
Lama-lama Lanny jadi terbiasa duduk di samping terdakwa di PN Surabaya. Pertanyaan hakim, jaksa, pengacara dia terjemahkan dengan bahasa sederhana. Terdakwa Wang pun bisa menjawab dengan lancar.
Tak terasa sudah 20 tahun lebih Lanny Chandra jadi penerjemah di PN Surabaya, kepolisian, kejaksaan. Khusus mendampingi para pelanggar hukum asal Tiongkok dan Taiwan. Sesekali ada juga dari Hongkong.
Saking dekatnya, Wang dan warga binaan asal Tiongkok kerap curhat ke Lanny. Lulusan sekolah Tionghoa lawas, yang pakai tulisan Mandarin lawas (bukan sederhana), itu juga selalu membawa makanan ke rutan dan penjara saat pelayanan. Ada tim doa yang mendoakan para tahanan itu.
Wang dan tahanan asal Tiongkok biasanya tidak punya agama resmi. Bahkan tidak punya agama. Padahal, pelayanan di penjara-penjara berbasis agama. Lanny Chandra bersama tim Pelita Kasih dapat akses tetap masuk berbagai penjara karena pelayanan untuk warga binaan yang beragama Kristen/Katolik.
Apa boleh buat, Wang dkk asal Tiongkok biasanya ikut pelayanan, kebaktian, pujian dsb di kapel Rutan Medaeng. Orang Tiongkok itu luwes banget. Mereka lebih tertarik ikut acara-acara Haleluya karena dapat banyak makanan. Tim-tim Haleluya pun lebih rajin mengunjungi warga binaan ketimbang pelayan-pelayan rohani dari agama lain macam Buddha atau Khonghucu.
Tante Lanny melakukan "kristenisasi" di dalem penjara?
"Tidak ada kristenisasi. Kita orang pelayanan biasa, mendoaken semoga semua warga binaan jadi orang baek, bertobat, kembali ke jalan yang bener. Haleluya, ada beberapa orang Cungkok yang jadi anak Tuhan. Haleluya!" katanya penuh semangat.
Biasanya Cungkuo-Cungkuo itu ikut Haleluya selama mendekam di dalem penjara. Setelah bebas, pulang ke negaranya ya bebas lagi. Haleluyanya hilang. "Itu terserah mereka. Tante gak pernah maksa orang-orang Tiongkok jadi Kristen. Tante cuma berbagi kasih. Makanya, Tante punya pelayanan ini dinamaken Pelita Kasih," kata Lanny Chandra.