Selasa, 30 Mei 2023

Catholics in Indonesia during the Japanese occupation, 1942-1945


By KAREL A. STEENBRINK


Professor Emeritus of Intercultural Theology at Utrecht University

 

The Japanese administration of Indonesia took religion as an important issue in order to win the sympathy of the population. It gave ample facilities to Islamic institutions.

 

Christianity was seen as the religion introduced and most often directed by the Dutch oppressor. Moreover, Islam was the religion of more than 80% of the population, while in 1942 Christianity reached only about 2.5%.

 

Therefore the Japanese attitude was ambiguous towards Christianity. Dutch missionary personnel were in most cases interned, and initially buildings and other properties of the churches were confiscated, the schools closed or taken over by the new authority.

 

The same was the case with the medical care organised by the Christian churches. In the second year of the Japanese rule there was a milder policy: the Japanese sent several Protestant ministers, some Catholics priests and even two Japanese Catholic bishops to Indonesia (especially to Minahasa and Flores).

 

There were many local variations in this pattern. On the whole it has to be acknowledged that Christianity not only survived the Pacific War but indigenous leadership was given an opportunity to grow because of the absence of foreign missionaries.

 

In education and medical care the Christian churches never regained the broad facilities and close cooperation with the state they had enjoyed before 1942.

 

For the whole of Indonesia the Japanese period was seldom seen as a move towards independence and greater freedom. With the exception of Batakland, the indigenous Indonesians only reluctantly took over the positions of the foreign missionaries. The churches lost much of their solid foundation in society: their schools and sometimes also the hospitals.

 

In 1943 the administration required that during church service the leader should read a message about the Greater Asia War, its causes and aims. 

 

Emperor worship also entered the church buildings, because in many places a Japanese flag was put inside the church building, on the wall facing Tokyo. Before the beginning of the service the assembled congregation were to face that wall and bow.

 

Although it was officially stated that this was an act of respect and not of veneration or adoration, the Christian community had an uneasy feeling about it. Some people wanted to evade this ritual and decided not to go to church anymore.

 

Another reason for a fall in church attendance was the fact that many people had no decent clothes anymore. In regions like the Moluccas, festive black clothes were preserved for going to church on Sundays.

 

Children could go to school naked, as happened in Sangir (the archipelago north of Sulawesi) towards the end of the war, but their parents did not wish them to participate in the church service in such a condition. 

Jumat, 26 Mei 2023

Merayakan Coldplay di tengah kontroversi LGBT

Coldplay hebat! 

Penggemarnya luar biasa di tanah air. Ribuan orang antre beli tiket daring meski harganya tidak murah. Di media sosial disebut-sebut 1,5 juta fan sudah pesan tiket konser di Gelora Bung Karno.

Coldplay bukan sekadar band. Ada pesan, misi, pesan tersamar atau terang-terangan. Itu yang memicu polemik hebat di Malaysia. PAS partai garis keras menolak kedatangan Coldplay karena dituduh mempromosikan LGBT.

MUI di Indonesia juga bikin pernyataan keberatan gegara isu LGBT di balik Coldplay. Sejumlah akademisi juga menulis artikel membahas Coldplay. Bukan musiknya yang dibahas tapi soal ideologi, LGBT, hingga persoalan SARA. 

Syair Viva La Vida pun dipersoalkan. Yang menulis justru tidak pernah dengar Coldplay. Di era media sosial semua orang bisa jadi pakar apa saja. Tinggal nyontek di internet. Minta bantuan Mbah Google semua informasi tersedia berlimpah ruah.

Ayas tidak pernah kaset Coldplay. Maklum, gaya musiknya beda dengan seleraku yang dulu berkiblat ke David Fooster, Peter Cetera, Whitney, Level 42, Incognito, dan sejenisnya. Tapi Ayas punya teman kos gila betul sama Coldplay. Saban hari diputar kasetnya.

Seminggu ini Ayas rutin menyimak lagu-lagu Coldplay di YouTube. Paradise, Yellow, Viva La Vida, Hymn For The Weekend, The Scientist etc.

Cukup enak dinikmati sendirian. Nyanyinya tidak ngoyo. Pop rock yang tidak keras. Ayas juga melihat rekaman konser-konser Coldplay yang megah. Empat musisinya berpenampilan biasa-biasa saja. Gak neko-neko.

Sebuah media berbahasa Inggris menulis:

"The demand for Coldplay tickets is reaching unprecedented levels in Southeast Asia. With over 700,000 eager fans queued up for tickets to the highly anticipated Kuala Lumpur concert, the excitement was palpable.

 The frenzy was bigger in Indonesia as more than 1.5 million enthusiastic fans eagerly await the pre-sale tickets for the Jakarta concert. The staggering numbers are a testament to Coldplay's immense popularity and the unwavering devotion of their Indonesian fanbase.

The overwhelming response from fans demonstrates the profound impact Coldplay's music has had on people's lives. The band's captivating melodies and emotionally charged performances have created an unbreakable bond with their dedicated following, transcending borders and language barriers.

 The sheer numbers queuing for tickets reflect the unbridled enthusiasm and fervor that Coldplay has ignited among fans throughout Southeast Asia."

Nostalgia 36 Butir P4: Kerja Keras & Tidak Boros



Ayas dulu hafal 36 butir P4: Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Murid-murid lain juga hafal atawa setengah hafal. Kalau tidak hafal sudah pasti nilai ulangan PMK akan jeblok.

Sekarang tak hafal lagi. Maklum, setelah Orde Baru tumbang, semua yang berbau Orba, Soehartoisme, dsb ditinggalkan. Bahkan jadi bahan guyonan di warkop dan media sosial. Usia bertambah juga membuat memori di kepala makin lemot.

Ayas kemarin dapat kiriman 36 butir P4 dari seorang guru di Surabaya. Orang NTT itu menganggap 36 butir P4 masih relevan di era digital ini. Coba dibaca pelan-pelan dan renungkan, katanya.

Ayas coba baca lagi butir-butir itu. Muncullah guru-guru masa lalu yang sudah rest in peace. Ternyata ada benarnya. Butir-butir itu tidak seburuk anggapan orang di medsos.

Ayas paling terkesan dengan butir-butir sila kelima. Suka menolong orang lain. Tidak memeras orang lain. Tidak boros. Suka bekerja keras. Tidak bergaya hidup mewah. Menghargai hasil karya orang lain.

Aha, rupanya P4 dulu sudah konsen dengan copyright alias hak cipta serta plagiarisme. Jauh sebelum ada budaya copy paste di era digital.

Selamat bernostalgia!

Butir-Butir Pancasila dalam Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa.

KETUHANAN YANG MAHA ESA

1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.

3. Saling hormat-menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.

2. Saling mencintai sesama manusia.

3.Mengembangkan sikap tenggang rasa.

4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.

5. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

7. Berani membela kebenaran dan keadilan.

8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu kembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

PERSATUAN INDONESIA

1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.

3. Cinta Tanah Air dan Bangsa.

4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan bertanah Air Indonesia.

5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.

KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN /PERWAKILAN

1. Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat.

2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.

3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.

5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.

6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.

7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA

1. Mengembangkan perbuatan  luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.

2. Bersikap adil.

3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

4. Menghormati hak-hak orang lain.

5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.

6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.

7. Tidak bersifat boros.

8. Tidak bergaya hidup mewah.

9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.

10. Suka bekerja keras.

11. Menghargai hasil karya orang lain. 

12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Kamis, 25 Mei 2023

Ya, Khalik Semesta, Umat-Mu Tolonglah!

Sudah lama banget saya tidak menikmati paduan suara. Khususnya saat pandemi corona selama 3 tahun. Liturgi disederhanakan. Lagu-lagu dikurangi. Bahkan dihilangkan.

Saya jadi terbiasa ikut misa online versi USA. Sangat pendek. Paling lama 25 menit. Hemat data. Beda dengan misa daring versi kita di Indonesia yang masih panjang meski lagu-lagu sudah dikurangi.

Lagu pembukaan dan penutup yang selalu ada dalam misa bersama Father Jack Sheaffer dari West Springfield, USA, yang sering saya ikuti, adalah Come, Thou Almighty King. Khas himne gereja biasa. Tapi tidak pernah saya dengar di Gereja Katolik di Indonesia.

Romo Jack ini imam yang merangkap jadi lektor, misdinar, dsb. Bacaan pertama, bacaan kedua, bacaan Injil, homili, doa umat... semua diborong pastor ini. Maka tidak heran misa jadi sangat padat dan singkat. Romo Jack pun tidak pernah nyanyi sama sekali.

Sejumlah buku nyanyian Katolik saya periksa. Madah Bakti jelas tidak ada. Puji Syukur tidak. Jubilate lama tak ada. Yubilate (versi baru Yubilate) terbitan Ende Flores tidak ada. Syukur Kepada Bapa terbitan Flores juga tidak ada. Kidung Adi terbitan PML Jogja yang berbahasa Jawa sudah pasti tidak ada.

"Aneh, lagu liturgi yang sangat populer di kalangan Katolik Amerika Serikat kok tidak ada di Indonesia?" pikir saya.

Sekian lama kemudian saya buka Kidung Jemaat. Buku nyanyian Kristen Protestan terbitan Yamuger. Saya perhatikan notasi lagu-lagu kebaktian Protestan secara sambil lalu. 

Eureka, ketemu notasi yang sama dengan lagu misa di Amerika itu. Judul di Kidung Jemaat Nomor 16: Ya, Khalik Semesta. Ada keterangan di bawah partitur empat suara itu. Lagu ciptaan Felice de Giardini 1769. Syair: Charles Wesley 1757. Yayasan Musik Gereja (Yamuger) menerjemahkan menjadi Ya, Khalik Semesta.

Lega rasanya. Rasa penasaranku akhirnya terjawab. Lagu ini sederhana tapi cukup megah khas himne-himne gereja tempo doeloe.

Ya, Khalik Semesta, umat-Mu tolonglah!

Selasa, 23 Mei 2023

Mampir di Kelenteng Mojosari yang baru terbakar


Kelenteng Hiap Thian Kiong di Mojosari, Kabupaten Mojokerto, dilalap api pada Minggu (7/5/2023) siang. Si jago merah  l menghanguskan sebagian bangunan TITD  yang didirikan pada 1897 tersebut.

Minggu kemarin (21 Mei) kita mampir untuk melihat dari dekat kondisi Kelenteng Mojosari itu. Lokasinya strategis sekali di pojokan jalan raya. Kita orang yang wisata ke Pacet, Trawas, Jolotundo dsb biasanya lewat di depan itu kelenteng.

Kita disambut dengen baek oleh dua orang Tionghoa yang lagi sibuk membersihkan puing-puing reruntuhan bangunan. Ada juga dua tukang kelihatannya wong Jowo. Kelihatannya sedang persiapan renovasi.

 "Sekarang baru dibersihkan setelah pita garis polisi diambil," kata salah seorang pengurus kelenteng yang perempuan.

Kita perhatikan hanya satu bangunan yang kobong. Tiga bangunannya masih utuh. Gedung pertemuan kena separo. Gedung pertunjukan wayang potehi tidak terkena api sama sekali. Patung dewa-dewi masih kelihatan utuh meski terpanggang si jago merah di siang bolong itu.

Kita juga tanya siapa tuan rumah itu kelenteng dan bagaimana kondisinya. "Maksudnya tuan rumah?" wanita itu bertanya balik.

Kita punya maksud apakah tuan rumahnya Makco, Dewi Kwan Im, Kong Tik Tjung Ong.... 

"Oh.. di sini tuan rumahnya Dewa Kwan Kong," katanya.

Oh, kita orang dulu pernah beberapa kali mampir di Kelenteng Mojosari dan sempat nulis beritanya. Itu karena kita dikasih tahu Ki Subur, dalang wayang potehi dari Sidoarjo, yang ditanggap main di situ. Dalam rangka sembahyang rebutan atau apa kita lupa.

Ki Subur biasa main lakon potehi sesuai permintaan Kwan Kong sebagai empunya rumah. Biasanya cerita tentang petualangan Sie Djien Kwie. Seru banget. Subur yang wong Jowo mampu menghidupkan cerita lama itu dengan bahasa gado-gado Hokkian, Jowo, Melayu Tionghoa, dan bahasa Indonesia. 

Selalu ada adegan lucu yang bikin kita orang ketawa-ketawa. Meskipun penontonnya sedikit, pertunjukan potehi jalan terus. Biasanya main saban hari selama satu bulan.

Kita lihat itu panggung sekaligus rumah khusus untuk pertunjukan wayang potehi masih utuh. Kita ikut senang dan mendoakan semoga kelenteng tua itu segera diperbaiki agar cakep lagi seperti sedia kala. Dan, kalau ada pentas potehi kita orang akan luangkan waktu untuk dateng nonton lagi.

Senin, 22 Mei 2023

Remah-remah dolar AdSense vs tukang parkir

Begitu banyak cerita sukses YouTuber, blogger, kreator konten di media sosial yang bikin orang terperangah. Mereka mengaku dapat penghasilan luar biasa. Sehari bisa dapat dolar jauh di atas UMK Surabaya yang hanya Rp 4 juta sebulan. Ada blogger kelas daerah ngaku dapat Rp 600 ribu sehari.


Benarkah demikian?

Hem.. ada yang mungkin benar tapi banyak yang tidak. Hasil Adsense biasanya jauh di bawah UMK. Separo UMK pun tidak. Apalagi blog-blog yang pengunjung sedikit. Meski banyak pengunjung, tak ada yang klik iklan ya amsyong.

Ayas dapat cerita dari Kang Deddy Said admin grup Deddy Dores. Dia punya kanal YouTube khusus untuk lagu-lagu Deddy Dores. Dari zaman 60-an atau 70-an hingga tutup usia. Lagu-lagu artis lawas hingga terakhir yang diorbitkan Dores pun diunggah di channel Deddy Dores.

Hasilnya?

"Miris, Bung," kata Kang Deddy di Bandung.

"Setelah berjalan hampir 2 bulan total semua video di channel baru menghasilkan 190 ribuan rupiah (kurang lebih). Miris karena tiap 1 video masih ada iklannya yang dibayar 50 dan 100 perak per hari.

Anda bisa bayangkan jauh  lebih besar  tarikan seorang tukang parkir yang sekali narik paling kecil 1000 rupiah. Kalau satu hari tentunya si tukang parkir sudah bisa menghasilkan puluhan ribu, bahkan ratusan ribu rupiah," Deddy yang juga musisi senior itu menambahkan.

YouTuber vs tukang parkir. Ayas jadi ingat jukir-jukir di Jalan Karet dan Kembang Jepun, Surabaya. Dalam sehari minimal Rp 100 ribu masuk kantong. Itu sudah dipotong bayar makan dua kali ditambah kopi atau es teh beberapa gelas. Satu gelas kopi biasanya Rp 3.000 atau 4.000 di warkop.

Ayas dulu ikut main AdSense juga di blog lama. Hasilnya juga pas-pasan karena jumlah klik sangat sedikit meski pengunjung tergolong banyak untuk ukuran blog pribadi. Biasanya baru cair USD 100 setelah tiga bulan. Kadang empat bulan.

Artinya,  cuma dapat 33 dolar alias sekitar Rp 400 ribu sebulan. Jauh di bawah penghasilan tukang parkir yang mencapai Rp 3,5 juta per bulan. Apalagi kalau ada acara Kya-Kya Reborn di Kembang Jepun penghasilan para jukir berlipat ganda. Sebab, satu motor ditarik Rp 5.000.

Pengalaman Ayas, main AdSense ini memang untung-untungan. Baik itu di YouTube, Blogger, WP, dan sebagainya. Kadang sehari cuma dapat 100 perak atau 50 perak seperti disebut Kang Deddy adminnya Deddy Dores itu. Tapi kadang bisa dapat jauh di atas tarikan jukir sehari.

Hasil Google AdSense meningkat tajam biasanya karena ada artikel unggulan yang dicari anak sekolah atau mahasiswa untuk menggarap tugas. Makanya artikel unggulan yang informatif dan nirkala (timeless) sangat diperlukan di sebuah blog. Kalau cuma cerita hobi nggowes, bakar ikan, pesiar di sana sini ya wassalam.

Pekan lalu, Ayas iseng-iseng mendaftar blog ini untuk dimonetisasi. Main AdSense lagi istilahnya. Seminggu kemudian disetujui. Sehingga mulai muncul iklan-iklan otomatis dari Mbah Google. Biar laman website lebih warna-warni dengan iklan-iklan tante cantik, obat kuat, hingga Bible Study - kalau artikelnya berbau kristiani.

Hasilnya? Sama dengan AdSense di YouTube yang juga tidak menentu. Angkanya jauh di bawah penghasilan tukang parkir sehari, meminjam istilah Kang Deddy di Bandung. Tapi, ya, kadang di atas pendapatan jukir di Surabaya.

Sabtu, 20 Mei 2023

Pendeta Stephen Tong masih rajin KKR keliling di usia 83 tahun

Ayas tadi lewat daerah Kejapanan, Gempol, Pasuruan. Kampungnya Inul Daratista. Artis dangdut goyang ngebor itu sudah tidak menarik. Diganti penyanyi-penyanyi muda nan segar. Inul wis tuwek.

Yang menarik memang bukan Inul. Ayas justru tertarik dengan spanduk besar di pinggir jalan raya. Kebaktian Pembaruan Iman Nasional (KPIN) dengan pembicara Pendeta  Dr. Stephen Tong. Rev Tang bakal tampil pada 24 Mei 2023, pukul 18.00 di Lapangan Tembak Brimob, Watukosek, dekat kampungnya Inul.

Rev Tang juga tampil di Stadion Ahmad Yani, Magersari, Kota Mojokerto, Lapangan Parkir Stadion Kanjuruhan,  Malang, dan Lapangan GKJW Tambakasri, Desa Sidoasri, Malang.

Ayas berdecak kagum. Di usia 83 tahun, Pendeta Tong Tjong Eng ternyata belum pensiun. Masih pelayanan keliling kota-kota di Indonesia. Masih segar juga. Seakan tak ada pensiunnya pendeta kelahiran Pulau Gulangyu, Xiamen, Tiongkok, itu.

Ayas langsung ingat Tong Tjong An alias Solomon Tong. Saudara kandung Stephen Tong itu sudah lama tidak bikin konser Surabaya Symphony Orchestra (SSO). Sebelum pandemi Covid-19 pun konser SSO di ballroom hotel tidak ada. Biasanya di Shangri-La.

Padahal, sejak 1996 orkes simfoni yang namanya SSO itu paling sedikit konser besar 3 kali setahun: Christmas Concert, Easter Concert, dan Konser Kemerdekaan. Selain Solomon Tong sudah sepuh, sponsor-sponsor tidak sebagus dulu. Ekonomi lesu. Bahkan, sponsor utamanya meninggal dunia saat covid lalu.

Beda dengan Pendeta Stephen Tong Tjong Eng. Sampai hari ini agenda kebangunan rohaninya belum surut. Cuma terhenti sejenak saat ada PPKM era covid. Selepas covid, PPKM dicabut, pendeta yang gencar mengecam teolog-teolog kemakmuran dan aliran haleluya itu kembali gaspol, istilah orang warkopan.

Di Katolik, pastor-pastor yang berusia 75 tahun diminta mengajukan pensiun. Bapa Uskup juga begitu. Hanya Paus yang tidak pensiun. Kecuali Paus Benediktus XVI yang memensiunkan diri pada usia 86 tahun. Paus Fransiskus saat ini juga 86 tahun.. tapi sepertinya tidak memilih pensiun macam pendahulunya itu. 

Ayas akan tanya langsung kalau ada kesempatan bertemu Rev Tang:
Apa resepnya? 
Jamu apa saja yang diminum? 
Apakah ada ramuan khusus dari Xiamen?