Kamis, 09 Januari 2025

Wayang Potehi Sambut Tahun Baru Imlek, Ki Subur Panen Tanggapan di Jakarta

Jelang Tahun Baru Imlek 2025, Ki Subur, dalang wayang potehi asal Kampung Dukuh, Surabaya, tengah sibuk mempersiapkan jadwal padatnya di Jakarta. Dalang yang dikenal piawai dalam memainkan wayang khas Tionghoa ini telah mendapatkan serangkaian undangan dari berbagai pihak untuk tampil selama bulan Januari hingga awal Februari 2025.

"Saya main dua hari pada 14-15 Januari 2025 di Kelenteng Pasar Baru Jakarta," ujar Ki Subur. 

Usai tampil di kelenteng, ia langsung diminta mengisi pertunjukan di Mall Ciputra Jakarta mulai 16 Januari hingga 3 Februari.

 "Pertunjukan nonstop selama 19 hari berturut-turut. Alhamdulillah, Imlek tahun ini saya masih dipercaya untuk menghibur masyarakat Jakarta dan sekitarnya," tambahnya.

Ki Subur mengenang awal perjalanan kariernya di Jakarta pada 2007, ketika dirinya pertama kali diundang untuk memainkan wayang potehi karena belum ada dalang potehi di wilayah Jabodetabek. Antusiasme masyarakat sangat tinggi, terutama karena kesenian ini sempat dilarang pada era Orde Baru.

 "Apalagi potehi dimainkan di pusat perbelanjaan, bukan di kelenteng seperti biasanya. Saya padatkan ceritanya dan mengemas sedemikian rupa agar jadi hiburan keluarga," jelasnya.

Tahun ini, menyambut Tahun Ular, Ki Subur akan membawakan lakon Siluman Ular Putih, sebuah legenda klasik yang populer di industri film namun jarang dimainkan dalam wayang potehi.

 "Saya harus membaca lagi cerita tentang Siluman Ular Putih dan konteks sejarahnya agar lebih pas saat dipentaskan. Kami juga menyiapkan properti baru untuk mendukung cerita," kata Subur.

Untuk mendukung pertunjukan yang panjang ini, Ki Subur membawa tim beranggotakan lima pemain musik, terdiri dari tiga orang dari Surabaya dan dua dari Jakarta. Anak Ki Subur, Ringgo, juga ikut tampil untuk mendukung regenerasi seni wayang potehi.

Berbeda dengan wayang kulit yang hanya dimainkan semalam suntuk, Ki Subur menjelaskan bahwa wayang potehi memiliki durasi yang lebih fleksibel. "Bisa satu-dua hari, satu minggu, bahkan satu bulan sesuai pesanan. Sekali tampil biasanya dua jam, dan ceritanya dibuat fragmen-fragmen hingga selesai pada hari terakhir," tuturnya.

Antusiasme terhadap wayang potehi terus bertumbuh, terutama di Jakarta. "Alhamdulillah, banyak yang suka sehingga setiap tahun saya dapat job di sini," ujar Ki Subur, penuh syukur.

 Pertunjukan wayang potehi ini diharapkan menjadi bagian dari perayaan Tahun Baru Imlek yang penuh warna dan makna bagi masyarakat Tionghoa dan penikmat seni tradisional di Indonesia.

Selasa, 07 Januari 2025

Pastor Josef Cui Lipeng SVD, Misionaris Asal Hubei Tiongkok Bertugas di Surabaya

Pastor Josef Cui Lipeng, 38 tahun, misionaris asal Provinsi Hubei, Tiongkok, saat ini bertugas di Gereja Gembala Yang Baik, Jalan Jemur Handayani, Surabaya. Meski baru setahun berada di Indonesia, Pastor Cui sudah cukup fasih berbahasa Indonesia dan memimpin misa dalam bahasa Indonesia.

"Saya pertama kali belajar bahasa Indonesia di Yogyakarta selama tiga bulan, kemudian praktik langsung dengan para romo di Jogja, Jakarta, Semarang, dan Surabaya," ungkap Pastor Cui.

Namun, Pastor Cui mengaku belajar bahasa Indonesia bukan hal mudah baginya. Ia mengalami kesulitan terutama dalam pengucapan huruf "r." 

Ucapannya sering pelat sehingga tidak dipahami orang lain. "Sekarang sudah lumayan," ujar Pastor Cui sambil tersenyum.

Pastor Cui berasal dari keluarga Katolik yang taat di Hubei. Bahkan, pamannya adalah seorang pastor praja di Tiongkok. Melihat pamannya kewalahan melayani umat di sana, ia memutuskan menjadi misionaris Serikat Sabda Allah (SVD) dan melanjutkan pendidikan teologi di Jerman.

Saat belajar di Jerman, Pastor Cui bertemu dengan keluarga Indonesia yang dikenalnya sebagai orang-orang yang sangat baik. Hal ini menumbuhkan keinginannya untuk bertugas di Indonesia. 

"Keinginan itu akhirnya terwujud dengan perutusan saya ke Surabaya," tuturnya.

Pastor Cui merasa nyaman bertugas di Surabaya. "Di Surabaya, saya merasa seperti di kampung sendiri karena banyak umat yang potongannya seperti saya (Tionghoa)," katanya.

Untuk memperlancar kemampuan bahasa Indonesia, Pastor Cui terus belajar dari rekan-rekannya di Surabaya, terutama Romo Lucius Tumanggor SVD. "Kami sering nonton televisi bersama. Kalau ada yang tidak saya mengerti, dia yang menjelaskan," katanya.

Pastor Cui juga mengapresiasi kehidupan religius masyarakat Indonesia yang menurutnya sangat berbeda dengan di Tiongkok atau Eropa.

 "Di Surabaya, saya melihat umat biasanya datang lebih awal sebelum misa dimulai dan berdoa pribadi sangat lama. Di Tiongkok tidak seperti itu," jelas pastor kelahiran 4 Maret 1986 ini.

Meski baru setahun bertugas, dedikasi Pastor Josef Cui Lipeng di Gereja Gembala Yang Baik mendapat apresiasi dari umat. Pastor Cui berharap dapat terus melayani dengan penuh semangat sambil memperdalam pemahaman budaya dan bahasa Indonesia.