Minggu, 02 Juni 2024

Karyawan datang dan lekas pergi di era digital, belum diangkat sudah resign

Bulan lalu HS keluar dari grup. Tanpa pamit. Tapi semua anggota grup sudah paham. HS mundur. Resign.

HS masih muda dan cerdas. Lulusan PTN ternama. Peluang dapat kerja di tempat baru terbuka lebar. Atau, lebih tepat, dia sudah dapat tawaran di tempat lain sehingga berani resign.

Mundur tanpa ada backup di lahan baru jelas berisiko. Apalagi di era akhir kekuasaan Jkw yang makin ugal-ugalan itu. Semua serba tak pasti.

Pagi ini JL pamit baik-baik di grup. Karyawati paling cakep ini bulan lalu mengakhiri masa lajang. Mungkin sudah ada diskusi dengan sang suami terkait pekerjaan yang high pressure, deadline ketat, target-target tinggi dsb.

"Saya dapat pelajaran bekerja yang luar biasa selama enam tahun," begitu kira-kira kata perpisahan JL di grup karyawan.

JL boleh dikata paling bening dan modis. Mirip artis Korea - kalau dilihat agak jauh. JL juga kerap digojlok teman-teman karena pembawaannya yang periang. Murah senyum.

Melihat tren beberapa tahun terakhir tampaknya karakter generasi baru di dunia kerja sangat berbeda dengan angkatan lawas. Mereka sangat berani keluar jika dirasa kurang nyaman atau kurang tantangan. Kurang duit juga.

Mereka berani resign meski belum ada pekerjaan baru. Mereka suka mencari tantangan di tempat lain. Mereka ogah bekerja di sebuah perusahaan atau instansi sampai pensiun. 

Bekerja dua atau tiga tahun, lima enam tahun di satu perusahaan dianggap cukup. Pindah ke tempat lain. Satu dua tahun pindah lagi. Begitu seterusnya sampai bosan.

Lebih bagus lagi jika bisa buka bisnis sendiri. Kerja lebih fleksibel di mana saja karena dunianya memang sangat digital. Bukan lagi karyawan kantoran yang harus mengisi daftar hadir digital saban hari.

 Terlambat satu menit saja hangus uang makan dsb. Kemudian dipanggil HRD, dapat surat peringatan, dan sanksi lain. Adik-adik generasi Z memang sebaiknya tidak kerja ikut orang.

Sabtu, 01 Juni 2024

Bakso Pak Sobar yang Legendaris di Kantin SMAN 1 Malang Sejak 1977

Pak Sobar

Penjual bakso ini sangat terkenal di SMAN 1 Malang alias Mitreka Satata. Pak Sobar. Mulai Ikamisa (alumni Mitreka Satata) zaman lawas hingga era milenial pasti tahu Pak Sobar. 

Bakso Pak Sobar. Hampir semua siswa SMAN 1 Malang pernah mencicipi baksonya yang khas di kantin sekolah. Siswa sekolah tetangga, SMAN 3 dan SMAN 4, pun sering membeli bakso Pak Sobar karena rasanya yang khas.

Setiap kali ada acara Uklam Tahes biasanya para alumni Mitreka Satata Malang mencari Pak Sobar untuk foto bareng. Melepas kangen dengan pria bernama asli Sabar itu. 

"Sobar itu artinya Bakso Pak Sabar. Lama-lama nama saya jadi Pak Sobar. Sobar dan Sabar ya sama aja," kata pria berusia 71 tahun asli Ngalam alias Malang itu.

Sabar muda mulai mencoba jualan bakso di kantin SMAN 1 Malang sejak 1977. Awalnya tidak banyak karena masih coba-coba. Perlahan-lahan bakso racikannya disukai para siswa. Maka porsi yang disiapkan pun terus bertambah dari tahun ke tahun.

Sobar alias Sabar meski bukan pakar marketing ternyata sangat paham selera konsumen. Selera pelajar pada tahun 70-an agak beda dengan 80-an, 90-an, kemudian di atas tahun 2000. 

Makin ke sini anak-anak sekolah tidak hanya membeli bakso. Tapi juga menu lain macam siomay, pangsit mie, cilok, sempol, es mocha. Pak Sobar pun melayani permintaan dan selera generasi Z.

"Sekarang makin banyak variasi. Anak-anak dulu pesannya cuma bakso, bakso, bakso. Sekarang macam-macam permintaan mereka. Ya, kita usahakan melayani dengan baik," kata kakek empat cucu itu.

Selain selera anak sekarang yang agak bergeser, menurut Sobar, teknologi juga membuat kebiasaan para siswa Mitreka Satata sekarang beda dengan generasi orang tuanya.

 Dulu belum ada HP, media sosial, internet, gawai. Siswa jadul angkatan 80-an dan 90-an cenderung suka iseng dan agak nakal. Khas remaja belasan tahun. Anak sekarang lebih pendiam, sibuk dengan gawai dan HP masing-masing.

"Tapi secara umum sama saja," kata Pak Sobar. 

Di usianya yang sudah 71 tahun, wis kewut, Pak Sobar masih tampak kuat dan semangat. Hanya rambutnya yang memutih. Setiap pukul 03.00 sudah bangun untuk persiapan bakso dan menu-menu lain yang akan dibawa ke kantin SMAN 1 Malang.

Pukul 08.00 Pak Sobar mulai jualan bakso hingga pukul 16.00. Rutinitas itu dilakukan Pak Sobar sejak 1977 sampai sekarang. Sudah 44 tahun Pak Sobar istikamah alias konsisten berjualan bakso untuk para peserta didik SMAN 1 Malang.

Apa rahasianya tetap sehat dan kuat jualan bakso selama puluhan tahun?

"Selalu gembira, banyak tertawa, tidak suka marah," kata Pak Sobar.

Rutam nuwus, Pak Sobar!
Salam tahes! Komes!

Terlalu Banyak Salam di Indonesia! MUI Haramkan Salam-Salam Bukan Islam


Assalamualaikum!
Salam sejahtera!
Selamat pagi!
Syalom!
Om swasti astu!
Namo buddaya!
Salam kebajikan!
Rahayu!
Merdekaaaa!

Di Nusa Tenggara Timur  (NTT) ada satu salam lagi: Salve!!!

Salve (bahasa Latin) dipakai di NTT karena syalom atau shalom dianggap salamnya orang Protestan. Padahal, rakyat yang beragama Katolik di NTT sedikit lebih banyak ketimbang Protestan, Pentakosta, Karismatik, Advent dsb.

Sebenarnya di lingkungan Katolik sendiri tidak ada salam Salve. Pastor atau pater atau romo atau katekis awam sejak saya kecil di pelosok Pulau Lembata biasa ucap selamat pagi atau "malam bae" (malam hari).

Salve lazimnya dipakai untuk devosi kepada Bunda Maria: Salve Mater, Salve Regina, dan sebagainya. Cukup banyak lagu gregorian yang ada kata  salve. Tapi salve bukan untuk salam sejenis syalom atau assalamualaikum.

Kreatif juga orang NTT yang Katolik. Menjadikan "salve" sebagai salam. Padahal syalom atau shalom itu sebetulnya sama saja. Tapi rupanya orang Katolik di NTT kurang suka dengan ungkapan-ungkapan yang berbau Protestan atau Pentakosta.

Salam-salam di Indonesia memang terlalu banyak. Ada 6 agama resmi berarti ada 6 salam. Belum salam budaya "rahayu" dan aliran-aliran kebatinan lainnya. 

Sebagai negara kesatuan berdasar Pancasila, mestinya cukup satu salam saja yang universal. Yang berlaku untuk semua orang berbeda agama, keyakinan dsb. Kayak Ni Hao di Tiongkok atau Ladies & Gentlemen, atau Good Morning di Amerika dan Eropa.

Saya sih inginnya salam yang netral. Salam yang tidak bernuansa agama tertentu. Assalamualaikum jelas sangat Islam. Om swasti astu pasti Hindu punya. Kristen punya syalom. Namo buddaya khas Buddhis di Indonesia.

Sayang, realitasnya orang Indonesia sangat menonjolkan agamanya di ruang publik. Harus assalamualaikum.. ditambah doa bahasa Arab di awal pidato.

Bahkan, sesama muslim pun ada ungkapan yang khas untuk NU atau ormas Islam yang lain. Kita yang tinggal di Jawa Timur sangat paham ungkapan salam orang NU atau bukan NU. 

Pagi ini saya baca di grup media sosial. Isinya, "MUI menetapkan bahwa ucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam, hukumnya haram."

Prof Asrorun Niam Sholeh Ketua MUI Bidang Fatwa, Kamis (30/5/2024) menjelaskan pengucapan salam dengan menyertakan salam dari berbagai agama, bukan merupakan implementasi toleransi agama yang dibenarkan.

"Sebagai solusinya, ungkap dia, dalam forum yang terdiri atas umat Islam dan umat beragama lain, umat Islam dibolehkan mengucapkan salam dengan Assalamualaikum, salam nasional, atau salam lainnya, yang tidak mencampuradukkan dengan salam doa agama lain, seperti selamat pagi."

Sudah lama salam-salam aneka agama bergemuruh di ruang publik. MUI baru mengharamkan salam gado-gado tahun 2024 beberapa bulan sebelum Presiden Jokowi lengser.

Assalamualaikum!
Rahayuuuu!
Salam kebajikan!
Haleluyaaa!
Malam bae!
Syaloooom!
Salveeee!
Merdekaaaa!

Salam tempel!

Senja di Pelabuhan Perahu, Lagu Seriosa Favorit Pelukis Bambang Thelo di Sidoarjo

Dulu di Indonesia ada lagu seriosa. Genre musik ini cukup populer di era 50-an hingga 80-an. Saban tahun ada lomba bintang radio dan televisi (BRTV) jenis seriosa, hiburan, keroncong. Seriosa tergolong berat karena harus bisa baca not balok dan teknik vokal ala opera Barat.

Pelukis Sidoarjo Bambang Thelo (alm) dari Sidokare, Sidoarjo, sangat senang seriosa. Saat mancing di tambak Sedati, Banjar Kemuning, hingga Kepetingan Mbah Thelo selalu menyanyi seriosa - meski suaranya kurang enak dan ketukannya sering kacau.

Lagu seriosa yang sering dibawakan Bambang Thelo adalah Senja di Pelabuhan Perahu ciptaan Mochtar Embut. "Dulu waktu saya di Jogja lagu seriosa, keroncong, hiburan sangat populer," kata pelukis yang doyan gambar tokek itu.

Saya dulu juga sering nyambangi dan ngobrol dengan Mas Sugianto (almarhum juga). Sugianto ini arranger dan pembuat orkestrasi lagu-lagu seriosa untuk BRTV di Surabaya sekian tahun lalu.

Saya pun sedikit-sedikit belajar nyanyi seriosa di Mas Gianto yang rumahnya di kawasan Waru Sidoarjo. Malah dapat buku partitur lagu seriosa not balik.

"Kamu belajar baca not balok lah. Gampang kalau ditekuni. Kamu bisa nyanyi pakai not angka dan itu tidak cukup," kata Mas Gianto.

Buku nyanyian seriosa karya Binsar Sitompul, Mochtar Embut, dan FX Sutopo itu sudah lama "hilang". Pagi ini ketemu di dalam tas usang saat bongkar gudang.

Sampai sekarang pun saya belum mampu membaca not balok. Kecuali pakai nada dasar C (natural) karena paling mudah diketahui posisi nada-nadanya. 

Jumat, 31 Mei 2024

Kelembaban vs Kelembapan dan Merubah vs Mengubah

Saban hari BMKG Tanjung Perak mengirim rilis prakiraan cuaca. Namanya juga ramalan, kadang tepat kadang meleset. Diramalkan hujan ternyata terang. Beda dengan ramalan cuaca di Jepang atau USA yang katanya sangat akurat.

Aku perhatikan sejak dulu BMKG Perak Surabaya dan BMKG Juanda Sidoarjo menyebut "kelembaban, lembab" untuk humidity dan humid. Kelembaban Surabaya besok 80 persen, tulis BMKG.

Kata bahasa Indonesia yang baku itu lembab atau lembap?

"Lembab," kata Fulan sarjana sospol.
"Lembab," kata Ana sarjana hukum.
"Lembab," kata Wawan lulusan SMK.
"Sama saja," kata Mamat DO karena terlalu sering unjuk rasa.

"Saya cek kamus dulu," kata Anis sarjana bahasa.

Setelah mengecek kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) dan kamus daring, dipastikan kata baku adalah "lembap", bukan "lembab". 

kelembapan, bukan kelembaban.
pelembap, bukan pelembab. 
melembapkan, bukan melembabkan.

Begitu banyak orang Indonesia yang berpendidikan tinggi tidak pernah buka kamus. Termasuk para pegawai BMKG yang saban hari mengukur kelembapan udara. Mereka tidak sadar bahwa "lembab" dan "kelembaban" itu kata yang tidak baku.

Pagi ini Susan teman SMA membagi tulisan di WAG Alumni Grafiti Smansa Ngalam alias A1 (Fisika). Kalimat pertama ada kata "merubah". 

Rupanya masih banyak orang Indonesia yang lupa atau tertidur saat pelajaran bahasa Indonesia di SMP dulu. Ilmu dasar pembentukan kata berimbuhan, morfologi, tidak dikuasai dengan baik. Termasuk kawan yang sudah bergelar doktor (S-3).

me + ubah  jadi mengubah ✅
me + ulang jadi mengulang ✅

me + ubah jadi merubah ❌
me + rubah jadi merubah ✅ (menjadi rubah, sejenis binatang buas)

Uklam Tahes Edisi 112 Ikamisa Malang, Nostalgia SKJ hingga Ruth Sahanaya

Makin tua makin senang reuni. Karena itu, Uklam Tahes Ikamisa atau Mitreka Satata sudah berjalan 112 edisi. 

Dalam setahun bisa tujuh atau delapan kali Uklam Tahes = Mlaku Sehat. Lokasinya bisa di dalam Kota Malang, di kompleks SMAN 1 Malang, Batu, hingga dekat Gunung Kawi nun jauh di sana. Terserah panitianya.

Minggu 26 Mei 2024, Ikatan Alumni Mitreka Satata (Ikamisa) mengadakan Uklam Tahes edisi 112. Lokasinya di Lapangan Basket Smansa yang sangat terkenal itu. Sekaligus mengenang masa muda menuntut ilmu di gedung sekolah tua peninggalan Belanda itu.

Uklam Tahes ini ibarat reuni tipis. Khususnya bagi angkatan yang ketiban pulung jadi host. Kali ini Ikamisa 91 jadi panitia. Nawak-nawak 91 sekaligus reuni 33 tahun tidak kopi darat setelah tamat SMAN 1 Malang di depan Alun-Alun Bunder dan Balai Kota Malang itu.

Ada yang ngangeni pada uklam tahes ini. Senam kesegaran jasmani (SKJ). Senam pagi khas Orba yang dulu wajib dihayati dan diamalkan oleh pelajar di Indonesia. Mulai SD sampai SMA. Anak kuliahan jarang senam pagi.

Nawak-nawak 91 juga menyiapkan band lagu-lagu lawas. Semut Hitam dari Godbless, Heaven Knows - Rick Price, Jump - van Halen, Memori - Ruth Sahanaya.

Ayas perhatikan dulu saat sekolah di kompleks Tugu Ngalam ini musik rock sangat dominan. Dangdut atau koplo jadi bahan guyonan. Pop cengeng ala Pance atau Obbie Messakh jadi bahan tertawaan. Jazz ala Karimata dan Krakatau atau Dian Pramana Poetra dikasih jempol.

Ayas punya nawak, Ratno, sangat jago mukul drum. Spesialis musik rock progresif ala Genesis. Ratno sudah pulang ke rahmatullah saat musim covid lalu. Melihat nawak-nawak main lagu-lagu rock ayas jadi ingat Ratno ini. 

Uklam Tahes membuat sam-sam, nawak-nawak, kida-kida serasa kembali muda 20 atau 30 tahun. Ketika masih kuat uklam jauh menyusuri Ngalam City yang waktu itu masih sejuk.

Sekarang nawak-nawak Ikamisa makin kewut. Senam SKJ yang tidak seberapa lama pun bikin ngos-ngosan. Kecuali Ikamisa generasi Z yang masih full energi.

Rabu, 29 Mei 2024

Blog Pribadi Makin Tidak Populer - 100 PV Sudah Bagus

Masa jaya blog atau website sudah lama berlalu. Orang beralih ke media sosial. Khususnya Instagram dan X. YouTube juga populer. Facebook masih bagus untuk yang agak berumur.

Statistik bicara. Kemarin blog ini dikunjungi 111 orang. Mungkin cuma klik. Belum tentu dibaca. Hari ini cuma 63 pengunjung. Angkanya terus bergerak hingga update hari pada pukul 07:00 WIB.

Tidak mudah mendapat 100 PV saban hari. Kecuali blog atau website yang benar-benar bermutu. Atau si blogger sengaja mengundang kawan-kawannya lewat medsos untuk mengklik artikel-artikelnya. 

Praktik macam ini sangat umum di era digital yang mendewakan PV atau algoritma. Tidak perlu membaca. Cukup klik banyak kali artikel tertentu terindeks google. Dianggap populer dan bermutu.

Amahurek ini tidak main akal-akalan algoritma, SEO, dan sebagainya. Biasa saja. Main generik. Pengunjung yang cuma 111, sering di bawah 100, semuanya ditanggung generik. Asli tanpa rekayasa SEO. 

Karena itu, sulit bagi amahurek.blogspot.com masuk di peringkat atas google index. Bisa masuk halaman 3 atau 7 saja sudah bagus. Apalagi ternyata banyak sekali artikel di blog ini tidak terindeks google. Ada saja alasan mbah gugel itu.

Beta perhatikan artikel populer dalam dua pekan ini masih terkait Lamaholot atau Flores Timur dan Lembata. Pantun Dolo-Dolo Lamaholot masih nomor 1. Barangkali banyak anak muda di NTT, suku Lamaholot, yang ingin belajar pantun berbahasa daerah Lamaholot.

Nomor 2 dan 3 doa Bapa Kami dalam bahasa Lamaholot. Sembahyang Ama Dewa Lera Wulan sebenarnya tulisan iseng saja. Tapi rupanya sangat langka dan sering dicari orang NTT asal Kabupaten Flores Timur dan Kabupaten Lembata.

Padahal, sembahyang Ama Dewa Lera Wulan atau Bapa Kami bahasa Lamaholot itu bukan doa resmi Katolik di Keuskupan Larantuka. Tidak pernah ada naskah doa bahasa daerah di beta punya daerah 

Ama Dewa Lera Wulan itu dikarang sendiri oleh seorang mantan frater asal Pulau Lembata. Ada lagi doa Bapa Kami bahasa daerah karangan orang Adonara, Solor, Larantuka pakai bahasa Lamaholot versi kampungnya. Sebab bahasa Lamaholot itu ada banyak versi atau dialek.

Sejarah pabrik paku di Waru Sidoarjo juga masuk daftar pencarian tertinggi. Kemudian Doris Sunardi mantan penyanyi Twin Sisters yang kini jadi pendeta Gereja Allah Baik (GAB) di Sidoarjo.

 Rupanya banyak orang penasaran dengan istri musisi dan penyanyi Deddy Dores. Kembarannya Doris bernama Dagmar memang pernah jadi istri Deddy Dores. Gara-gara Dagmar sering masuk infotainmen, artikel tentang Doris pun ikut populer.

Beta jadi teringat Pramoedya Ananta Tour. Saat dibuang di Pulau Buru Pram saban hari menulis di atas kertas bekas bungkus semen. Atau kertas apa saja. Tidak ada buku tulis. Tidak ada mesin ketik. Masih serba kekurangan dan primiti.

Tapi Pram tetap bergairah menulis, menulis, menulis... pakai tulisan tangan. Dia tidak pernah berpikir tulisan-tulisannya itu kelak jadi novel paling terkenal di Indonesia. Tetralogi dari Pulau Buru.