Sabtu, 23 April 2022

Pater John Urus Kebun di Graha Wacana SVD Ledug


Wabah virus setan corona selama dua tahun juga berimbas ke rumah retret, tempat rekoleksi, dan sebagainya. Graha Wacana SVD di Ledug, Prigen, Pasuruan, ikut sepi.

Tak ada lagi retret, pendalaman iman, kajian kitab suci, weekend ME, paguyuban tulang rusuk dsb. Penghasilan jelas turun drastis. Padahal Graha Wacana alias SVD Family Center ini salah satu tempat retret favorit di Jawa Timur.

Graha Wacana jadi jujukan para pengusaha Katolik untuk retret Tulang Rusuk. Sering banget retret di situ karena pendiri dan pentolan Tulang Rusuk, Romo Yusuf Halim SVD, memang anggota ordo SVD. 

Sayang, Romo Halim dipanggil Tuhan saat pandemi covid sedang ganas-ganasnya. Masih banyak romo atau pater yang bisa melanjutkan gerakan Tulang Rusuk. Tapi belum ada romo yang punya karisma dan magnet sehebat mendiang Romo Halim SVD.

Saya sering mampir ke Graha Wacana bahkan saat masih pembangunan karena ada Pater Paul Klein SVD. Pater inilah penggagas dan pendiri Graha Wacana di Ledug dekat Tretes itu. Pater Paul Klein menghabiskan sebagian besar usianya di Flores, NTT. Urusannya pastoran keluarga.

Asyik sekali ngobrol dengan pastor asal Jerman itu. Antusiasmenya sangat tinggi. Kata-katanya selalu positif. "Tuhan akan tolong kita," kata Pater Paul tentang dana pembangunan Graha Wacana yang seret.

Graha Wacana kemudian diasuh beberapa pater asal Pulau Flores dan Pulau Lembata. Salah satunya Pater John Lado SVD asal Lembata. Satu pulau dengan saya meski beda kecamatan.

Berbeda dengan romo-romo di paroki atau gereja di Surabaya, Pater John ini tidak kelihatan seperti romo. Selalu pakai kopiah, kaos oblong, jarang pakai jubah. Juga lebih sering berpenampilan seperti petani atau tukang kebun.

"Ama, go nepi jaga ekan, mula buah," kata Pater John dalam bahasa Lamaholot, bahasa daerah di Flores Timur dan Lembata. (Saya lagi sibuk ngurus kebun, tanam buah.)

Dari dulu, jauh sebelum pandemi pun Pater John sibuk mengurus kebun dan berbagai keperluan di Graha Wacana Ledug. Tentu saja tetap pimpin kurban misa gantian dengan imam-imam lain. 

Sesekali diminta memimpin ekaristi di Gereja St Teresa, Pandaan. Tapi sebagian besar waktunya untuk urusan kebun buah. "Rasanya seperti di kampung halaman," kata pater yang pernah bertugas di Surabaya itu.

Enak mana tugas di Graha Wacana atau Surabaya?

 "Enak di sinilah. Tapi kita kan harus ikut keputusan pembesar," katanya.

Meski sejuk nyaman, udara segar, saya tidak bisa berlama-lama ngobrol dengan sesama orang Lembata ini. Sebab, saya tahu, pater-pater SVD punya jadwal yang padat dan kaku. Ada jam bicara, jam tidur siang yang tidak boleh diganggu, serta doa brevis atau liturgi jam.

Saya pun pamit.
Deo gratias!

3 komentar:

  1. Pater John lebih suka urus kebun daripada khotbah atau jadi guru.
    Pater John lebih memilih diam merenung daripada nyerocos yang tak berujung pangkal.
    Sebaiknya Pater John masuk Ordo OCSO, yaitu jadi Pater Ordo Trappist atau Cisterciensist. Apakah di Indonesia ada Ordo Trappist ?. Orang-orang macam ini tidak suka buka mulut, jika tidak sangat perlu. Dunia sudah terlalu kacau, karena terlalu banyak manusia yang asal nyerocos, terutama para politisi.
    Nikita Chruschtschow pernah bilang: Politikus di seluruh dunia sama konyolnya, dia nyerocos kepada rakyat, akan membangun sebuah jembatan, walaupun tidak ada sungai atau jurang disana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ordo Trapis ada di Jawa Tengah. Pater John ini urus kebun dan rumah retret karena dapat tugas kategorial, bukan parokial. Makanya tidak urus umat di paroki layaknya pastor2 kebanyakan.

      Hapus
  2. Menarik banget Romo John yang setia berkebun di dataran tinggi. Unik.

    BalasHapus