Rabu, 31 Mei 2023

Mengenang Sekolah Tionghoa Lian Huo High School (LHHS) alias Lien Chung di Undaan Wetan 2-6 Surabaya

Di mana lokasi eks sekolah Tionghoa Lian Huo High School (LHHS)?

 Yang bertanya ini AB. Nota bene generasi tua. Peranakan Tionghoa juga. Dia baru dapat buku wisuda LHHS (LHHS) tahun 1949-1950.

Aneh tapi biasa. Orang Tionghoa Surabaya sekalipun sudah lama kehilangan jejak sekolah-sekolah Tionghoa. Apalagi generasi kelahiran Orde Baru, tahun 1966 ke atas. Semua yang berbau Tionghoa rupanya sudah terhapus dari jejak ingatan.

SMA Lian Huo alias Lianhe alias Lien He Chung Huseh alias Lien-Chung ini memang sekolah tua yang kurang dikenal masyarakat umum. Termasuk awak media alias wartawan. Beda dengan Shin Chung alias Shin Hua High School (SHHS) di Jalan Ngaglik 27-29 dan Chung Chung alias Chung Hua High School (CHHS) di Baliwerti 115-121.

Bisa dipahami karena LHHS alias Lien Chung sudah ditutup sejak 1958. Ada persoalan politik di Tiongkok yang ikut merembet ke sini. Presiden Soekarno memutuskan untuk menutup sekolah-sekolah yang berafiliasi dengan KMT. 

Sedangkan SHHS dan CHHS dapat giliran ditutup pada 1966. Di awal Orde Baru. Bersamaan dengan penghapusan semua yang berbau Tionghoa di Indonesia. Semua sekolah Tionghoa dihabiskan. Gedungnya dipakai sekolah-sekolah negeri. 

Gedung SHHS di Ngaglik dijadikan SMAN 7.  Gedung CHHS di Baliweri awalnya dipakai Ureca dan ITS. Kemudian Ureca yang berubah jadi Ubaya pindah. Kemudian bekas bangunan CHHS dipakai sekolah negeri juga. LHHS di Undaan Wetan Nomor 2-6 jadi ruko yang kurang cemerlang.

Sejumlah pengamat masalah Tionghoa menyebut dulu, sebelum 1960, di Surabaya ada tiga high school atawa SMA terkenal. Ketiganya punya kiblat atau kecenderungan politik yang berbeda. Paling tidak pengurus yayasan atau prinsipalnya.

Pertama, Lien Chung alias Lian Chong alias Lian Huo High School (LHHS) cenderung ke Kuomintang (KMT) atauTaiwan. Seragamnya putih-biru.

Kedua, Chung Chung alias Chung Hua High School (CHHS) pakai uniform putih-putih. Kecenderungan politiknya agak netral. 

Ketiga, Shin Chung alias Shin Hua High School (SHHS) memakai seragam putih-kopi susu. Menggambarkan pakaian kaum buruh atau proletar di Tiongkok. Alirannya Tiongkok Baru yang progresif revolusioner.

SHHS ini yang paling populer, kata pengamat tempo doeloe itu. Lien Chung alias LHHS agak kurang dikenal karena sudah lama tutup sejak 1958. Otomatis saat itu pilihan utama orang Tionghoa ya Shin Chung atau Chung Chung. Meski ada juga sekolah Tionghoa lain macam Ming Kuang atau Ming Kwang di Jalan Argopuro 11-15.

Beberapa tahun lalu ada reuni besar alumni Lian Huo alias LHHS di Surabaya. Cukup banyak pengusaha sukses, akademisi, dokter, hingga profesor hadir. Temu kangen setelah 45 tahun tidak bertatap muka. Ada juga yang datang dari Taiwan, USA, Hongkong, Tiongkok, dan negara lain.

Mereka juga membentuk Perhimpunan Alumni Sekolah Lianhe. Total alumni sekitar 2.000 orang meski usia Lieng Chung ini tidak panjang. "Kualitas Lieng Chung diakui perguruan tinggi papan atas seperti IPB," kata pengurus alumni saat reuni akbar pada pertengahan Februari 2003.

Ayas tadi malam melintas di depan bekas lokasi SMA Lian Huo alias LHHS di Jalan Undaan Wetan 2-6. Suasana gelap. Hanya penerangan seadanya. Dari dulu memang ruko di pojokan Ambengan dan Undaan Wetan memang kurang bersinar. Mungkin kualat telah membongkar salah satu sekolah Tionghoa penting di masa lalu itu.

Ayas dapat informasi juga bahwa eks gedung LHHS sempat dijadikan markas Korem Bhaskara Jaya. Universitas Surabaya (Ubaya) juga awalnya ditawari pakai gedung itu setelah pindah dari gedung eks CHHS di Baliwerti. Tapi, karena sudah dijadikan markas militer, maka Ubaya menggunakan gedung sekolah Tionghoa di Undaan Kulon. Sekarang jadi Sekolah Trisila.

Tak lama kemudian, aset gedung Lian Huo yang bersejarah di Undaan Wetan itu dijual. Kemudian dibongkar total. Rata dengan tanah. Lalu dibangunlah ruko itu. Jejak ian Huo benar-benar hilang sama sekali. Karena itu, sangat wajar kalau banyak orang Surabaya tidak tahu kalau dulu pernah ada SMA Tionghoa terkenal bernama Lian Huo High School alias Lien Chung alias LHHS.

Selasa, 30 Mei 2023

Catholics in Indonesia during the Japanese occupation, 1942-1945


By KAREL A. STEENBRINK


Professor Emeritus of Intercultural Theology at Utrecht University

 

The Japanese administration of Indonesia took religion as an important issue in order to win the sympathy of the population. It gave ample facilities to Islamic institutions.

 

Christianity was seen as the religion introduced and most often directed by the Dutch oppressor. Moreover, Islam was the religion of more than 80% of the population, while in 1942 Christianity reached only about 2.5%.

 

Therefore the Japanese attitude was ambiguous towards Christianity. Dutch missionary personnel were in most cases interned, and initially buildings and other properties of the churches were confiscated, the schools closed or taken over by the new authority.

 

The same was the case with the medical care organised by the Christian churches. In the second year of the Japanese rule there was a milder policy: the Japanese sent several Protestant ministers, some Catholics priests and even two Japanese Catholic bishops to Indonesia (especially to Minahasa and Flores).

 

There were many local variations in this pattern. On the whole it has to be acknowledged that Christianity not only survived the Pacific War but indigenous leadership was given an opportunity to grow because of the absence of foreign missionaries.

 

In education and medical care the Christian churches never regained the broad facilities and close cooperation with the state they had enjoyed before 1942.

 

For the whole of Indonesia the Japanese period was seldom seen as a move towards independence and greater freedom. With the exception of Batakland, the indigenous Indonesians only reluctantly took over the positions of the foreign missionaries. The churches lost much of their solid foundation in society: their schools and sometimes also the hospitals.

 

In 1943 the administration required that during church service the leader should read a message about the Greater Asia War, its causes and aims. 

 

Emperor worship also entered the church buildings, because in many places a Japanese flag was put inside the church building, on the wall facing Tokyo. Before the beginning of the service the assembled congregation were to face that wall and bow.

 

Although it was officially stated that this was an act of respect and not of veneration or adoration, the Christian community had an uneasy feeling about it. Some people wanted to evade this ritual and decided not to go to church anymore.

 

Another reason for a fall in church attendance was the fact that many people had no decent clothes anymore. In regions like the Moluccas, festive black clothes were preserved for going to church on Sundays.

 

Children could go to school naked, as happened in Sangir (the archipelago north of Sulawesi) towards the end of the war, but their parents did not wish them to participate in the church service in such a condition. 

Jumat, 26 Mei 2023

Merayakan Coldplay di tengah kontroversi LGBT

Coldplay hebat! 

Penggemarnya luar biasa di tanah air. Ribuan orang antre beli tiket daring meski harganya tidak murah. Di media sosial disebut-sebut 1,5 juta fan sudah pesan tiket konser di Gelora Bung Karno.

Coldplay bukan sekadar band. Ada pesan, misi, pesan tersamar atau terang-terangan. Itu yang memicu polemik hebat di Malaysia. PAS partai garis keras menolak kedatangan Coldplay karena dituduh mempromosikan LGBT.

MUI di Indonesia juga bikin pernyataan keberatan gegara isu LGBT di balik Coldplay. Sejumlah akademisi juga menulis artikel membahas Coldplay. Bukan musiknya yang dibahas tapi soal ideologi, LGBT, hingga persoalan SARA. 

Syair Viva La Vida pun dipersoalkan. Yang menulis justru tidak pernah dengar Coldplay. Di era media sosial semua orang bisa jadi pakar apa saja. Tinggal nyontek di internet. Minta bantuan Mbah Google semua informasi tersedia berlimpah ruah.

Ayas tidak pernah kaset Coldplay. Maklum, gaya musiknya beda dengan seleraku yang dulu berkiblat ke David Fooster, Peter Cetera, Whitney, Level 42, Incognito, dan sejenisnya. Tapi Ayas punya teman kos gila betul sama Coldplay. Saban hari diputar kasetnya.

Seminggu ini Ayas rutin menyimak lagu-lagu Coldplay di YouTube. Paradise, Yellow, Viva La Vida, Hymn For The Weekend, The Scientist etc.

Cukup enak dinikmati sendirian. Nyanyinya tidak ngoyo. Pop rock yang tidak keras. Ayas juga melihat rekaman konser-konser Coldplay yang megah. Empat musisinya berpenampilan biasa-biasa saja. Gak neko-neko.

Sebuah media berbahasa Inggris menulis:

"The demand for Coldplay tickets is reaching unprecedented levels in Southeast Asia. With over 700,000 eager fans queued up for tickets to the highly anticipated Kuala Lumpur concert, the excitement was palpable.

 The frenzy was bigger in Indonesia as more than 1.5 million enthusiastic fans eagerly await the pre-sale tickets for the Jakarta concert. The staggering numbers are a testament to Coldplay's immense popularity and the unwavering devotion of their Indonesian fanbase.

The overwhelming response from fans demonstrates the profound impact Coldplay's music has had on people's lives. The band's captivating melodies and emotionally charged performances have created an unbreakable bond with their dedicated following, transcending borders and language barriers.

 The sheer numbers queuing for tickets reflect the unbridled enthusiasm and fervor that Coldplay has ignited among fans throughout Southeast Asia."

Nostalgia 36 Butir P4: Kerja Keras & Tidak Boros



Ayas dulu hafal 36 butir P4: Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Murid-murid lain juga hafal atawa setengah hafal. Kalau tidak hafal sudah pasti nilai ulangan PMK akan jeblok.

Sekarang tak hafal lagi. Maklum, setelah Orde Baru tumbang, semua yang berbau Orba, Soehartoisme, dsb ditinggalkan. Bahkan jadi bahan guyonan di warkop dan media sosial. Usia bertambah juga membuat memori di kepala makin lemot.

Ayas kemarin dapat kiriman 36 butir P4 dari seorang guru di Surabaya. Orang NTT itu menganggap 36 butir P4 masih relevan di era digital ini. Coba dibaca pelan-pelan dan renungkan, katanya.

Ayas coba baca lagi butir-butir itu. Muncullah guru-guru masa lalu yang sudah rest in peace. Ternyata ada benarnya. Butir-butir itu tidak seburuk anggapan orang di medsos.

Ayas paling terkesan dengan butir-butir sila kelima. Suka menolong orang lain. Tidak memeras orang lain. Tidak boros. Suka bekerja keras. Tidak bergaya hidup mewah. Menghargai hasil karya orang lain.

Aha, rupanya P4 dulu sudah konsen dengan copyright alias hak cipta serta plagiarisme. Jauh sebelum ada budaya copy paste di era digital.

Selamat bernostalgia!

Butir-Butir Pancasila dalam Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa.

KETUHANAN YANG MAHA ESA

1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.

3. Saling hormat-menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.

2. Saling mencintai sesama manusia.

3.Mengembangkan sikap tenggang rasa.

4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.

5. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

7. Berani membela kebenaran dan keadilan.

8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu kembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

PERSATUAN INDONESIA

1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.

3. Cinta Tanah Air dan Bangsa.

4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan bertanah Air Indonesia.

5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.

KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN /PERWAKILAN

1. Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat.

2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.

3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.

5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.

6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.

7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA

1. Mengembangkan perbuatan  luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.

2. Bersikap adil.

3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

4. Menghormati hak-hak orang lain.

5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.

6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.

7. Tidak bersifat boros.

8. Tidak bergaya hidup mewah.

9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.

10. Suka bekerja keras.

11. Menghargai hasil karya orang lain. 

12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Kamis, 25 Mei 2023

Ya, Khalik Semesta, Umat-Mu Tolonglah!

Sudah lama banget saya tidak menikmati paduan suara. Khususnya saat pandemi corona selama 3 tahun. Liturgi disederhanakan. Lagu-lagu dikurangi. Bahkan dihilangkan.

Saya jadi terbiasa ikut misa online versi USA. Sangat pendek. Paling lama 25 menit. Hemat data. Beda dengan misa daring versi kita di Indonesia yang masih panjang meski lagu-lagu sudah dikurangi.

Lagu pembukaan dan penutup yang selalu ada dalam misa bersama Father Jack Sheaffer dari West Springfield, USA, yang sering saya ikuti, adalah Come, Thou Almighty King. Khas himne gereja biasa. Tapi tidak pernah saya dengar di Gereja Katolik di Indonesia.

Romo Jack ini imam yang merangkap jadi lektor, misdinar, dsb. Bacaan pertama, bacaan kedua, bacaan Injil, homili, doa umat... semua diborong pastor ini. Maka tidak heran misa jadi sangat padat dan singkat. Romo Jack pun tidak pernah nyanyi sama sekali.

Sejumlah buku nyanyian Katolik saya periksa. Madah Bakti jelas tidak ada. Puji Syukur tidak. Jubilate lama tak ada. Yubilate (versi baru Yubilate) terbitan Ende Flores tidak ada. Syukur Kepada Bapa terbitan Flores juga tidak ada. Kidung Adi terbitan PML Jogja yang berbahasa Jawa sudah pasti tidak ada.

"Aneh, lagu liturgi yang sangat populer di kalangan Katolik Amerika Serikat kok tidak ada di Indonesia?" pikir saya.

Sekian lama kemudian saya buka Kidung Jemaat. Buku nyanyian Kristen Protestan terbitan Yamuger. Saya perhatikan notasi lagu-lagu kebaktian Protestan secara sambil lalu. 

Eureka, ketemu notasi yang sama dengan lagu misa di Amerika itu. Judul di Kidung Jemaat Nomor 16: Ya, Khalik Semesta. Ada keterangan di bawah partitur empat suara itu. Lagu ciptaan Felice de Giardini 1769. Syair: Charles Wesley 1757. Yayasan Musik Gereja (Yamuger) menerjemahkan menjadi Ya, Khalik Semesta.

Lega rasanya. Rasa penasaranku akhirnya terjawab. Lagu ini sederhana tapi cukup megah khas himne-himne gereja tempo doeloe.

Ya, Khalik Semesta, umat-Mu tolonglah!

Selasa, 23 Mei 2023

Mampir di Kelenteng Mojosari yang baru terbakar


Kelenteng Hiap Thian Kiong di Mojosari, Kabupaten Mojokerto, dilalap api pada Minggu (7/5/2023) siang. Si jago merah  l menghanguskan sebagian bangunan TITD  yang didirikan pada 1897 tersebut.

Minggu kemarin (21 Mei) kita mampir untuk melihat dari dekat kondisi Kelenteng Mojosari itu. Lokasinya strategis sekali di pojokan jalan raya. Kita orang yang wisata ke Pacet, Trawas, Jolotundo dsb biasanya lewat di depan itu kelenteng.

Kita disambut dengen baek oleh dua orang Tionghoa yang lagi sibuk membersihkan puing-puing reruntuhan bangunan. Ada juga dua tukang kelihatannya wong Jowo. Kelihatannya sedang persiapan renovasi.

 "Sekarang baru dibersihkan setelah pita garis polisi diambil," kata salah seorang pengurus kelenteng yang perempuan.

Kita perhatikan hanya satu bangunan yang kobong. Tiga bangunannya masih utuh. Gedung pertemuan kena separo. Gedung pertunjukan wayang potehi tidak terkena api sama sekali. Patung dewa-dewi masih kelihatan utuh meski terpanggang si jago merah di siang bolong itu.

Kita juga tanya siapa tuan rumah itu kelenteng dan bagaimana kondisinya. "Maksudnya tuan rumah?" wanita itu bertanya balik.

Kita punya maksud apakah tuan rumahnya Makco, Dewi Kwan Im, Kong Tik Tjung Ong.... 

"Oh.. di sini tuan rumahnya Dewa Kwan Kong," katanya.

Oh, kita orang dulu pernah beberapa kali mampir di Kelenteng Mojosari dan sempat nulis beritanya. Itu karena kita dikasih tahu Ki Subur, dalang wayang potehi dari Sidoarjo, yang ditanggap main di situ. Dalam rangka sembahyang rebutan atau apa kita lupa.

Ki Subur biasa main lakon potehi sesuai permintaan Kwan Kong sebagai empunya rumah. Biasanya cerita tentang petualangan Sie Djien Kwie. Seru banget. Subur yang wong Jowo mampu menghidupkan cerita lama itu dengan bahasa gado-gado Hokkian, Jowo, Melayu Tionghoa, dan bahasa Indonesia. 

Selalu ada adegan lucu yang bikin kita orang ketawa-ketawa. Meskipun penontonnya sedikit, pertunjukan potehi jalan terus. Biasanya main saban hari selama satu bulan.

Kita lihat itu panggung sekaligus rumah khusus untuk pertunjukan wayang potehi masih utuh. Kita ikut senang dan mendoakan semoga kelenteng tua itu segera diperbaiki agar cakep lagi seperti sedia kala. Dan, kalau ada pentas potehi kita orang akan luangkan waktu untuk dateng nonton lagi.

Senin, 22 Mei 2023

Remah-remah dolar AdSense vs tukang parkir

Begitu banyak cerita sukses YouTuber, blogger, kreator konten di media sosial yang bikin orang terperangah. Mereka mengaku dapat penghasilan luar biasa. Sehari bisa dapat dolar jauh di atas UMK Surabaya yang hanya Rp 4 juta sebulan. Ada blogger kelas daerah ngaku dapat Rp 600 ribu sehari.


Benarkah demikian?

Hem.. ada yang mungkin benar tapi banyak yang tidak. Hasil Adsense biasanya jauh di bawah UMK. Separo UMK pun tidak. Apalagi blog-blog yang pengunjung sedikit. Meski banyak pengunjung, tak ada yang klik iklan ya amsyong.

Ayas dapat cerita dari Kang Deddy Said admin grup Deddy Dores. Dia punya kanal YouTube khusus untuk lagu-lagu Deddy Dores. Dari zaman 60-an atau 70-an hingga tutup usia. Lagu-lagu artis lawas hingga terakhir yang diorbitkan Dores pun diunggah di channel Deddy Dores.

Hasilnya?

"Miris, Bung," kata Kang Deddy di Bandung.

"Setelah berjalan hampir 2 bulan total semua video di channel baru menghasilkan 190 ribuan rupiah (kurang lebih). Miris karena tiap 1 video masih ada iklannya yang dibayar 50 dan 100 perak per hari.

Anda bisa bayangkan jauh  lebih besar  tarikan seorang tukang parkir yang sekali narik paling kecil 1000 rupiah. Kalau satu hari tentunya si tukang parkir sudah bisa menghasilkan puluhan ribu, bahkan ratusan ribu rupiah," Deddy yang juga musisi senior itu menambahkan.

YouTuber vs tukang parkir. Ayas jadi ingat jukir-jukir di Jalan Karet dan Kembang Jepun, Surabaya. Dalam sehari minimal Rp 100 ribu masuk kantong. Itu sudah dipotong bayar makan dua kali ditambah kopi atau es teh beberapa gelas. Satu gelas kopi biasanya Rp 3.000 atau 4.000 di warkop.

Ayas dulu ikut main AdSense juga di blog lama. Hasilnya juga pas-pasan karena jumlah klik sangat sedikit meski pengunjung tergolong banyak untuk ukuran blog pribadi. Biasanya baru cair USD 100 setelah tiga bulan. Kadang empat bulan.

Artinya,  cuma dapat 33 dolar alias sekitar Rp 400 ribu sebulan. Jauh di bawah penghasilan tukang parkir yang mencapai Rp 3,5 juta per bulan. Apalagi kalau ada acara Kya-Kya Reborn di Kembang Jepun penghasilan para jukir berlipat ganda. Sebab, satu motor ditarik Rp 5.000.

Pengalaman Ayas, main AdSense ini memang untung-untungan. Baik itu di YouTube, Blogger, WP, dan sebagainya. Kadang sehari cuma dapat 100 perak atau 50 perak seperti disebut Kang Deddy adminnya Deddy Dores itu. Tapi kadang bisa dapat jauh di atas tarikan jukir sehari.

Hasil Google AdSense meningkat tajam biasanya karena ada artikel unggulan yang dicari anak sekolah atau mahasiswa untuk menggarap tugas. Makanya artikel unggulan yang informatif dan nirkala (timeless) sangat diperlukan di sebuah blog. Kalau cuma cerita hobi nggowes, bakar ikan, pesiar di sana sini ya wassalam.

Pekan lalu, Ayas iseng-iseng mendaftar blog ini untuk dimonetisasi. Main AdSense lagi istilahnya. Seminggu kemudian disetujui. Sehingga mulai muncul iklan-iklan otomatis dari Mbah Google. Biar laman website lebih warna-warni dengan iklan-iklan tante cantik, obat kuat, hingga Bible Study - kalau artikelnya berbau kristiani.

Hasilnya? Sama dengan AdSense di YouTube yang juga tidak menentu. Angkanya jauh di bawah penghasilan tukang parkir sehari, meminjam istilah Kang Deddy di Bandung. Tapi, ya, kadang di atas pendapatan jukir di Surabaya.

Sabtu, 20 Mei 2023

Pendeta Stephen Tong masih rajin KKR keliling di usia 83 tahun

Ayas tadi lewat daerah Kejapanan, Gempol, Pasuruan. Kampungnya Inul Daratista. Artis dangdut goyang ngebor itu sudah tidak menarik. Diganti penyanyi-penyanyi muda nan segar. Inul wis tuwek.

Yang menarik memang bukan Inul. Ayas justru tertarik dengan spanduk besar di pinggir jalan raya. Kebaktian Pembaruan Iman Nasional (KPIN) dengan pembicara Pendeta  Dr. Stephen Tong. Rev Tang bakal tampil pada 24 Mei 2023, pukul 18.00 di Lapangan Tembak Brimob, Watukosek, dekat kampungnya Inul.

Rev Tang juga tampil di Stadion Ahmad Yani, Magersari, Kota Mojokerto, Lapangan Parkir Stadion Kanjuruhan,  Malang, dan Lapangan GKJW Tambakasri, Desa Sidoasri, Malang.

Ayas berdecak kagum. Di usia 83 tahun, Pendeta Tong Tjong Eng ternyata belum pensiun. Masih pelayanan keliling kota-kota di Indonesia. Masih segar juga. Seakan tak ada pensiunnya pendeta kelahiran Pulau Gulangyu, Xiamen, Tiongkok, itu.

Ayas langsung ingat Tong Tjong An alias Solomon Tong. Saudara kandung Stephen Tong itu sudah lama tidak bikin konser Surabaya Symphony Orchestra (SSO). Sebelum pandemi Covid-19 pun konser SSO di ballroom hotel tidak ada. Biasanya di Shangri-La.

Padahal, sejak 1996 orkes simfoni yang namanya SSO itu paling sedikit konser besar 3 kali setahun: Christmas Concert, Easter Concert, dan Konser Kemerdekaan. Selain Solomon Tong sudah sepuh, sponsor-sponsor tidak sebagus dulu. Ekonomi lesu. Bahkan, sponsor utamanya meninggal dunia saat covid lalu.

Beda dengan Pendeta Stephen Tong Tjong Eng. Sampai hari ini agenda kebangunan rohaninya belum surut. Cuma terhenti sejenak saat ada PPKM era covid. Selepas covid, PPKM dicabut, pendeta yang gencar mengecam teolog-teolog kemakmuran dan aliran haleluya itu kembali gaspol, istilah orang warkopan.

Di Katolik, pastor-pastor yang berusia 75 tahun diminta mengajukan pensiun. Bapa Uskup juga begitu. Hanya Paus yang tidak pensiun. Kecuali Paus Benediktus XVI yang memensiunkan diri pada usia 86 tahun. Paus Fransiskus saat ini juga 86 tahun.. tapi sepertinya tidak memilih pensiun macam pendahulunya itu. 

Ayas akan tanya langsung kalau ada kesempatan bertemu Rev Tang:
Apa resepnya? 
Jamu apa saja yang diminum? 
Apakah ada ramuan khusus dari Xiamen? 

Harga selamatan dan nazar di Gunung Kawi 2023

Masih ada oleh-oleh cerita dari Gunung Kawi. Ayas sempat motret daftar harga selamatan nazar dan wayang kulit. Angka-angka ini sering jadi rasan-rasan di warkop dan media sosial.

Sudah pasti mahal, bagi karyawan kelas UMK. Tapi, bagi para siansen kelas laopan, pasti murahlah. Apalagi kalau hasilnya nanti bisa berlipat ganda. Ada saja rezeki dari Gunung Kawi, bagi yang percaya.

"Kita orang harus punya keyakinan yang kuat. Kalau gak yakin ya anggap aja kita orang cuman dateng untuk wisata atawa rekreasi," kata Koh Ming, pedagang asal Surabaya yang langganan 'wisata' ke Gunung Kawi.

Ayas sempat minta daftar harga selamatan di Gunung Kawi. Kelihatan melonjak tajam dibandingkan sekian tahun lalu. Menyesuaikan kurs rupiah, inflasi, nilai pasaran dsb.

Paling murah tumpeng sayur Rp 60 (ribu). Kambing Rp 2.500. Sapi Rp 17.000. Nanggap wayang syukuran Rp 5.000. Wayang ruwatan Rp 10.000.

Peziarah silakan pilih mau pakai sesajen yang mana. Mau yang lengkap ya mahaaaal sekali. Tapi bisa hemat kalau ambil sajen biasa. "Ndak selametan juga ndak papa," kata seorang penjaga. "Semua itu tergantung keyakinan masing-masing."

Pesarean Gunung Kawi mulai berdiri sejak 1871. Ia jadi tempat peristirahatan terakhir Eyang Djoego alias Kiai Zakaria II dan Eyang RM Imam Soedjono.

Meski awalnya pesarean kiai, tokoh muslim, Gunung Kawi kemudian berkembang jadi tempat ziarah warga Tionghoa. Karena itu, di dekat pesarean ada Kelenteng Dewi Kwan Im, Tie Kong, Rumah Ciamsi. Ornamen nuansa Tionghoa terasa kental. 

Gepekris Prigen buah karya misionaris Tiongkok tempo doeloe

Orang Tiongkok tidak cuma pinter dagang. Mereka juga ikut pekabaran Injil ke berbagai negara. Salah satunya ke Hindia Belanda yang sekarang jadi Indonesia.

Salah satu karya misionaris Tiongkok adalah Gereja Persekutuan Kristen (Gepekris). Gereja aliran pentakosta ini dulunya satu sinode dengan Gereja Kebangunan Kalam Allah (GKKA). Ayas kenal GKKA karena dulu sering ngopi dekat GKKA di Sidoarjo. Dekat dengan stasiun kereta api itu.

Ayas awalnya penasaran dengan Gepekris di Jalan Raya Ledug Nomor 9, Tretes, Pasuruan. Sebab, gereja ini unik. Lokasinya tak jauh dari Graha Wacana, rumah retret milik pater-pater SVD, juga di Desa Ledug. Bedanya Graha SVD belum lama dibangun. Gepekris ini gereja tua tempo doeloe.

Ayas pun mampir ngopi di dekat Gepekris Prigen. Ada warkop dan kafe yang bagus. Binaan gereja itu. Ayas bertanya sedikit tentang keberadaan Gepekris, corak, tata liturgi, dan sebagainya.

Sayang, hampir semua orang yang Ayas ajak ngobrol itu muslim. Mereka hanya tahu ada gereja di Jalan Ledug. Mereka tidak bisa bedakan maka Katolik, Protestan, Pentakosta, Karismatik, Advent dsb. "Pokoke iku gerejone wong Nasrani,"  kata jamaah warkop.

Syukurlah, di era digital ini tersedia banyak informasi di internet. Ayas buka Wukipedia. Ada artikel yang membahas Gepekris secara umum. Gereja ini hasil pekabaran Injil yang dilakukan Chinese Foreign Missionary Union (CFMU). 

CFMU berpusat di Ik Chou, Kwangsi. Diketuai Pendeta Leland Wang. Pada 26 Maret 1929 CFMU mengutus misionaris dari Tiongkok ke luar negeri untuk mengabarkan Injil. "Lingkup penginjilan CFMU semakin luas ke berbagai bangsa dan daerah, sehingga kantor lembaga misi CFMU dari Provinsi Kwangsi dipindahkan ke Hongkong," tulis Wikipedia. 

Ayas terkesan membaca artikel tentang zending Tiongkok, CFMU, hingga jadi Gepekris. Bukan main gembala-gembala dari Tiongkok. Seandainya Tiongkok tidak jadi negara komunis pada 1949 bisa jadi akan banyak gereja-gereja di sana.

Haleluyaaaaah!!! 

Konser mencerdaskan bangsa ala Ahmad Dhani

Terlepas dari sepak terjang politiknya, Ahmad Dhani tetaplah musisi dan komposer hebat. Semalam Dhani bersama bennya Dewa 19 dan sejumlah artis papan atas bikin konser di Surabaya. Judulnya The Night At Orchestra Chapter III.

Bukan konser ben biasa. Orkes semiklasik mengiringi lagu-lagu Dewa 19 yang (hampir) semuanya dikarang Ahmad Dhani.

Dhani membuka pertunjukan dengan hit lawas Queen, Bohemian Rhapsody. Lalu komposisi karya  Rachmaninoff dan Maurice Ravel. Terlihat musikalitas politikus Gerinda ini bukan kaleng-kalengan.

Mulan Jameela, istri tersayang Dhani, dapat jatah tarik suara 5 lagu. Meski usianya sudah kepala papat dan sibuk jadi anggota parlemen, Mulan masih energetik. Penonton senang. Riuh rendahlah arena konser di Grand City.

Lalu Muhammad Devirzha alias Virzha, vokalis Dewa 19, membawakan lagu-lagu hit ben itu. Roman Picisan, Selimut Hati, Lagu Cinta, Pupus, dan Risalah Hati.

Ari Lasso, vokalis pertama Dewa 19, dapat giliran terakhir. Lasso membawakan lagu-lagu yang tak asing lagi bagi anak muda 90an (yang kini makin menua).  Elang, Aku Milikmu, hingga Cinta Kan Membawamu Kembali.

Lasso ini juga sudah tua - ukuran artis pop. Tapi penonton tetap senang dengan karakter vokalnya yang bersih dan tajam.

Dhani bilang konser di tahun politik ini ada misi khusus untuk edukasi penonton. Khususnya agar bisa mengapresiasi orkestra. Musik orkestra (klasik) bisa mengasah kecerdasan. "Jadi, saya ingin mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara," tuturnya.

Dhani yakin penonton yang beli tiket mahal tidak pulang dengan tangan hampa. Tapi membawa ilmu.. dan makin cerdas.

Jumat, 12 Mei 2023

NTT Nasib Tidak Tentu Kini Terangkat berkat ASEAN Summit di Labuan Bajo

Nusa Tenggara Timur disingkat NTT. Orang NTT sejak dulu punya beberapa pelesetan NTT. Ada yang bilang Nusa Tetap Tertinggal, Nasib Tidak Tentu, tapi Nanti Tuhan Tolong.

Bukan tanpa alasan. Sejak dulu angka kemiskinan tinggi. Rakyat NTT hidup di bawah garis kemiskinan, begitu kata Gubernur NTT Ben Mboi saat aku kecil di pelosok NTT pada 1980-an.

Dulu NTT hanya ada 12 kabupaten. Sekarang 22 kabupaten. Dulu orang NTT pun kurang mengenal Labuan Bajo. Yang dikenal cuma kadal raksasa Varanus Komodoensis. Itu pun karena komodo jadi lambang Provinsi NTT sejak 20 Desember 1958.

Kabupaten Manggarai Barat belum ada. Labuan Bajo dan pulau-pulau sekitarnya ikut Kabupaten Manggarai. Daerah asal Brigjen TNI Ben Mboi yang jadi gubernur NTT paling fenomenal (menurut saya).

Setelah reformasi kabupaten-kabupaten bermekaran. Labuan Bajo jadi kabupaten sendiri. Salah satu kabupaten termuda di NTT. Eh, ternyata Labuan Bajo malah maju sangat sangat pesat ketimbang kabupaten-kabupaten tua macam Kupang, Ende, Sikka (Maumere), atau Flores Timur (Larantuka).

Itu semua tak lepas dari kerja nyata Jokowi. Tanpa dukungan penuh pemerintah pusat mustahillah Labuan Bajo bisa dikemas sebagai destinasi wisata unggulan di Indonesia. Malah jadi tuan rumah KTT ke-42 ASEAN. 

Benar-benar sulit dipercaya! 

NTT alias Nusa Tetap Tertinggal alias Nasib Tidak Tentu itu kini terangkat ke dunia internasional. Labuan Bajo alias pelabuhan untuk nelayan-nelayan dari suku Bajo mulai dikenal orang banyak. Orang-orang NTT yang biasanya punya inferiority complex atau minderwaardigheids complex kini boleh sedikit berbangga. 

NTT: Nanti Tuhan Tolong! 
Tuhan sudah tolong lewat tangan-tangan pemerintah pusat. Khususnya Presiden Joko Widodo.


Presiden Joko Widodo:

"Labuan Bajo di NTT adalah salah satu tempat terindah di Indonesia. Para pemimpin negara-negara ASEAN yang hadir di KTT ke-42 ASEAN pun begitu menikmati suasana senja Labuan Bajo dari atas kapal pinisi seusai serangkaian pertemuan di hari pertama, Rabu 10 Mei 2023."

PM Singapura Lee Hsien Loong:

"This is my first time on this beautiful island of Flores in the Nusa Tenggara region of east Indonesia, right next to the Komodo National Park. It is one of Indonesia's many island gems and a 'city of sunsets'.

Look forward to fruitful discussions with fellow leaders over the next few days. – LHL"

PM Malaysia Anwar Ibrahim:

"Kendati terikat dengan jadual padat Sidang Kemuncak ASEAN ke-42 2023 di Labuan Bajo, saya dan Azizah sempat menyertai sesi wacana santai bersama rakan-rakan sejawat di Marina Dock dan Ayana Komodo Waecicu Beach selain menikmati pandangan di kepulauan yang terkenal dengan komodo, wisata alam, haiwan dan buatan.

Peluang ini juga digunakan bagi merapatkan hubungan terjalin dalam mengukuhkan ketumbukan di bawah sebuah keluarga ASEAN yang harmoni.

Moga rantau ASEAN senantiasa diberikan perlindungan dan kemakmuran rezeki yang berlimpah."

Senin, 08 Mei 2023

Paskah Bersama dan Halalbihalal Keluarga Besar NTT di Balai Pemuda Surabaya

Setelah 3 tahun dihajar pandemi, keluarga besar Flobamora (Flores, Sumba, Timor, Alor, Lembata) di Surabaya Raya kembali mengadakan perayaan Paskah 2023 sekaligus Halalbihalal Idul Fitri 1444 Hijriah.

Puji Tuhan, Pemkot Surabaya mengizinkan warga NTT di Kota Pahlawan menggunakan gedung Balai Pemuda yang ikonik dan historis itu. Cukup banyak warga NTT dari 22 kabupaten hadir. 

 Tak sekadar halalbihalal dan Paskahan, kegiatan itu juga dimeriahkan dengan pentas seni budaya khas berbagai daerah di NTT. Cukup menarik meski persiapan sangat singkat.

Selamat Paskah!  
Haleluyaaaa!!! 

Selamat Idul Fitri! 
Minal aidin wal faidzin!
Maaf lahir dan batin.

Sabtu, 06 Mei 2023

Warga Eks Syiah Dipulangkan ke Sampang setelah Taubat

Sebanyak 265 pengungsi asal Sampang dipulangkan ke kampung halaman mereka. Selama 10 tahun warga Sampang itu tinggal di Rusun Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo. 

Kasus ini dulu sempat ramai hingga ke luar negeri. Isunya sangat peka: soal agama. Ratusan orang Sampang itu penganut Syiah. Mazhab yang tidak dikehendaki eksis di Indonesia. Khususnya Madura.

Rumah-rumah pengikut Syiah itu dibakar. Ladang dan sebagainya pun habis. Tajul Muluk pemimpinnya ditangkap, diadili, dipenjara. Sekarang sudah bebas dan bertobat. Kembali ke jalan yang benar.

Cukup lama orang-orang Sampang itu jadi pengungsi di Sidoarjo karena akidah atawa doktrin Syiah mereka sangat kuat. Mereka berani tanggung risiko meski rumah dan harta benda mereka ludes. 

Presiden SBY bersama Pemprov Jawa Timur berusaha mencari jalan keluar. Termasuk membentuk tim khusus yang dipimpin rektor UINSA Surabaya. Tetap saja sulit. 

Ayas cukup sering menemui dan meliput warga Sampang di Puspa Agro itu. Sering melihat mereka bekerja sebagai kuli pengupas buah kelapa. Ada juragan dari Malang yang mempekerjakan ratusan pengungsi.

Ada juga yang jualan kopi, gorengan, bakso dsb. Awalnya sulit karena orang-orang Sampang ini asalnya petani di desa. Tidak terbiasa dengan kehidupan kota industri ala Sidoarjo. Tapi lama-lama terbiasa. Suasana di Puspa Agro jadi meriah saban hari. 

Ayas juga disuruh meliput sekolahnya anak-anak Syiah Sampang. Pemkab Sidoarjo membuka kelas khusus di rumah susun. Ada juga yang dititipkan di SDN dekat rusunawa macam SDN Jemundo. 

Lama-lama mereka terbiasa hidup sebagai penduduk musiman di Sidoarjo. KTP mereka tetap Sampang tapi tinggalnya di Sidoarjo. Kalau ada pemilu legislatif, pilpres, pilkada coblosnya ya di rusunawa itu.

Saking lamanya tinggal di Puspa Agro Sidoarjo, isu pengungsi Sampang tidak lagi menarik. Ayas masih sering ke Puspa Agro tapi tidak tertarik lagi membahas kasus Sampang.

 Ayas justru lebih sering ngobrol dengan pengungsi-pengungsi Pakistan, Afganistan, Somalia, Myanmar, dsb. Kebetulan para pengungsi asing itu juga tinggal di rusunawa yang sama. Cuma beda tower. Pengungsi asing dibiayai UNHCR.

Ayas lalu digeser ke Surabaya. Sudah pasti makin jarang mampir ngopi di warkopnya Jeng Sri di Puspa Agro. Dekat banget dengan lokasi pengungsi asal Sampang itu. Ayas bahkan sudah tak punya nomor Ustad Tajul Muluk dan beberapa pimpinan warga Sampang di Puspa Agro.

Sampai akhirnya muncul berita kemarin di laman internet. Ratusan pengungsi Sampang akhirnya dipulangkan ke kampung halamannya. Dijemput pejabat Pemkab Sampang. Dulu Bupati Fadhilah yang pimpin pengusiran warga Syiah ke luar Pulau Madura.

Alhamdulillah!

Ayas baca ternyata masalah akidah atau doktrin sudah selesai. Ratusan warga Sampang itu sudah tobat massal. Kembali ke jalan yang benar. Tidak lagi ikut "ajaran Tajul Muluk" yang dianggap sesat.

 Tajul sendiri pun sudah taubat, katanya.

Jumat, 05 Mei 2023

Tirakatan Ngalap Berkah di Gua Maria Purworejo, Malang Selatan

Cukup semalam di Gunung Kawi. Ayas lanjutkan perjalanan ziarah ke kawasan Malang Selatan. Tepatnya di Desa Purworejo, Kecamatan Donomulyo. Mampir di Gua Maria Sendang Purwaningsih.

Gua Maria ini cukup terkenal di kalangan umat Katolik di Keuskupan Malang. Ayas yang lama berparoki di Keuskupan Malang malah belum pernah pigi ziarah ke sini. Cuma baca-baca dan belakangan nonton gambarnya di YouTube.

Gua Maria Sendang Purwaningsih ini ada sejarahnya. Sebagai monumen atau tetenger keberadaan misi Katolik di Purworejo sekitar tahun 1932. Mbah Wagirin yang mula pertama jadi katekumen. Alias orang Katolik pertama di situ. 

 Lama-lama umatnya banyak dan jadi paroki. Paroki Purworejo cukup terkenal sebagai paroki desa yang berhasil. Devosi umat untuk Bunda Maria bagus. Mereka juga rajin ekaristi alias misa kudus.

Ayas bertemu Suparlan, penjaga alias juru kunci Gua Maria Sendang Purwaningsih. Mbah Lan asli Purworejo. Ngomong pakai bahasa Jawa halus. Ayas kurang fasih krama inggil sehingga beralih ke bahasa Indonesia pasaran.

Siang itu sepi banget. Gua Maria ini jauh dan terpencil dari jalan raya. Beda dengan gua-gua lain yang selalu ramai dan kadang mirip sentra pedagang kaki lima. Pondokan Mbah Lan juga agak jauh di bawah. Malah dekat dengan masjid.

Karena itu, kompleks Gua Maria ini sangat cocok untuk tirakatan, nyepi, mengasingkan diri, meditasi, atau sekadar mendaraskan rosario.

Ayas yang kecapekan dari Gunung Kawi -- lumayan jauh -- tertidur pulas di pendapa. Saat bangun ada seorang lelaki 40-an tahun. Kristoforus dari Paroki Pandaan. Kris ini bapaknya Flores, mama Jawa Semarang. Dia senang blusukan ke tempat ziarah, khususnya Gua Maria.

Akhirnya, ngobrol banyak dengan Kris. Banyak nyambungnya karena dia sejak kecil misdinar di gereja, aktivis KMK di kampus. Katolik banget pokoknya. Dia juga kagum dengan suasana Gua Maria di Purworejo meski nyaris kesasar dari kawasan Karangkates.

Sekitar satu jam kemudian datang 7 peziarah. Tionghoa semua. Ternyata dari Paroki Redemptor Mundi, Surabaya. Mereka sembahyang rosario lalu pulang. Tinggal Ayas dan Kris.

Pukul 19.00 Kris pulang ke Pandaan. Ayas memilih bertahan di gua. Turun ke Malang terlalu jauh. Fisik tidak kuat. Yah, tirakatan saja di depan Gua Maria. 

Mbah Lan rupanya tidak tega melihat Ayas tidur di pendopo terbuka itu. Dia paksa Ayas tidur di kantor sekretariat yang ada kasur empuk. "Sampean itu tamu kehormatan saya," katanya.

Ayas akhirnya manut keinginan Mbah Lan. Padahal biasanya Ayas istirahat seadanya di depan Gua Maria. Itu biasa Ayas lakukan di Sendangsono, Kulonprogo, Jogjakarta, atau Puhsarang, Kediri. 

Matur nuwun, Mbah Lan!
Berkah Dalem!

Rabu, 03 Mei 2023

Pigi ziarah cari ketenangan di Gunung Kawi

"Gunung tidak perlu tinggi asal ada dewanya."

Kata-kata ini sering dikutip Tuan Yu Shiguan pengusaha media dan mantan menteri. Taipan Mochtar Riyadi juga sering kutip pepatah ini.

"Laut tidak perlu dalam asal ada naganya," sambungan pepatah lawas itu.

Gara-gara membaca tulisan Tuan Yu tentang Gunung Kawi, Ayas pun ingin mampir ke sana. Tuan Yu memuji habis perubahan kompleks Gunung Kawi yang makin bersih, teratur, nyaman, aman, dan sebagainya. Itu karena ada renovasi besar saat pandemi covid.

Ayas sudah lama sekali tidak pigi lihat Gunung Kawi. Kali terakhir 2007 - kalau tidak salah ingat. Waktu itu ada pengalaman buruk. Ayas merasa diperas oleh komplotan di tempat ritual yang disebut keraton. Padahal, Ayas cuma ingin wawancara dengan bapak kuncen alias juru kunci.

Sejak itu minat ke Gunung Kawi di kawasan Wonosari, Kabupaten Malang, hilang. Jangan-jangan, jangan-jangan... terulang lagi. Apalagi Gunung Kawi ini dianggap tempat pesugihan, klenik, kuasa gelap dsb yang harus dijauhi. 

"Ngapain ke Gunung Kawi? Apanya yang menarik?" kata kawan penganut aliran karismatik haleluya. 

Tapi Ayas lebih manut Tuan Yu yang santri dan punya pemahaman mendalam tentang budaya dan tradisi Tionghoa. Tuan Yu bahkan membawa kembang untuk Dewi Kwan Im di Kelenteng Gunung Kawi. Kemudian mampir ke Rumah Ciamsi. Lalu nyekar di makam utama alias pesarean paling atas yang terkenal itu.

"Gunung Kawi itu perpaduan Tionghoa, Jawa, dan Islam," kata Yu.

Ayas pun mampir ke Gunung Kawi saat libur Lebaran lalu. Kondisi jalan raya sudah jauh lebih baik ketimbang belasan tahun lalu. Hanya beberapa ruas jalan di kawasan Ngajum yang jelek. Jalan raya di Kecamatan Wonosari, lokasi Gunung Kawi, sangat mulus.

Meski disebut gunung, kawasan wisata religi atau pesarean ini tidak serasa di gunung. Suhu udara hampir sama dengan di Malang. Ayas bahkan bisa mandi sekitar pukul 7 malam. Tidak perlu mandi air hangat. 

"Suhu di Kawi sekarang memang beda dengan dulu," kata seorang ibu pemilik penginapan. "Perubahan suhu karena climate change," kata Koh Ming dari Surabaya.

Koh Ming ternyata pelanggan setia Gunung Kawi sejak puluhan tahun lalu. Kali ini dia membawa rombongan istri, anak, menantu, cucu. Ayas banyak cakap dengan baba yang rajin pigi sembahyang di kelenteng itu.

"Saya punya anak ada yang Katolik, ada Pentakosta, tapi sering ke Gunung Kawi juga. Kita orang dateng ke sini untuk wisata. Bukan cari pesugihan, minta ini, minta itulah," katanya.

"Ayas juga datang untuk wisata. Mau lihat-lihat kondisi Gunung Kawi setelah direnovasi. Ternyata lebih bersih dan bagus. Gak ada lagi pedagang-pedagang dan pasar tumpah di jalan," komentar Ayas.

Koh Ming: "Bersih tapi gak ada cuan, buat apa? Sekarang sepi pengunjung. Orang dagang dapet duit dari mana?"

Ayas: "Tapi sekarang aman, gak ada copet, pengemis. Gak ruwet kayak dulu. Suasananya bagus untuk foto-foto, media sosial, selfie..."

Koh Ming: "Cuannya dari mana? Dulu penuh ini jalan. Sekarang Sampean lihat cuma berapa orang saja."

Siansen ini memang senang bicara. Ngobrol dengan dia tak akan habisnya. Maka, Ayas pamit jalan ke atas. Mampir sejenak di Kelenteng Kwan Im lalu Ciamsi di sebelahnya. Ada tiga orang Tionghoa yang sedang antre melakukan ritual ciamsi. Menanyakan peruntungannya kepada dewa.

Ketika dapat nomor yang dianggap kurang hoki, diulang. Sampai ketemu ramalan yang dirasa positif. Lama sekali wanita 60-an itu bermain-main ciamsi. Semoga dia orang dapat banyak rezeki.

Puncak wisata religi Gunung Kawi ya di pesarean. Makam Eyang Djoego kalau tidak salah. Ayas lihat tidak banyak peziarah yang masuk. Hanya 5 atau 7 orang saja petang itu. Sekitar 20 pengunjung duduk merenung di bangku dekat Makam Eyang.

Suasana hening. Tidak ngobrol ngalor ngidul macam di warung dekat penginapan yang ada Koh Ming itu. Bukan karena sibuk sembahyang, meditasi, wiridan, tapi asyik dengan ponsel masing-masing. Beda banget dengan dulu ketika belum ada HP android dan media sosial.

Menjelang magrib, Ayas turun. Ketemu lagi dengan Koh Ming. Ngobrol lagi soal perkembangan Gunung Kawi, minat warga Tionghoa Surabaya dateng ziarah ke Gunung Kawi, hingga ciamsi, Kelenteng Kwan Im, hingga kuliner di Gunung Kawi.

"Makanan di sini buanyaaaak dan murah. Rasanya juga lezat," kata Koh Ming.

Dui, dui, dui... ciamik!

Selasa, 02 Mei 2023

Roh memang penurut, tapi daging lemah

Ayas ketemu Pak Tan di Bangkalan, Madura, kemarin. Siansen Tionghoa itu dulu sangat aktif di gereja katolik setempat. Dulu Tan rajin ikut retret karismatik di Ngadireso, Tumpang, Malang. 

Karena itu, dia kenal dan kagum Romo Yohanes Indrakusuma, bapak rohani gerakan karismatik di Indonesia, yang sekarang hijrah ke kawasan Bogor. Romo Yohanes bahkan mendirikan ordo baru, CSE. Beliau memang punya magnet luar biasa di Pulau Jawa. Khususnya warga menengah atas yang rindu bahasa roh, kuasa penyembuhan, pengusiran kuasa kegelapan dsb. 

"PDKK itu yang membuat imanku jadi kuat. Kalau nggak ada karismatik mungkin banyak orang Katolik yang hanyut ke gereja lain," kata Tan Siansen.

Sekarang Siansen masih ikut karismatik?  Masih pigi retret ke Tumpang? Masih ikut retret PDKK (Persekutuan Doa Karismatik Katolik)?

"Saya ini sudah tua. Sudah jarang pigi-pigi," kata Tan.

Siansen ini malah lebih sering pigi kelenteng. Nguri-uri tradisi budaya Tionghoa. "Orang Katolik itu tidak kaku. Bisa pigi kelenteng, pigi Sai Baba, dan sebagainya. Semua itu menuju ke Tuhan," katanya.

Ayas jadi ingat Romo SHS di Bangkalan akhir 1990-an. Ayas sempat wawancara agak panjang saat magang di majalah mingguan katolik, HIDUP. 

Ayas dulu kagum banget dengan SHS,  pastor yang sangat intelektual. Rajin baca buku-buku tebal dan berat. Dulu SHS sering menulis artikel untuk koran-koran dan majalah di tanah air. Khotbahnya juga enak dan berisi.

Di mana Romo SHS sekarang? Ayas sudah 25 tahunan gak ketemu. Jejak digitalnya juga tidak disimpan Mbah Google.

"Anda belum tahu ya? SHS sudah lama lepas jubah. Tidak jadi romo lagi. Anda ketinggalan informasi rupanya," kata baba Tionghoa Madura itu.

Ayas kaget betul. Gak nyangka SHS lepas jubah. Maklum, ordonya dikenal ketat, disiplin dalam soal spiritualitas.

Hem... apakah beliau menikah atau..?

"Kawin sama janda kaya punya perusahaan otomotif. Ya, namanya juga perjalanan hidup orang beda-beda. Eman-eman, proses jadi romo itu sangat panjang dan sulit," kata siansen yang biasa antar jemput pastor di Paroki Bangkalan itu.

Ayas tak lagi bertanya soal imam yang lepas jubah. Sebab masalah ini sensitif dan tidak elok dibicarakan secara terbuka. Biasanya diomongkan bisik-bisik di internal jemaat. 

"Kita doakan agar semua pastor, bruder, frater, suster setia pada panggilannya sampai ajal," kata Siansen itu.

Ayas jadi ingat bacaan Injil saat Minggu Palem bulan April lalu. Yesus menasihati para muridnya: 

"Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26 : 41)

Yuyun Kho, Biokong Kelenteng Bangkalan, bahagia bersama para dewa

Ayas manfaatkan libur Hari Buruh 2023 dengan ngelencer sejenak di Madura. Sebab unjuk rasa ribuan buruh saban May Day membuat macet di berbagai kawasan.

Di Pulau Madura tidak ada unjuk rasa. Jalan raya dari Jembatan Suramadu hingga tengah kota Bangkalan agak sepi. Maklum, tanggal merah.

Ayas, seperti biasa, mampir di Eng An Bio, kelenteng terkenal di Jalan Panglima Sudirman. Hendak ketemu Tante Yuyun Kho. Biokong asal Salatiga itu sudah jadi pengurus TITD Bangkalan sejak 1990-an. Ayas lama kenal betul Tante Yuyun karena sering ngobrol santai, wawancara, atau sekadar leyeh-leyeh di aula yang luas itu.

"Bu Yuyun sudah nggak ada. Meninggal dunia di Salatiga tanggal 6 Maret 2023 yang lalu. Kita doakan semoga beliau bahagia di surga," kata Tan Siansen yang rupanya jadi pengganti mendiang Yuyun Kho.

Ayas sempat mampir dan ngobrol dengan Tante Yuyun awal Februari lalu. Kondisi fisik wanita yang juga seniman lukis dinding itu agak merosot. Capek dan lambat. Maklum, usianya sudah di atas 70. Kalau tidak salah kelahiran tahun 1945. 

Meski terlihat capek, Tante Yuyun masih menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana tentang ciamsi, kertas sembahyang, hingga cara bertanya kepada dewa-dewi Tiongkok. Juga tentang suguhan yang harus dihidangkan kepada para dewa saban hari di altar masing-masing. 

"Kelenteng Bangkalan ini punya 7 altar. Tuan rumahnya dewa bumi Hok Tik Ceng Sing. Itu dewa yang bawa rezeki. Makanya banyak orang dari jauh dateng sembahyangan ndek sini," kata Yuyun Kho.

Biokong sepuh itu tidak bisa berbahasa Tionghoa. Saban hari berbahasa Jawa campur Melayu Tionghoa khas orang-orang tempo doeloe. Meski sudah 30-an tahun bertugas di Bangkalan, Yuyun ternyata sama sekali tidak bisa berbahasa Madura.

"Bahasa Madura iku angele luar biasa. Kita orang ndak bisa," katanya. 

Yuyun Kho tergolong biokong yang telaten. Saban hari ia menyeduh teh tawar untuk disajikan kepada para dewa.  Tidak sembarang teh tentu saja. Ada doa-doa dan ritual yang diamalkan biokong seperti Tante Yuyun.

Selepas ritual sesajen, Yuyun Kho menggarap aneka hiasan dari kertas emas untuk sembahyangan. Wanita yang mengurus Kelenteng Bangkalan sejak kerusuhan pada 1996 itu (kalau tidak salah) memang seorang seniwati. 

Tante Yuyun biasa melukis figur-figur khas Tiongkok untuk hiasan dinding kelenteng. Membuat kertas keemasan ini jelas pekerjaan enteng buat dia. "Ini ada yang pesan kertas twa kim," katanya.

Satu bunga kertas biasa dijual Rp 30 ribu. Model yang ruwet dibanderol Rp 50 ribu. Cukup mahal karena harga kertas di Kapasan, Surabaya, naik. Belum lagi skill dan ketelatenan yang tidak dipunyai sembarang orang.

"Pesenan rodo seret karena covid," katanya.

Itulah obrolan terakhir dengan Tante Yuyun di Kelenteng Eng An Bio, Bangkalan. Sekarang beliau sudah bahagia bersama para dewa di jagat nirwana nan abadi.

Selamat jalan, Tante Yuyun!
Kamsia! Matur nuwun!