Jumat, 27 Oktober 2023

Peliknya Bahasa Melayu sebagai Bahasa Kebangsaan di Malaysia

"Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Anwar Ibrahim memberi peringatan kepada jabatan kerajaan agar tidak melayan sebarang surat yang diutus selain daripada Bahasa Kebangsaan.

Tegas Anwar, beliau turut mengarahkan agar surat itu dipulangkan semula jika arahan itu gagal dipenuhi tidak kira sama ada dari sektor swasta mahupun kerajaan."

Itu kutipan pernyataan PM Anwar Ibrahim di Astro Awani. Laman itu sering saya baca. Karena itu, saya agak paham situasi politik di Malaysia yang hiruk pikuk. Pihak pembangkang (oposisi) saban hari mengutuk dan menggoyang pemerintahan PMX, julukan Anwar Ibrahim, perdana menteri ke-10.

Masalah bahasa kebangsaan, bahasa resmi, bahasa negara.. rupanya belum selesai di Malaysia. Sebagian warga negara di sana kurang suka berbahasa Melayu. Mereka lebih suka berbahasa Inggris, Hokkian, Mandarin, Tamil, dan sebagainya. Pribumi Melayu pun banyak yang keminggris. Lebih suka berbahasa "rojak".

Syukurlah, kita di Indonesia ada Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Isu bahasa kebangsaan sudah selesai tahun 1928. Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Bahasa Indonesia, yang bersumber dari bahasa Melayu, jadi bahasa kebangsaan kita.

Malaysia rupanya ruwet. Bahasa Melayu ternyata lemah. Meski sudah merdeka selama 66 tahun, bahasa kebangsaan masih jadi isu di Malaysia. Perdana menteri sudah 10 kali toh masalah ini tidak kunjung tuntas. Selalu ada penolakan dengan berbagai alasan.

Pagi ini saya sempat memantau diskusi orang-orang Malaysia tentang bahasa kebangsaan. Khususnya pernyataan PM Anwar Ibrahim yang minta semua surat resmi di lembaga-lembaga pemerintahan dikembalikan jika tidak menggunakan bahasa Melayu (Malaysia).

Pro dan kontra luar biasa di sana. Hampir semua pribumi Melayu pro. Yang Tionghoa dan India kelihatannya tidak pro. Bahkan pribumi alias bumiputra di Serawak pun menyatakan tetap pakai bahasa Inggris. 

Hasyim: "Mana Ada negara dlm dunia ini jadikan bahasa kebangsaan sbg "bahasa kedua".... Tapi Malaysia, ada perbuatan begitu!!"

Kamrul Arifin:

 "Ada satu siri television seram dari amerika yang bertajuk FROM di mana pelakun² terdiri dari berbagai kaum. Ada satu keluarga cina di mana bapa dan ibu tidak fasih berbahasa inggeris. Manakala anaknya pula fasih berbahasa inggeris siap dengan loghatnya sekali.

Pada satu masa saya di Perth, saya berurusan di kedai yang mana penjualnya bangsa cina tapi bertutur bahasa inggeris siap dengan loghat australia nya.

Kesimpulan saya ialah begini;
American born chinese speaks perfect american slang english. Ozzy born chinese speaks perfect Ozzy english. Chinese born malaysia can hardly speaks perfect malay.

Where did we go wrong? Sekolah jenis kebangsaan?"

Pernyataan Kamrul langsung dijawab Richard yang Tionghoa:

"Tapi mereka  x ade quota dlm kalangan rakyat negara dia dan x ade status bumi atau non bumi bagi majoriti. Lagi pun mereka muda fasih english bagi org tua mereka tau basic biasa sahaja.

Lagi pun bang kena paham kenapa ada org Malaysia lebih fasih english drpd bahasa ibonda anda sebab banyak maklumat terkini dan ilmu teknologi dan kewangan adalah dalam bahasa english…….( first Hand Fresh data and info mostly in english).

Satu yg sgt penting policy kerajaan org putih x ade diskriminasi policy berdasarkan etnik. Kalau pandai bahasa pun masih didiskriminasikan oleh policy kerajaan.

Kebanyakan dah blh ckp bahasa tapi lebih fokus ke bahasa yang blh menambahkan rezeki. Kalau masih nak kutuk tahap bahasa org lain lebih baik jaga baik diri sendiri daripada org lain..dunia ni luas."

Perdebatan soal bahasa kebangsaan di Malaysia ini memang tiada habisnya. Saya masih ingat PM Ismail Sabri dulu juga menyerukan kepada rakyat Malaysia untuk mengutamakan bahasa Melayu. PM Sabri bahkan berpidato dalam bahasa Melayu di PBB dan luar negeri.

Tapi, ya itu tadi, banyak orang Malaysia malah menertawakan dia. Mereka menuduh Sabri tidak fasih bahasa Inggris. Sebaliknya, PM Anwar Ibrahim dipuji karena dianggap fasih berbicara dan berpidato dalam bahasa Inggris.

Saya juga (dulu) sering bertemu wisatawan asal Malaysia yang bukan Melayu di Surabaya. Ketika ditanya dalam bahasa Indonesia, yang mirip bahasa Melayu, mereka selaku menjawab dalam bahasa Inggris. Ya, sudah!

4 komentar:

  1. Pelik. Saya kira permintaan dari puak Cina dan puak India di Malaysia sangat adil. Jika mau menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan, itu merupakan "pengorbanan" dari puak2 mereka. Karena itu puak Melayu sadar lah, berikan sedikit "tulang" lah untuk kami. Hapuskan itu prioritas untuk puak Melayu untuk bekerja di pejabat2 kerajaan, atau masuk universiti2 negara.

    BalasHapus
  2. Di Malaysia, mampu berbahasa Inggris lancar berarti berpendidikan bagus. Berbahasa Melayu dianggap kampungan.

    Di Indonesia, berbahasa Indonesia perlu krn lingua franca. Bahasa Inggris hanya untuk di internet.

    Di Singapura, bahasa Inggris sudah biasa. Boleh cakap Melayu atau Mandarin memberikan nilai plus. Jika di Singapura dan orang tahu kita dari Indonesia, di rumah sakit mereka akan panggil kita Bapak, Ibu, walaupun kita Tionghoa. Dokter2 pun berusaha menggunakan Bahasa Melayu mereka yang rada karatan krn jarang digunakan. Sopir taksi yang mampu berbahasa Melayu akan dengan senang cakap dengan kita. Pernah ada sopir Grab wanita yang lihat kami sekeluarga menggunakan bahasa campur. Dia bisa gunakan Mandarin dgn orangtua saya, Inggris dgn saya, dan juga cakap Melayu. Huebat tak kasih tip lebih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bahasa Melayu dianggap kampungan di Malaysia? Mirip bahasa2 daerah di NTT. Macam bahasaku bahasa Lamaholot. Bahasa Lamaholot itu dianggap bahasa orang kampung. Bahasa orang yang terbelakang di desa2.
      Karena itu, orang Lamaholot yg tugas atau kerja di kota biasanya tidak mau bicara bahasa Lamaholot. Apalagi anak2 mereka. Sebab sejak kecil dibiasakan bahasa Melayu alias bahasa Indonesia ragam pasaran.

      Hapus
  3. Akar masalahnya, kata Prof Teo, Malaysia guna integrasi. Indonesia guna asimilasi. Karena itu, sulitlah warga Tionghoa dan India di sana bisa fasih berbahasa Melayu meski dijadikan bahasa kebangsaan.

    Integrasi yang berhasil itu macam di Suriname. Orang Jawa tetap berbahasa Jawa, kembangkan seni budaya Jawa tapi sebagai warga negara Suriname ada lingua franca. Bahasa Melayu bukan lingua franca tapi bahasa milik pribumi Melayu yang punya supremasi dan hak2 istimewa atas warga pendatang.

    Integrasi akan berhasil jika bahasa kebangsaan bukan bahasa salah satu etnis. Itulah yang terjadi di Indonesia. Seandainya bahasa Jawa jadi bahasa nasional maka orang Jawa jadi native speaker. Bahasa Indonesia tidak punya native speaker, tidak punya aksen standar dsb. Makanya orang Jawa berbahasa Indonesia dengan logat dan aksen Jowo. Orang Batak aksen Batak. Sunda aksen Sunda. Bali aksen Baki. Papua aksen Papua dsb. Jadi tidak perlu kursus accent reduction macam di USA agar logatnya persis orang Amerika.

    BalasHapus