Selasa, 07 Januari 2025

Pastor Josef Cui Lipeng SVD, Misionaris Asal Hubei Tiongkok Bertugas di Surabaya

Pastor Josef Cui Lipeng, 38 tahun, misionaris asal Provinsi Hubei, Tiongkok, saat ini bertugas di Gereja Gembala Yang Baik, Jalan Jemur Handayani, Surabaya. Meski baru setahun berada di Indonesia, Pastor Cui sudah cukup fasih berbahasa Indonesia dan memimpin misa dalam bahasa Indonesia.

"Saya pertama kali belajar bahasa Indonesia di Yogyakarta selama tiga bulan, kemudian praktik langsung dengan para romo di Jogja, Jakarta, Semarang, dan Surabaya," ungkap Pastor Cui.

Namun, Pastor Cui mengaku belajar bahasa Indonesia bukan hal mudah baginya. Ia mengalami kesulitan terutama dalam pengucapan huruf "r." 

Ucapannya sering pelat sehingga tidak dipahami orang lain. "Sekarang sudah lumayan," ujar Pastor Cui sambil tersenyum.

Pastor Cui berasal dari keluarga Katolik yang taat di Hubei. Bahkan, pamannya adalah seorang pastor praja di Tiongkok. Melihat pamannya kewalahan melayani umat di sana, ia memutuskan menjadi misionaris Serikat Sabda Allah (SVD) dan melanjutkan pendidikan teologi di Jerman.

Saat belajar di Jerman, Pastor Cui bertemu dengan keluarga Indonesia yang dikenalnya sebagai orang-orang yang sangat baik. Hal ini menumbuhkan keinginannya untuk bertugas di Indonesia. 

"Keinginan itu akhirnya terwujud dengan perutusan saya ke Surabaya," tuturnya.

Pastor Cui merasa nyaman bertugas di Surabaya. "Di Surabaya, saya merasa seperti di kampung sendiri karena banyak umat yang potongannya seperti saya (Tionghoa)," katanya.

Untuk memperlancar kemampuan bahasa Indonesia, Pastor Cui terus belajar dari rekan-rekannya di Surabaya, terutama Romo Lucius Tumanggor SVD. "Kami sering nonton televisi bersama. Kalau ada yang tidak saya mengerti, dia yang menjelaskan," katanya.

Pastor Cui juga mengapresiasi kehidupan religius masyarakat Indonesia yang menurutnya sangat berbeda dengan di Tiongkok atau Eropa.

 "Di Surabaya, saya melihat umat biasanya datang lebih awal sebelum misa dimulai dan berdoa pribadi sangat lama. Di Tiongkok tidak seperti itu," jelas pastor kelahiran 4 Maret 1986 ini.

Meski baru setahun bertugas, dedikasi Pastor Josef Cui Lipeng di Gereja Gembala Yang Baik mendapat apresiasi dari umat. Pastor Cui berharap dapat terus melayani dengan penuh semangat sambil memperdalam pemahaman budaya dan bahasa Indonesia.

7 komentar:

  1. Di Tiongkok ada dua Gereja Katolik. Yang satu nderek Paus di Roma, tidak direstui. Yang satu direstui oleh Gongchandang (PKT). Romo Cui ini dari kubu yang mana? Jika dari SVD tentunya dari kubu yang tidak direstui.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Romo Cui bilang awalnya dia melamar seminari lewat SVD di Beijing lalu dikirim sekolah filsafat teologi di Jerman. Nanti saya tanyaken soal 2 macem gereja di Tiongkok itu.

      Hapus
  2. Markus 6:4 " Seorang Nabi tidak laku di negerinya sendiri "

    BalasHapus
  3. Josef Cui (born in March 1986) from the Chinese province of Hebei near Beijing only met the Steyler Missionaries when he was 21.

    His family, who are part of the Catholic minority in China, supported him throughout his journey to becoming a religious. "They know how difficult this path can be and pray for me every day," Josef knows from the security of his family.

    For him, the eternal vows are a special path of God's love. "No one can live a lifetime of chastity, poverty and obedience without the grace of God. If this lifestyle suits me, then that is a sign of his love," he says, summing up his path to his voluntary "yes" to life in the order.

    He can fully identify with the Steyler Missionaries' mission statement: first and new evangelization, commitment to migrants and social justice as well as poverty reduction are the guiding principles of the Society of the Divine Word, as the Steyler Missionaries are officially called.

    “With the eternal vows, I am a true Steyler. I am looking forward to that,” explains the 31-year-old.

    BalasHapus
  4. Semoga Romo Cui kerasan melayani umat di Surabaya. Berkah Dalem!

    BalasHapus
  5. Adik 崔, Selamat bertugas di Surabaya. Urip ning suroboyo kudu santai, ojo meng-gebu2, ojo kesusu, takkan lari gunung dikejar. Nikmati saja hidup ayem di Indonesia.
    Lupakan segalanya yang diajarkan oleh orang2 jerman kepada anda, sebab semuanya adalah barang lama, obsolet, kaset mbulet istilah suroboyone. Semuanya yang anda pelajari di jerman, orang2 suroboyo sudah hafal sebelum anda dilahirkan, cuma saja orang2 suroboyo kuwi pura2 nggombloi, pura2 goblok. Bitte, Jangan ngajari wong Indonesia tentang Religion, mereka itu juara dunia tentang religi. Enak2, santai2 saja di Surabaya, semoga bisa jadi Pastor Kepala Paroki. Adik 崔 harus banyak belajar dari Bung Hurek dalam segala bidang, apalagi tentang religi, dia itu sudah hafal liturgi bahasa latin sejak zaman portugis di Lomblen.

    BalasHapus