Minggu, 30 Maret 2025

Nasib Gedong Bella-Vista di Malang Semangkin Ngenes

Hujan agak deras petang tadi di Hari Raja Njepi. Ajas jang soeka oeklam-oeklam di Kota Malang malang nian nasibnja, tiada bawa pajoeng atawa djass oedjan. Tiada bisa bebas mlakoe-mlakoe, ia terpaksa bertedoeh di waroeng kopi jang terletak di gedong kolonial Bella-Vista, dempet dengan kantoran DPRD Malang, dekat pula Balai Kota.

Gedong itu kini soedah banjak waroeng-waroeng di sekelilingnja. Tiap hari ramai, lěbih-lebih oleh toean-toean penarik odjek, soeka njangkroek di sana, moentji baterei handphone atawa menumpang WiFi. Banjak anggota group tempo doeloe, soeka potret-potret di sana, buat dikirimkan di persatoean Malang Tempo Doeloe atawa pagoejoeban Sedjarah dan Budaja Malang-Raja.

Bella-Vista, asalnja nama berarti pemandangan indah, tapi siapa sangka sekarang tidak indah sama sekali? Boeat tahoe tahoen berapa didirikan, Ajas tjari informatie di group Malang Tempo Doeloe. 

Ada jang bilang, gedong itoe dahoeloe dari tahoen 1920 sampe 1942 ditinggali seboeah familie Belanda. Soedah itoe, pada masa Nippon 1942-1945, diambil dan dipakai kantor.

Tatkala taon 1990-an, Bella-Vista sempat ditempati Sekolah Tinggi Atlas Noesantara, tapi entah bagemana, sekolah tinggi itoe soedah pindah ke  Arjosari, maka gedong mangkrak sampe sekarang. 

Djoega ada jang bilang, Bella-Vista sering dipake tempat oendji njali, atawa anak-anak moeda bikin konten misteri lantaran konon ada penoenggoe di sono, begitoe katerangan Sam Suga dari Kepandjen, toean oplet.

Banjak kawan-kawan tempo doeloe mengeloh, mengapa Bella-Vista dibiarkan begitoe sadja? Mengapa tidak didjoelma mendjadi cagar boedaja Kota Malang?

 Kantoran Dewan dan Balai Kota dempet dengan Bella-Vista, tapi tidak ada jang ambil ferdoeli. Apa boleh boeat, nasi soedah mendjadi boeboer. Gedong itoe tinggal menanti tamat riwajat.

Adoeh, Bella-Vista! Dahoeloe njaman, sekarang soedah tidak keruan 🙏🙏

Sabtu, 29 Maret 2025

Mampir Ngombe Koffie di Toko Oen Malang

Toko Oen, Kajoe Tangan nomer 5, jang kesohor itu, adoeh, jang mana orang-orang pesiar di Malang belon lengkap rasanja kalau belon singgah di situ! Toko roti dan kue, tempat orang makan-makan, minoem koffie atawa bier, di tengah-tengah Kota Malang jang ramai.

Di dalem toko, ada tulisan besar pakai bahasa Belanda:

,,Welkom in Malang, Toko Oen die sinds 1930 aan de gasten gezelligheid geeft.''

Adoeh! Artinja? 

Nah, kalau ini djaman doeloe, sebelum ada internet atawa Mbah Google, mesti tanya sama oma opa jang masih cas-cis-cus Hollands spreken. Tapi sekarang? Wah, gampang betoel!

Daholoe Ajas masih anak moeda, kalau lewat toko ini cuma bisa liat dari loewar sadja. Pikiran sudah bilang: "Adoeh, pasti roti dan kue di dalam mahal betoel!"

 Mana berani masoek! Orang Malang sekalian pun banyak jang jangankan beli, masoek sadja tidak! 

Toko Oen van Malang ini memang tempatnja orang-orang tadjir, toeris-toeris dari negeri jauh, apalagi orang-orang Belanda jang doeloe pernah tinggal di sini.

Sore ini, Ajas pesiar keliling kota, dari Petjinan jang ada Kelenteng Eng An Kiong, lalu ke Pasar Besar, ke Agus Salim atawa Djalan Kabupaten jang makin ruwet, makin padet, makin semrawoet. Kemudian nyeberang ke Aloon-Aloon.

 Adoeh! Anak-anak ramai betoel main-main sama burung merpati. Rupanja Pemkot Malang kasi anggaran special bagi piara burung dara jang rakos makan biji djagung itu.

Ajas mulai rasa penat. Moesti cari tempat santai, minoem kopi. Tapi ini bulan puasa, 29 Ramadan 1446 H, kebetulan pas sama 29 Maart 2025. Wah, waroeng-waroeng banyak jang toetoep. 

Adoeh! Lantas Ajas pikir, lebih baik masoek sadja ke Toko Oen. Ini toko jang sejak zaman doeloe tetap buka macam hari biasa. Orang jang poso tetap hormat, orang jang tidak poso bisa santai.

Di dalam, suasana masih tetap tempo doeloe. Pelajan-pelajan pakai seragam putih item. Langit-langit tinggi, mebel dari djati tua, dan bau roti jang baru matang dari dapur. 

Ajas pesen koffie toebroek panas. Wah, harganja 20K! Lebih mahal dari koffie premium di Klodjen sana. Tapi jang Ajas cari bukan itoe wedhang kopinja. Ajas cari suasana nostalgia!

Biasanja di sini banyak toeris Belanda jang doeloe pernah tinggal di Hindia-Belanda, datang minoem koffie atawa bier. Tapi petang ini cuma ada dua bule toea. Lebih banyak orang Tionghoa jang rambutnja disemir pirang, ah, matjam orang bule!

Di podjokan, samar-samar Ajas dengar lagu Don't Sleep Away dari Daniel Sahuleka, penyanyi Maluku jang tinggal di negeri Belanda. Adoeh, makin terasa suasana tempo doeloe! 

Kopi masih panas, sore makin redup, dan Malang tetap njang tjantik seperti doeloe!

Jumat, 28 Maret 2025

Paus Fransiskus Sudah Keluar Rumah Sakit tapi Belum Sehat

Kabar kesehatan Paus Fransiskus, Pemimpin Tertinggi Katolik seantero jagad, menjadi perhatian khalayak ramai. Segenap umat beriman, dari benua ke benua, menunggu kabar dengan penuh rasa cemas, seraya berdoa bagi kesembuhan bapa suci asal Argentina tersebut.

Sebagaimana telah diketahui, Paus Fransiskus telah beberapa kali mengalami gangguan kesehatan dalam tahun-tahun terakhir. Kendati demikian, beliau tetap menjalankan tugas suci dengan semangat tak surut. 

Bulan lalu, Paus dikabarkan mengalami infeksi pernapasan ringan, sehingga beberapa agenda ditunda. Kendati demikian, sumber dari Vatikan menegaskan, kesehatan beliau tetap dalam pemantauan dokter-dokter ahli dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Tatkala peristiwa ini tersiar, para dokter kepausan segera mengambil tindakan yang patut. Seorang pejabat tinggi di dalam lingkungan Takhta Suci menyatakan, "Bapa Suci masih kuat dan penuh semangat. Beliau tetap membaca, berdoa, serta menerima audiensi dengan para tamu penting."

 Walau telah lanjut usia, 88 tahun, Paus Fransiskus tetap menunjukkan kegigihan dalam menjalankan tugasnya sebagai Gembala Umat.

Adapun di Kota Roma, kaum awam dan rohaniwan tampak berbondong-bondong menuju Basilika Santo Petrus, menyalakan lilin dan mengucap doa bagi kesehatan Paus tercinta. Begitu pula di negeri-negeri jauh, dari Amerika Latin hingga Kepulauan Nusantara, sekalian umat mengadakan Misa Kudus sebagai tanda kasih dan kesetiaan kepada pemimpin rohani mereka.

Seorang imam dari Buenos Aires, tempat kelahiran Paus, berujar, "Dari muda hingga kini, Bapa Suci selalu dikenal sebagai pribadi yang kuat. Kendati usia telah senja, batin dan pikirannya tetap terang."

Dalam banyak kesempatan, Paus Fransiskus telah menegaskan bahwa kesehatan bukan sekadar urusan raga, melainkan juga jiwa. "Jangan takut akan kelemahan tubuh, sebab Tuhan selalu menyertai," demikian beliau pernah bersabda.

Kini, harapan besar tertumpu pada kesembuhan Paus. Di segala penjuru dunia, doa-doa terus dipanjatkan, tanda bahwa kasih kepada Pemimpin Gereja tetap berkobar. Semoga Bapa Suci lekas pulih dan kembali memimpin umat dalam damai serta kebijaksanaan.

Mudik: Tradisi yang Tak Bisa Ditawar di Tanah Jawa

Tiga hari lagi sampai Lebaran 2025. Jalan-jalan mulai ramai. Orang-orang Jawa berbondong-bondong pulang ke kampung halaman. Kaya, miskin, tua, muda, semua berkemas. Tak peduli lelah, tak peduli biaya, asal bisa merayakan Lebaran di tanah kelahiran.

Mbak Sinta, perempuan asal Tulungagung yang telah lama mengadu nasib di Buduran, Sidoarjo, pun tak mau ketinggalan. Pagi tadi, ia dan dua anak gadisnya yang manis-manis sudah naik bus mudik gratis. 

Biasanya, mereka mengendarai sepeda motor, menempuh perjalanan empat hingga lima jam. "Tapi tahun ini saya sudah capek," katanya, tersenyum kecil.

 "Lebih santai naik bus, tak perlu menyetir, tinggal duduk sampai kampung."

Meski bertahun-tahun menetap di Sidoarjo, memiliki kartu tanda penduduk Sidoarjo, hatinya tetap milik Tulungagung. "Di sini hanya cari duit, tapi kampung tetap di sana," ujarnya mantap.

 Dua anaknya pun sejak kecil sudah diajarkan satu hal: mudik itu wajib.

"Bagaimana kalau tidak mudik?" Kami bertanya.

"Tidak bisa," jawabnya cepat. "Mangan ora mangan, pokoké kumpul!"

Mbak Sinta hanyalah satu dari jutaan orang Jawa yang berpikiran serupa. Maka, tiap tahun, pemerintah daerah Jawa Timur menganggarkan dana besar untuk program mudik gratis. 

Presiden Prabowo boleh menyerukan efisiensi dan penghematan, tapi nyatanya, anggaran untuk mudik tetap ada. Tak mungkin dihapus. Sebab bagi orang Jawa, mudik bukan sekadar perjalanan pulang. Ia adalah panggilan hati, adalah janji pada leluhur, adalah harga diri.

Selamat mudik, rakyat Jawa Timur!

 Semoga selamat sampai tujuan dan berbahagia merayakan Lebaran di kampung halaman.

Banyak Orang Pulang Kampong, Hati Senang Ketemu Keluarga

Soerabaia, 28 Maret 2025 – Pagi-pagi sekali, halaman Universitas Bhayangkara (Ubhara) Soerabaia sudah rame betoel. Orang-orang datang bawa tas besar, anak kecil pegang tangan emak, ada yang bawak rantang isi makanan. Hari ini hari baik, karena Mudik Gratis 2025 Bareng Radar Soerabaia diberangkatkan.

Orang semua seneng, karena bus ini tidak bayar satu sen pun. Bus gede, bersih, ada AC, ada kursi empok. "Wah.. kalau naik bis semewah ini, harga tiket bisa mahal, tapi sekarang kita bisa naik graties," kata Bapa Soemadi, orang tua dari Ponorogo.

Besar dan kecil, muda dan tua, semua orang naik ke bus dengan tertib. Anak-anak lihat ke jendela, melambai ke famili yang anter. Ada jang titip salam ke famili di kampong. 
"Nanti kalau sampe, kirim kabar, jangan lupa," pesan seorang ibu ke anaknya yang duduk di pinggir jendela.

Bus melaju pelan-pelan, dikawal polisi biar selamat sampai kota masing-masing. "Biar hati tenang, kita dijaga sampe rumah," kata Mbok Ijah, yang mau pulang ke Trenggalek.

Hari ini banyak hati yang senang. Di kampong, famili sudah siap-siap masak opor dan ketupat. Hari Lebaran, semua orang bisa ketemu lagi, cerita panjang lebar, dan makan rame-rame.

"Semoga tahun depan ada lagi mudik gratis begini," kata Bapa Mamat, yang pegang tas berisi oleh-oleh buat cucunya.

Kamis, 27 Maret 2025

Blog Ini Terlantar Sangat Lama, Siapakah yang Salah?

Adalah suatu kenyataan yang tiadalah dapat disangkal: blog ini telah dibiarkan teronggok tanpa pembaruan hingga hampir dua purnama lamanya.

 Sang tuan rumah, yang dahulunya rajin menuangkan buah pikirannya di lembar maya ini, seakan terlena oleh kesibukan dunia fana—entah dalam urusan kerja, mengayuh sepeda pancal, atau barangkali terperangkap dalam gelombang hiburan Youtube serta seluk-beluk media sosial.

Adapun catatan terakhir yang menghiasi laman ini ialah perihal pertemuan dengan Romo Didik, beberapa hari sebelum menerima tahbisan sebagai Uskup Surabaya pada 20 Januari 2025 yang lalu.

Sejak saat itu, sunyilah blog ini, tiada kisah baru yang tersaji. Maka tiadalah mengherankan apabila beberapa sahabat bertanya-tanya: apakah gerangan yang terjadi dengan sang empunya blog?

Petang tadi, dalam sebuah kepenasaranan yang mendadak timbul, diperiksalah blog ini. Alangkah terkejutnya hamba mendapati bahwa hanya tiga belas orang yang sempat mengklik. Namun, yang mengklik belum tentu membaca. 

Apakah mereka dibawa ke mari oleh Paman Google? Itu pun belum ada kepastian. Malahan, setelah hamba mengetikkan alamat blog ini pada laman pencari, tiadalah ia muncul dalam daftar Google!

Maka bertanyalah hamba kepada seorang kawan yang memahami seluk-beluk algoritma dan SEO. Katanya, apabila tulisan di suatu blog terlalu sedikit, maka Paman Google akan menganggapnya tidak berkualitas. 

Dan apabila blog ini lebih sering diperbarui, apakah niscaya PV-nya akan membubung tinggi? Jawab seorang sahabat yang berkecimpung dalam dunia media daring di Surabaya: 

"Belum tentu! Banyak saja belum tentu masuk, apalagi sedikit, lebih-lebih lagi bila tiada sama sekali!"

Sebagaimana diketahui, laman-laman berita daring pun kini mengalami nasib serupa. Jumlah PV mereka merosot tajam, dari yang dahulunya mungkin melampaui seratus ribu, kini hanya berkisar di bawah dua puluh ribu, bahkan ada yang hanya menyentuh angka sepuluh ribu.

Demikianlah sekadar renungan bagi kita semua. Bahwa dalam jagat maya yang kian dinamis ini, kehadiran yang terus-menerus dan tulisan yang bermutu menjadi suatu keniscayaan. Apakah blog ini akan kembali semarak seperti dahulu kala? Ataukah ia akan menjadi sekadar jejak sunyi di sudut dunia digital? Biarlah waktu yang menjawabnya.

Senin, 20 Januari 2025

Dua keponakan berhasil jadi PNS Kemenkumham! Alhamdulillah

Buat apa kuliah kalau tidak bisa jadi pegawai negeri? 

Buat apa sarjana kalau sulit cari kerja?

Kuliah itu tujuan utamanya jadi PNS! Begitulah faham atau semacam "ajaran" yang berlaku di NTT. Pabrik-pabrik tidak ada. Industri swasta belum jalan.

Maka PNS jadi idaman semua orang NTT. Dapat gaji bulanan, kerja rileks tanpa tekanan, tanpa target omzet, dapat pensiun. Gaji selalu naik karena negara tidak bangkrut.

Rinol si keponakan baru saja lulus tes CPNS. Diterima sebagai pegawai Kemenkumham. Tugasnya nanti jadi penjaga tahanan atau narapidana alias warga binaan di lembaga pemasyarakatan alias penjara.

Rinol anak cerdas. Sebelumnya dia ikut tes masuk kampus kedinasan Kemenhub RI. Masuk 5 peserta terbaik di Provinsi NTT. Tapi NTT hanya dapat jatah 3 taruna alias mahasiswa.

Maka 5 peserta itu dites lagi. Wawancara tatap muka dsb. Kali ini Rinol gagal. Impian jadi mahasiswa yang dibayar negara pun ambyar.

Dasar anak cerdas, Rinol ikut tes masuk PTN. Tidak pakai belajar, bimbingan tes, ia diterima di Universitas Nusa Cendana (Undana Kupang). Fakultas Peternakan. Urusan ternak sapi, kambing, babi, ayam, bebek dsb. Tapi rupanya kurang semangat di kampus negeri itu.

Rinol iseng-iseng ikut tes CPNS Kemenkumham. Cukup pakai ijazah SMA. Ternyata lulus. Alhamdulillah. Impiannya dan orang tuanya akhirnya terkabul. 

Sebelumnya Fidel keponakan satu lagi juga pikiran serupa. Buat apa kuliah lama, jadi sarjana tapi tidak ada jaminan jadi PNS? Fidel punya otak cerdas. Lulusan SMA favorit di Kupang.

Ia pun coba-coba tes CPNS Kemenkumhan. Puji Tuhan, lolos! Padahal formasi yang diterima sangat sedikit. Fidel pun kini sangat menikmati pekerjaannya sebagai pegawai negeri urusan penjara. Saban hari ketemu warga binaan.

Lulus SMA atau SMK langsung kerja, diangkat PNS, adalah impian banyak orang. Khususnya rakyat NTT. 

Berbahagialah mereka yang jadi PNS! Sebab upahmu dibayar negara!

Minggu, 19 Januari 2025

Awak Media Ngobrol Santai dengan Uskup Surabaya Terpilih Monsinyur Didik

Modik, Romo Didik, segera menjadi Monsinyur Didik. Uskup Surabaya Monsinyur Agustinus Tri Budi Utomo. Tahbisan diadakan pada Rabu 22 Januari 2025 di Widya Mandala Hall, Pakuwon City, Surabaya.

Sabtu 18 Januari 2025, Gereja Katedral HKY sudah diterop seluruhnya. Persiapan Vesper Agung. Pemberkatan semua busana, tongkat, atribut yang akan dikenakan bapa uskup yang baru. Para uskup se-Indonesia diundang hadir dalam prosesi penting dan langka itu.

Empat hari sebelum tahbisan, Uskup Didik alias Monsinyur Agustinus mengundang awak media di Surabaya untuk ngobrol santai. Baru kali ini ada seorang uskup terpilih mengajak wartawan untuk diskusi santai.

Obrolan bebas. Tidak pakai moderator meski si Adrian dari Surya sebagai koordinator. Ada Eta dari Kompas, Ambro Kompas, Andreas CNN, Disway, Jawa Pos dan sebagainya. Banyak wartawan lawas macam Eta yang saya kenal baik, suaminya kebetulan orang Flores, tapi banyak yang belum kenal.

Tidak ada doa pembukaan. Langsung ngomong ngalor ngidul. Soal makan siang gratis, laut di pagar, PSN di Surabaya, aset keuskupan, tren panggilan atau seminaris, hingga sulitnya menghubungi orang keuskupan untuk membahas isu-isu aktual di media massa.

"Kita akan buat media center. Nanti Komsos akan kita benahi sesuai tuntutan zaman. Zaman sekarang tidak bisa lagi ditutup-tutupi," kata bapa uskup asal Ngawi itu.

Wartawan juga meminta agar para awak media di Surabaya yang bukan Katolik diajak retret atau gathering agar memahami sejumlah istilah khas gerejawi. Sebab saat konferensi pers beberapa waktu lalu ada wartawan yang menanyakan beda "tahbisan" dan "pelantikan", uskup itu apa, tugasnya apa, mengapa tidak segera "dilantik" tapi harus  menunggu tiga bulan setelah diumumkan Vatikan.

Semua pertanyaan, keluhan, curhat para awak media direspons dengan baik oleh Uskup Didik. Ternyata ia sudah melakukan berbagai persiapan terkait media center di Keuskupan Surabaya. Ruang itu bakal terbuka untuk siapa saja. Bukan hanya bagi wartawan yang beragama Katolik.

"Silakan mampir, ngopi, mengetik berita dsb," kata uskup yang pernah jadi pastor kepala Paroki Sidoarjo itu.

Lantas, kapan "kabinet" baru akan diumumkan?

"Tanggal 23 Januari," kata Uskup Didik.

 Artinya sehari setelah ditahbiskan oleh Dubes Vatikan Monsinyur Piero Pieppo, nama-nama kuria sudah bisa diketahui rakyat di seluruh dunia. Sebab Misa Tahbisan Uskup Surabaya, Misa Pontifikal, dan Vesper Agung disiarkan secara live streaming lewat YouTube dan media sosial.

Tak terasa obrolan di ruang tengah Wisma Keuskupan Surabaya sudah berlangsung selama dua jam. Adrianus minta Uskup Didik memimpin doa sekaligus memberkati para wartawan di Surabaya.

Deo gratias!

Selamat bertugas, Uskup Didik!

Kamis, 09 Januari 2025

Wayang Potehi Sambut Tahun Baru Imlek, Ki Subur Panen Tanggapan di Jakarta

Jelang Tahun Baru Imlek 2025, Ki Subur, dalang wayang potehi asal Kampung Dukuh, Surabaya, tengah sibuk mempersiapkan jadwal padatnya di Jakarta. Dalang yang dikenal piawai dalam memainkan wayang khas Tionghoa ini telah mendapatkan serangkaian undangan dari berbagai pihak untuk tampil selama bulan Januari hingga awal Februari 2025.

"Saya main dua hari pada 14-15 Januari 2025 di Kelenteng Pasar Baru Jakarta," ujar Ki Subur. 

Usai tampil di kelenteng, ia langsung diminta mengisi pertunjukan di Mall Ciputra Jakarta mulai 16 Januari hingga 3 Februari.

 "Pertunjukan nonstop selama 19 hari berturut-turut. Alhamdulillah, Imlek tahun ini saya masih dipercaya untuk menghibur masyarakat Jakarta dan sekitarnya," tambahnya.

Ki Subur mengenang awal perjalanan kariernya di Jakarta pada 2007, ketika dirinya pertama kali diundang untuk memainkan wayang potehi karena belum ada dalang potehi di wilayah Jabodetabek. Antusiasme masyarakat sangat tinggi, terutama karena kesenian ini sempat dilarang pada era Orde Baru.

 "Apalagi potehi dimainkan di pusat perbelanjaan, bukan di kelenteng seperti biasanya. Saya padatkan ceritanya dan mengemas sedemikian rupa agar jadi hiburan keluarga," jelasnya.

Tahun ini, menyambut Tahun Ular, Ki Subur akan membawakan lakon Siluman Ular Putih, sebuah legenda klasik yang populer di industri film namun jarang dimainkan dalam wayang potehi.

 "Saya harus membaca lagi cerita tentang Siluman Ular Putih dan konteks sejarahnya agar lebih pas saat dipentaskan. Kami juga menyiapkan properti baru untuk mendukung cerita," kata Subur.

Untuk mendukung pertunjukan yang panjang ini, Ki Subur membawa tim beranggotakan lima pemain musik, terdiri dari tiga orang dari Surabaya dan dua dari Jakarta. Anak Ki Subur, Ringgo, juga ikut tampil untuk mendukung regenerasi seni wayang potehi.

Berbeda dengan wayang kulit yang hanya dimainkan semalam suntuk, Ki Subur menjelaskan bahwa wayang potehi memiliki durasi yang lebih fleksibel. "Bisa satu-dua hari, satu minggu, bahkan satu bulan sesuai pesanan. Sekali tampil biasanya dua jam, dan ceritanya dibuat fragmen-fragmen hingga selesai pada hari terakhir," tuturnya.

Antusiasme terhadap wayang potehi terus bertumbuh, terutama di Jakarta. "Alhamdulillah, banyak yang suka sehingga setiap tahun saya dapat job di sini," ujar Ki Subur, penuh syukur.

 Pertunjukan wayang potehi ini diharapkan menjadi bagian dari perayaan Tahun Baru Imlek yang penuh warna dan makna bagi masyarakat Tionghoa dan penikmat seni tradisional di Indonesia.

Selasa, 07 Januari 2025

Pastor Josef Cui Lipeng SVD, Misionaris Asal Hubei Tiongkok Bertugas di Surabaya

Pastor Josef Cui Lipeng, 38 tahun, misionaris asal Provinsi Hubei, Tiongkok, saat ini bertugas di Gereja Gembala Yang Baik, Jalan Jemur Handayani, Surabaya. Meski baru setahun berada di Indonesia, Pastor Cui sudah cukup fasih berbahasa Indonesia dan memimpin misa dalam bahasa Indonesia.

"Saya pertama kali belajar bahasa Indonesia di Yogyakarta selama tiga bulan, kemudian praktik langsung dengan para romo di Jogja, Jakarta, Semarang, dan Surabaya," ungkap Pastor Cui.

Namun, Pastor Cui mengaku belajar bahasa Indonesia bukan hal mudah baginya. Ia mengalami kesulitan terutama dalam pengucapan huruf "r." 

Ucapannya sering pelat sehingga tidak dipahami orang lain. "Sekarang sudah lumayan," ujar Pastor Cui sambil tersenyum.

Pastor Cui berasal dari keluarga Katolik yang taat di Hubei. Bahkan, pamannya adalah seorang pastor praja di Tiongkok. Melihat pamannya kewalahan melayani umat di sana, ia memutuskan menjadi misionaris Serikat Sabda Allah (SVD) dan melanjutkan pendidikan teologi di Jerman.

Saat belajar di Jerman, Pastor Cui bertemu dengan keluarga Indonesia yang dikenalnya sebagai orang-orang yang sangat baik. Hal ini menumbuhkan keinginannya untuk bertugas di Indonesia. 

"Keinginan itu akhirnya terwujud dengan perutusan saya ke Surabaya," tuturnya.

Pastor Cui merasa nyaman bertugas di Surabaya. "Di Surabaya, saya merasa seperti di kampung sendiri karena banyak umat yang potongannya seperti saya (Tionghoa)," katanya.

Untuk memperlancar kemampuan bahasa Indonesia, Pastor Cui terus belajar dari rekan-rekannya di Surabaya, terutama Romo Lucius Tumanggor SVD. "Kami sering nonton televisi bersama. Kalau ada yang tidak saya mengerti, dia yang menjelaskan," katanya.

Pastor Cui juga mengapresiasi kehidupan religius masyarakat Indonesia yang menurutnya sangat berbeda dengan di Tiongkok atau Eropa.

 "Di Surabaya, saya melihat umat biasanya datang lebih awal sebelum misa dimulai dan berdoa pribadi sangat lama. Di Tiongkok tidak seperti itu," jelas pastor kelahiran 4 Maret 1986 ini.

Meski baru setahun bertugas, dedikasi Pastor Josef Cui Lipeng di Gereja Gembala Yang Baik mendapat apresiasi dari umat. Pastor Cui berharap dapat terus melayani dengan penuh semangat sambil memperdalam pemahaman budaya dan bahasa Indonesia.

Minggu, 05 Januari 2025

Tahun baru kelabu di Jolotundo Trawas

Natal kelabu, tahun baru juga hambar. Malam tahun baru saya mampir di rumah panggung kawasan Biting, Seloliman, Trawas. Dekat petirtaan Jolotundo. Mendinginkan badan.

Pak Gatot Hartoyo hanya ditemani Dila, anaknya Mbak Nur pembantunya Pak Gatot. Dila masih kelas 3 SMP. Belum pintar masak. Beda dengan mamanya.

Mbak Nur ke mana? "Lagi sakit. Sedang perawatan," kata Dila. 

Rupanya Mbak Nur sudah lama sakit berat di payudara. Perlu kemoterapi. Duh, Gusti!

Tak ada Mbak Nur membuat malam tahun baru terasa hambar. Tak ada acara makan-makan, sarasehan budaya seperti biasanya. Hiburan musik dari Heri Biola pun tak ada.

"Mas Heri pulang ke Sidoarjo. Memang nggak ada agenda malam tahun baru," kata Pak Gatot yang juga penulis beberapa buku sejarah Sidoarjo. 

Maka, malam itu kami hanya sarasehan berdua. Di usianya yang senja Pak Gatot masih tajam analisisnya. Banyak cerita tentang perkembangan Jolotundo, bisnis warung, vila-vila hingga teman-teman sebayanya yang sudah tiada.

"Teman-teman saya sudah nggak ada semua," kata Gatot.

 Ia lalu menyebut nama-nama seniman + budayawan Sidoarjo yang sudah berpulang. Bambang Haryadjie pelukis. Bambang Tri budayawan penulis buku. Eyang Thalib pelukis. Mas Eko Porong pemilik galeri. Santoso pematung. Erwin budayawan. 

Di mana Pak Hendri Haryanto kurator lukisan? "Agak stres kayaknya sejak istri dan anaknya diambil mertua. Dia benar-benar terpukul," kata Pak Gatot.

Obrolan mengalir perlahan hingga 23.00. Saya pun ngantuk berat. Rahayuuuu!

Jumat, 03 Januari 2025

Damai yang Hilang di Kota Lama! Natal Terasa Hambar

Natal 2024 ini terasa kelabu. Tak ada nuansa perayaan, pohon terang berkilau, jajanan di meja, wajah-wajah ceria.

Tak seperti biasanya Kota Lama Gang Buntu, Malang, sepi saat Hari Natal. Seperti hari biasa aja. Paman CKH tak ada di rumah. Mungkin sibuk kerja atau ke Singosari. Seperti kebiasaannya selama ini.

Esoknya usai misa pagi Natal di Cor Jesu, Celaket 55, ayas mampir lagi di Kota Lama alias Klentengstraat karena dekat kelenteng terkenal itu. Ketemu Susan, istrinya Oscar Hurek. "Om di mana?"

"Belum pulang. Mungkin sebentar lagi," kata wanita asli Malang itu. 

Banyak perubahan di kediaman om di Kota Lama. Oscar dan Susan bersama keluarga bangun rumah di bekas kandang burung mainan paman dulu.

 Lahan eks kebun anggrek itu memang luas. Ada pohon kelapa, kelor, dan aneka tanaman. Mirip di desa.

Tiba-tiba Om CKH sudah ada di depan pintu. Betapa girang hatiku. "Selamat Natal! Semoga sehat dan damai," ayas mengukurkan tangan.

Aneh! Om rupanya tidak tahu siapa aku. Padahal biasanya kami ngomong ngalor ngidul berbahasa Lamaholot sampai berjam-jam. Mungkin pikun karena sudah tua. Tapi fisiknya masih kuat meski sekarang makin kurus. Dulu badannya besar dan agak kegemukan.

"Saya kalau mati tidak akan bawa tanah dan rumah ini. Orang mati menghadap Tuhan tidak bawa apa-apa!" katanya dengan nada keras. 

Ada apa ini? Kok Om bicara soal tanah? "Gak nyambung karena pendengarannya gak kayak dulu. Omong harus keras," kata Susan.

Om CKH pun masih bicara soal tanah. Mungkin aku dikira petugas pajak atau pengacara. Padahal saya seperti biasa mampir untuk Natalan sederhana seperti biasa. 

Makin lama Om masih konsisten bicara soal tanah. Saya pun mulai menebak apa yang berkecamuk di benak paman dari Pulau Lembata itu. Mungkin ada sengketa, batinku.

Saya pun sekali lagi menyalami Om dan minta diri. Diantar Susan. Di luar ketemu Oscar. Ouw... akhirnya saya jadi paham duduk persoalannya. Bukan hanya faktor usia, kepikunan, tapi ada masalah lain yang lebih kompleks.

Itu yang membuat damai Natal tahun ini hilang di Kota Lama.

"Sampean dikira pengacara!" kata Susan.