Selasa, 29 Maret 2022

Kangen sarapan bentoel rebus di Malang

Kisruh minyak goreng sudah hampir empat bulan. Sudah banyak upaya pemerintah. Operasi pasar. HET nasional. Sidak pabrik. Buru mafia dan kartel.

Tapi hasilnya belum juga cespleng. Situasi makin rawan karena mau masuk bulan puasa. Goreng-gorengan laris manis. Permintaan migor, nama populer minyak goreng, naik drastis.

Presiden Megawati punya cara sederhana untuk mengatasi masalah migor. Cara khas ibu-ibu di dapur. Bikin lomba memasak aneka menu tanpa minyak goreng. Boleh masak apa saja asal enak rasanya.

"Telur kan tidak harus digoreng. Bisa direbus atau dikukus," kata Bu Mega di koran pagi ini.

Bukan hanya telur. Nasi pun tidak perlu digoreng. Ikan bakar, ikan panggang, daging bakar atawa sate juga enak.

Sebagai politisi, pimpinan partai berkuasa, omongan dan tindakan Megawati tentu menimbulkan pro kontra. Dianggap tidak menyelesaikan masalah pokok. Akar masalah migor langka apa?

Terlepas dari politik, tata niaga dsb, saya sudah lama menyoroti kebiasaan goreng-menggoreng yang berlebihan. Begitu sulit cari pisang rebus atau singkong rebus di warung-warung di Jawa Timur saat ini. 

Apalagi bentoel rebus atawa kukus. Padahal dulu di Malang di mana-mana ada bentoel yang bukan rokok. Ada semua di warkop-warkop Klojen, Kota Lama, Gadang, Blimbing, Lawang dsb.

Saya sering nostalgia ke warkop-warkop yang tempo doeloe punya andalan bentoel rebus. Tidak ada. Bahkan pemilik warung rupanya tidak kenal umbi yang jadi merek rokok buatan Malang itu.

Yang ada di warkopnya ya gorengan macam-macam. Ote-ote paling laris. Pisang goreng jarang karena mahal. "Saiki gak ono bentoel. Ada tapi kukus sendiri di rumah," kata Hadi arek Malang di kawasan belakang rumah sakit.

Bentoel ini enak sekali. Dulu biasa dijual di lapak PKL Barata Jaya bersama duren, alpukat, mangga dsb. Tidak banyak tapi biasanya tersedia. Saya biasa beli saat tinggal di Ngagel Jaya Selatan. 

Setelah lapak-lapak PKL dibongkar, normalisasi sungai, hilanglah bentoel itu. Para PKL itu entah ke mana. Apalagi di musim pageblug ini.

Bu Mega yang makin tua ingatkan kita, yang juga makin tua, untuk memasak tanpa minyak. Kurangi gorengan. Bikin menu sehat seperti pasien kencing manis.

Hidup bentoel (bukan rokok)!

Senin, 28 Maret 2022

Blog mati karena inersia

Blognya kok tidak aktif? 
Sudah mati ya?
Kok gak ada tulisan baru?

Banyak sekali pertanyaan seperti itu. Memang cukup lama saya tak bikin catatan ringan di laman ini. Catatan berat yang panjang barang laka di era media sosial yang padat, singkat, menarik.

Selama pandemi, dua tahun jalan, minat menulis catatan harian di blog memang sangat rendah. Pagebluk itu terlalu ngeri. Begitu banyak kenalan, teman, hingga keluarga dekat jadi korban keganasan virus corona.

Saya sendiri pernah kena dua kali atau tiga kali. Tidak tes swab tapi gejala-gejalanya sudah jelas covid. Gairah menulis untuk guyon, refleksi, jadi sangat berkurang. Lebih banyak ikut misa online lewat HP.

Karena itu, kadang sebulan cuma dua naskah, tiga, empat paling banyak. Blog yang baik minimal seminggu sekali ada update. Lebih bagus dua naskah seminggu.

Kita orang jadi malu dengan Mr Yu yang tiap hari menulis catatan menarik dan panjaaang.. dan viral. Padahal bos 70-an tahun itu sangat sibuk. Kita orang cuma sibuk nonton video di YouTube, nostalgia tempo doeloe di media sosial, atau piknik ke hutan.

Kebiasaan untuk menulis catatan harian jadi hilang. Inersia, istilah lawas di pelajaran fisika kelas A1 dulu. Kalau sudah inersia, kakaknya malas, maka sangat sangat sulit memulai lagi kebiasaan lama itu.

Inersia harus dilawan meski sulit. Bertahun-tahun tidak jalan kaki pasti tidak akan mau jalan kaki meski hanya satu dua kilometer. Padahal dulu tiap hari jalan kaki ke mana-mana di kampung halaman. Belum ada motor, mobil, sepeda pancal pun tak sampai 10 biji.

Bulan Maret ini saya coba lawan inersia itu. Lumayan, naskahnya sudah bisa di atas 20 biji. Tidak lagi dua atau tiga biji. 

Hapus Perang, Hapus Putin

Tsar Putin ingin hapus Ukraina. Lewat perang. Entah sampai kapan invasi sejak 24 Februari 2022 itu berakhir. Hanya Tuhan dan Putin yang tahu.

Paus Frans pun tak tahu. Pausnya Rusia, Patriarkh Kirill, mungkin tahu karena jadi penasihat spiritual sang tsar.

Paus Frans pekan lalu bikin upacara khusus. Penyucian dan penyerahan Ukraina dan Rusia kepada Bunda Maria, sang ratu damai. Semoga ada intervensi dari Mater Dei agar warga Ukraina kembali hidup dalam damai. Bersama tetangganya, Rusia.

Paus Frans kemarin kembali menyerukan agar perang segera dihentikan. Berita dari Vatikan berjudul:

Pope: Abolish war now, before war erases humanity from history

Hapuslah perang sekarang!
Sebelum perang menghapus manusia!

Hapus perang? Mungkinkah itu?

 Invasi Rusia ke Ukraina kembali menunjukkan betapa tidak mudahnya menghapus perang. Apalagi ada tsar haus kuasa dan darah macam Putin. Satu Putin saja sudah bikin NATO dan Amerika Serikat kalang kabut.

Bagaimana kalau ada tiga atau lima Putin? Bisa jadi manusia terhapus oleh perang di mana-mana.

Paus Frans:

"Before the danger of self-destruction, may humanity understand that the moment has come to abolish war, to erase it from human history before it erases human history!"

"Enough! Stop it! May the weapons be silenced. let us be serious about peace!"

Tsar Putin, Anda sudah tahu, tidak akan baca dan dengar seruan Paus di Vatikan. Ia punya paus sendiri di Moskwa yang selalu senada seirama. Paus Kirill malah pernah bilang Putin merupakan berkat Allah untuk Rusia.

Maka, tidak mudah menghapus perang dan menghapus Putin. Tapi tidak ada yang mustahil bagi Allah.

Minggu, 27 Maret 2022

Ngaji roso pawang hujan di Jolotundo

Semalam ada acara Ngaji Roso di Seloliman, Trawas. Dekat petirtaan Prabu Airlangga, Jolotundo, yang terkenal itu. Ngaji rasa di padepokan Mbah Gatot diikuti beberapa penghayat kepercayaan. Kejawen dan semacamnya.

Rumah panggung Mbah Gatot memang selalu jadi jujukan kawan-kawan dari Sidoarjo, Surabaya, dan sekitarnya. Ngobrol di situ biasanya ngalor ngidul tak ada habisnya. Mbah Gatot kelihatannya tidak terganggu meski fisiknya rentan karena usia.

Topik bahasan kali ini soal pawang hujan. Masih ada kaitan dengan Rara pawang hujan di Pulau Lombok. Yang action saat balapan MotoGP di Mandalika. Yang bikin heboh media sosial. Pro kontra luar biasa.

Mbah Gatot ternyata sudah bicara panjang lebar di YouTube. Di channel Ngaji Roso. Tentang kearifan lokal hingga ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Pawang hujan janganlah dilihat sebagai klenik atawa spiritual kejawen. 

"Itu bisa dikaji secara ilmiah," kata Mbah Gatot, pensiunan panitera PN Sidoarjo, penulis beberapa buku sejarah lokal.

Alumnus FH Universitas Brawijaya ini tidak tertarik menanggapi serangan gencar terhadap Rara si pawang hujan. Khususnya dari kalangan agamawan yang menganggap sirik, takhayul, klenik, dsb. Sebab sudut pandangnya berbeda. 

Wong itu ritual kejawen. Di mana-mana ada pawang hujan di Nusantara ini. Mana ada hajatan besar yang tidak pakai pawang hujan? Bedanya, Mbak Rara ini beraksi ala pertunjukan teater atau kesenian tradisional. 

Padahal lazimnya pawang hujan bekerja di balik layar. Antara ada dan tiada. Kalau pamer atau show malah kesaktiannya bisa berkurang. "Pawang hujan biasanya tidak menonjolkan diri," komentar saya sekenanya saja.

Rupanya ada penghayat kejawen dari Sidoarjo yang tidak terima. Ia justru sangat bangga dengan Rara yang mau tampil secara terbuka. Diliput luas di media massa. "Inilah saatnya kejawen tampil di depan umum," katanya.

Bapak itu bilang selama ini kejawen dan aliran-aliran kepercayaan malah dilecehkan di negerinya sendiri. Orang kejawen jadi minder. Ruang geraknya dibatasi. Urus KTP pun susah karena agama lokal tidak diakui oleh negara.

Obrolan pun berlanjut ke aliran kepercayaan, kejawen, sapta darma, pangestu, dsb. Juga nostalgia akan kejayaan Majapahit. Kemudian kalah secara politik dan budaya oleh kerajaan-kerajaan baru.

Saya tak kuat lagi mengikuti pengajian rasa budaya tempo doeloe. Ngantuk.

Mas Amak ternyata pulang bersama delta

Pandemi selama dua tahun ini membuat kita orang kehilangan banyak kontak. Tidak tahu kondisi terakhir beberapa kawan lama. Eh, ternyata wis rampung. Selesai tugasnya di alam fana ini.

Kemarin saya lewat di depan eks Pabrik Gula Toelangan. PG terkenal yang diangkat Pramoedya Ananta Tour di novel Bumi Manusia. Saya ingat Amak Junaedi, kawan lama. Rumahnya tak jauh dari PG. Bapaknya dulu sinder di situ.

Apa kabar Mas Amak? 
Masih sering pimpin unjuk rasa
Bongkar kasus korupsi lokal?
Tidak takut dijadikan tersangka pencemaran nama baik?

"Mas Amak sudah gak ada. Sudah lama berpulang," kata seorang aktivis di Tulangan yang kenal Amak Junaedi.

Oh, Tuhan!

Rupanya Mas Amak sudah menghadap Beliau saat gelombang badai Delta tahun 2021 lalu. 

Cukup banyak kenangan bersama Amak. Dulu dia sering bikin lomba mancing di kolam dekat rumahnya. Pesertanya dari seluruh Sidoarjo. Ramai sekali.

Komunitas budayawan dan seniman juga sering cangkrukan di rumahnya. Sarasehan budaya Jenggala, Anggara Kasih, dan sebagainya. Rumah tua nan megah khas elite desa jadi tempat paling nyaman untuk ngobrol ngalor ngidul.

Amak lalu menghilang lama sekali. Lalu muncul lagi dengan sapaan Abah. Dari abangan jadi putihan. Sering pakai baju takwa di foto-fotonya. Tapi acara demo jalan terus. Bersama LSM Gempur Sidoarjo.

"Kita gempur terus. Pejabat-pejabat perlu dikontrol karena dewan kurang kritis," katanya. 

Amak selalu semangat dalam urusan gempur menggembur pejabat. Saking kerasnya wartawan-wartawan sering takut mengutip omongannya. Takut salah data yang berujung delik hukum.

Sebelum pandemi saya sempat ngobrol soal PG Toelangan. Nostalgia kejayaan pabrik gula di Sidoarjo masa lalu. Amak banyak tahu karena ayahnya karyawan pabrik gula dan punya kebun tebu yang luas.

"Kalau Sampean bahas pabrik gula di Sidoarjo gak usah jauh-jauh cari narasumber. Aku siap beri masukan," ujar pentolan LSM itu.

Setelah pandemi tidak ada lagi komunikasi. Nomor WA tidak aktif. Media sosialnya juga macet. Tentu Amak sedang sibuk cari data dan informasi untuk gempur koruptor lokal, pikir saya.

Umurnya belum 50 tahun. Badannya yang gempal tentu kuat menghadapi gempuran korona, pikir saya.

Ternyata Tuhan punya kehendak lain. Mas Amak dipanggil pulang ke alam baka. Sekitar tujuh bulan lalu. Saya baru tahu kemarin.

 Selamat jalan, Mas! 

Sabtu, 26 Maret 2022

Baba Alim ajak kita olang coba semua

Alim Markus sudah lama jadi bintang iklan. Sering nongol di televisi. ''Cintailah ploduk-ploduk Indonesia!''

Bos Maspion Group ini, Anda sudah tahu, agak pelat. Sulit mengucapkan huruf r. Kita olang seneng pake ploduk-ploduk Indonesia! Maksudnya ya, produk-produk Maspion.

Mengapa tidak pakai artis muda jelita sebagai bintang iklan? Yang lagi naik daun? Yang punya banyak pengikut di media sosial?

Tuan Liem punya prinsip sendiri. Ia pasang badan untuk mempromosikan produk-produknya. Agar lebih meyakinkan masyarakat sebagai konsumen. 

Beda dengan artis atau bintang iklan bayaran. Mereka cuma acting atawa main sandiwara saja di kamera. Belum tentu menggunakan produk yang dipromosikan itu.

Selain di televisi, Alim Markus juga jadi bintang iklan di surat kabar. YOU MUST TRY ALL. Begitu tulisan besar di iklan restoran di Jalan Pregolan 1 Surabaya. Resto milik Maspion juga yang diklaim makanannya enak semua. ''Paling enak,'' katanya.

Menunya gurami goreng, gurami bakar, gurami pesmol, sate gurami, mi kluntung, soto lamongan, tahu telor, mi ayam pangsit, dan beberapa lagi. 

''Kamu olang musti coba semua,'' begitu ajakan konglomerat yang bermarkas di Kembang Jepun itu.

Hemm... kapan-kapan kita orang pigi coba gurami bakar dan soto lamongan. Semoga cocok dan enak.

Sedekah recehan dan roti untuk Mas Kaipang

Pagi ini aku ngopi di depan minimarket di Krian. Ditemani roti tawar gandum mencontoh meneer en mevrow tempo doeloe. Roti gandum lebih sehat ketimbang roti biasa yang enteng. Pencernaan lebih bagus, kata dokter.

Lalu datanglah seorang ahli kaipang, anggota partai pengemis. "Minta duit," katanya sambil senyum.

Ada seribu perak. Uang kembalian itu diberikan ke Mas Kaipang. Bukannya bilang terima kasih, tapi agak protes. "Kurang, Pak!

Waduh... pengemis di zaman milenial ini memang beda. Tidak lagi nrimo dan matur nuwun meski dikasih uang recehan. Apa boleh buat, aku tambah 2.000. Diambil tapi lupa bilang terima kasih.

Mas Kaipang belum juga beranak. Rupanya dia ngiler melihat roti tawar gandung. Aku kasih satu iris. "Kurang, Pak!" 

Maka dikasihlah satu iris lagi. Diambil lalu ngalih ke meja lain. Minta sedekah di sebelah. Matur nuwune wis lali. Sudah lupa bilang terima kasih.

Tiba-tiba ada bisikan halus menyapa. Saat ini masa puasa. Saatnya memperbanyak sedekah. Tangan kiri memberi, tangan kanan tidak boleh tahu. Tidak boleh cerita siapa-siapa. Apalagi cuma sedekah recehan untuk Mas Kaipang yang lusuh itu.

Matius 6 : 2 :

"Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya."