Kamis, 07 November 2019

Adat Minta Hujan ala Lamaholot

Amas Gaspar Hurek membuat upacara adat di Desa Bungamuda, Kecamatan Ileape, Lembata, NTT.


Musim kemarau tahun ini lebih panjang dan ekstrem. Hujan sempat gerimis sekali di Surabaya pada 1 November 2019. Lalu belum ada pertanda bakal turun hujan rutin khas bulan-bulan berakhiran -ber.

Dulu bulan Oktober sudah mulai masuk awal musim hujan. Sekarang November pun panas gak karuan. Nyamuk-nyamuk makin ganas di mana-mana.

 Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa sejak bulan lalu sering mengajak masyarakat melakukan ibadah untuk meminta hujan. Salat istisqa. Maklum, banyak kebakaran lahan, hutan, dan bangunan tahun ini. Paling parah di Gunung Welirang.

Hasil sembahyang minta hujan itu belum kelihatan. Tuhan masih menunda pengucuran air hujan dari langit. Tingkap-tingkap langit belum dibuka, istilah Alkitab.

Setiap kali Bu Gubernur bicara salat minta hujan, saya jadi ingat kampung halaman. Khususnya saat saya masih anak-anak di Lembata, NTT. Hampir tiap tahun ada acara minta hujan. Tapi bukan sembahyang atau misa di gereja-gereja stasi alias gereja desa.

Orang kampung lebih suka TULA GUDUNG. Bikin acara adat khusus khas suku Lamaholot untuk minta hujan kepada Lera Wulan Tanah Ekan alias Sang Penguasa Langit. Meskipun orang Lembata dan Flores Timur itu mayoritas Katolik, adat istiadat nenek moyang ini tidak pernah hilang. Bahkan orang lebih takut kualat adat ketimbang ancaman hukuman gereja.

"Kita orang Lamaholot itu 100 persen Katolik dan 100 persen Lamaholot. Adat istiadat dan gereja harus jalan sama-sama," kata Ama Daniel yang mantan pejabat yang sering blusukan ke rumah-rumah adat nenek moyang Lamaholot.

Upacara adat minta hujan ini cukup panjang. Beberapa sesepuh adat mula-mula sowan ke penguasa di Gunung Ileape. Mengambil sejumlah sampel hasil bumi dan sebagainya. Lalu dibuatkan rumah-rumahan dan dibawa ke pantai.

Semua warga kampung kemudian berkumpul di pantai. Ada upacara, koda kiring, yang dipimpin tetua adat. Semacam mantra atau permohonan kepada Lera Wulan (Lera: Matahari, Wulan: Bulan) agar diturunkan hujan ke bumi. Sebab warga akan kelaparan kalau tidak bisa menanam.

Lantas, tandu dari gunung tadi diantar ke laut lepas. Dibiarkan mengapung ke perairan Laut Flores yang luas dan dalam itu.

Masyarakat kembali ke rumah masing-masing. Tidak boleh banyak bercanda. Tidak boleh pesta atau hura-hura. Minum tuak atau arak boleh tapi dilarang mabuk. Suasana prihatin. Kalau tidak salah selama tiga hari atau satu minggu.

Apakah lantas turun hujan? Belum tentu. Namanya juga orang minta ya terserah yang punya hujan. Bisa dikasih minggu depan, dua minggu ke depan... bisa bulan depan.

Kebetulan saat saya kecil di kampung hujan pun datang tak sampai satu minggu kemudian. Deras sekali. Pengalaman itu membuat saya percaya bahwa permintaan atau sembahyang minta hujan ternyata sangat efektif. Tapi jangan minta hujan di musim kemarau.

3 komentar:

  1. Saya belum pernah melihat upacara adat minta hujan, sebaliknya saya pernah melihat upacara supaya hujan berhenti. Itu tahun 1956, ketika hari pemakaman kakek-saya di Temoegoeroeh. Karena hujan jeras, maka salah satu pembantu menggunakan sapu-lidi yang ujung2-nya ditancapi beberapa cabe rawit, lalu diberdirikan diluar rumah sambil dia membaca doa2. Cuma saya sudah lupa, apakah hujan berhenti seketika. Yang saya ingat tanah dikuburan sangat becek.
    Orang Lamaholot lebih takut kualat adat ketimbang ancaman hukuman gereja. Iyalah, sebab itu penipu dan koruptor selalu bersumpah, Demi Allah atau Demi Tuhan. Mereka tidak berani bersumpah demi kepercayaan adat lehuhur mereka, takut kualat sungguh2.
    Karena kita selalu diajari berdoa, Oh Tuhan, Dikau Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, ampunilah dosa ku. Pasti diampunilah !
    Roh dan Arwah leluhur yang sudah berabad-abad, mana mau perduli, dikutuklah engkau, nyahok kualat.

    BalasHapus
  2. Kalau itu masih banyak di Jatim sampai sekarang. Kita beberapa kali bikin laporan khusus. Namanya pawang hujan. Setiap kali ada acara di pemerintahan atau swasta selalu ada pos anggaran untuk mendatangkan pawang hujan. Cukup mahal.

    Sang pawang biasanya memindahkan awan tebal ke tempat lain agar tidak jebol airnya selama acara berlangsung. Ada yg berhasil dan sering tidak berhasil kerjanya dukun penolak hujan itu. Yang pasti dia tetap dapat bayaran meskipun acaranya gak karuan karena hujan deras. Lumayan mahal si pawang itu. Bisa lima jutaan.

    BalasHapus
  3. Orang Lamaholot atau NTT tidak punya adat menolak hujan karena wilayahnya kurang hujan. Posisinya dekat Australia yg justru sedang panas terik saat di belahan bumi bagian utara sedang bermandikan salju.

    Maka yg sering dilakukan orang2 kampung zaman dulu ya adat minta hujan. Itu juga karena nenek moyang kita tidak makan sekolah alias buta huruf. Mereka tidak paham proses kondensasi, el nino, awan CB dan ilmu pengetahuan alam. Makanya cara berpikirnya penuh dengan mistis alias rada klenik. Kalau hujan tidak turun2 analisisnya mungkin Lera Wulan atau penguasa Matahari dan Bulan itu marah karena manusia2 terlalu banyak berdosa.

    BalasHapus