Sabtu, 16 November 2019

Jadi Ingat 10 Program PKK


Saya lagi ngopi di sebuah warkop di pinggir jalan raya. Daerah Pandaan, Kabupaten Pasuruan. Di sebelahnya ada tulisan 10 program PKK. Masih ingat?

Saya sudah lupa. Di zaman Orde Baru PKK jadi salah satu program pemerintah sampai ke kampung-kampung. Bahkan kata PKK dan KB ditulis besar-besar di tembok dan atap rumah.
Setelah Orde Baru jatuh, PKK juga ikut tenggelam. Sebab PKK dianggap mendomestifikasi kaum perempuan. Seakan-akan para wanita atau ibu-ibu tidak boleh berkarir di luar rumah. Cukup jadi ibu rumah tangga saja.

Saya perhatikan 10 program PKK secara saksama. Ternyata masih relevan dengan kondisi sekarang. Nomor 1 Pancasila. Ideologi negara terus dirongrong sejak reformasi. Beberapa hari lalu ada teror bom di Medan. Tahun lalu teror bom di tiga gereja di Surabaya.

Pancasila mau diganti dengan ideologi lain oleh para teroris dan simpatisannya. Presiden Jokowi pun merasa perlu membentuk BPIP. Orang sepertinya mulai rindu PMP, P4, santiaji Pancasila dan semacamnya.
Program PKK yang kedua adalah gotong royong. Ini juga semakin hilang di tanah air. Dan itu tidak lepas dari monetisasi di hampir segala bidang. Mendatangkan tukang doa atau tukang nyanyi rohani pun perlu duit.

Beda dengan kami saat mahasiswa dulu. Senang mengisi paduan suara untuk pernikahan, peresmian gedung dsb tanpa bayaran. Dulu kita menyanyi atau menari karena senang atau hobi. Benar-benar kerja sosial.
Qui bene cantat bis orat, kata pater-pater di gereja. Siapa yang bernyanyi dengan baik, dia berdoa dua kali.
Pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan jelas sangat relevan. Begitu juga koperasi, lingkungan hidup, perencanaan sehat. Dus, PKK pun masih relevan di Indonesia.

Tinggal bagaimana pemerintah daerah merevitalisasi PKK sesuai dengan perkembangan zaman. Agar orang tidak alergi PKK atau KB atau Pancasila.

14 komentar:

  1. Saya masih ingat pelajaran PKK, di SD, di SMA. Karena SMP saya semuanya laki2, tidak diajarkan PKK, karena budaya sekolahnya yang misogynistic. Diajarkan menjahit, memasak, membuat kue. Lha semua itu sangat berguna ketika saya harus ke Amerika, tinggal sendiri. Harus bisa ndodomi kancing yang terlepas sendiri, bikin nasi goreng sendiri, ngeca sayur sendiri. Selain itu, saya terpaksa belajar nukang sendiri, agar bisa menggantung pigura, memasang kabinet, membetulkan kakus yang mampet atau yang jengglengannya bocor. Semua itu tidak ada hubungannya dengan Pancasila. Di Amerika, keterampilan itu diajarkan sebagai pelajaran Home Economics atau kerennya Family and Consumer Sciences. Sayangnya sekarang anak2 yang mengambil kelas ini sangat menurun dibandingkan dulu. Padahal pengetahuan ini sangat penting sekali, bagaimana mengelola keuangan sendiri, merawat tubuh kita agar sehat, dll. Beruntunglah anak lelaki saya ikut program Boy Scout atau pramuka, di mana orangtua2 sukarelawan mengajarkan apa2 yang biasa diajarkan di pelajaran PKK: memasak, P3K, bagaimana menggunakan perkakas, menjahit, dll. Di program kepanduan inilah saya merasakan adanya komunitas seperti ibu2 PKK, tetapi tanpa stigma bahwa itu propaganda pemerintah atau hanya untuk perempuan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sangat menarik pengalaman mas Amrik itu.
      Dulu memang ada pelajaran PKK atau prakarya dan sejenisnya. Tapi kita yg masih anak2 belum paham tujuan jangka panjangnya.

      Setelah saya renungkan, sambil ngopi, saya simpulkan bahwa 10 program PKK itu sangat bagus dan berguna. Tata laksana itu kan artinya housekeeping. Kalau dilaksanakan dengan benar.. wah... rumah2 penduduk akan selalu bersih dan terawat kayak hotel.

      Cuman ya itu.. program2 orde baru sudah kadung dianggap jelek dan akhirnya ditinggalkan. KB 2 Anak Cukup juga dianggap angin lalu. Orang2 sekarang anaknya 4 atau 5 atau 6 meskipun penghasilannya pas-pasan.

      KB itu program orba yg bagus. Sayang, dulu sering ada pemaksaan sehingga image-nya jadi buruk.

      Hapus
  2. Dulu waktu saya menikah di Gereja HKY hampir 25 tahun yang lalu, saya dan istri mengundang paduan suara mahasiswa. Mereka menyanyi dengan baik, salah satu lagunya yang saya ingat Ubi Caritas. Mereka tidak mau terima bayaran, jadi untuk mengucapkan terima kasih semua anggotanya kami buatkan seragam batik di penjahit. Kenangan yang sangat berkesan.

    BalasHapus
  3. Aha.. bagus itu pengalaman kor di gereja. Dulu saya juga sering ikut ngisi paduan suara untuk liturgi pernikahan. Gak dibayar. Cuma dapat jajanan kotak thok.

    Tapi karena sering diwejani soal Ubi Caritas est Amor dan Que Bene Cantat Bis Orat makanya kita jadi senang dan bahagia.

    Lagi pula, kita kan sering latihan. Jadi perlu ajang atau event untuk tampil. Bisa tampil aja sudah senang.

    Sekarang saya lihat situasinya sudah beda. Arus monetisasi juga menjalar ke agama atau gereja atau kebudayaan.

    Ajak teman yang jagoan musik untuk main di acara ulang tahun kantor atau event yang informal pun harus siapkan angpao. Kalau angpaonya sedikit dia protes.

    Saya jadi ingat refleksi alm Romo Mangun dulu. Orang yg menyanyi untuk uang itu tidak akan happy. Beda dengan orang2 kampung yg menyanyi karena senang, dari hati, tanpa pamrih uang dsb.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pencipta lagu dan penyanyi terkenal dari 1960-70an Joni Mitchell pernah menggubah lagu yang berjudul “Free”. Isinya lagunya berupa kekaguman kepada pengamen yg main tidak peduli dibayar berapa pun.

      Hapus
    2. Wah.. terima kasih buanyaaak Mas sudah memperkenalkan saya dengan Joni Mitchell.
      Saya langsung ke Youtube dengarkan lagu For Free dan beberapa lagu lainnya. Langsung nyambung... cocok banget dengan yg saya pikirkan. Musik dan lirik Joni benar2 menyentuh dan sangat dalam. Inilah seniman musik yg saya butuhkan.

      Ternyata Joni juga seorang pelukis yg bagus. Di salah satu konsernya dia singgung soal pelukis atau painter. Pelukis tetap melukis meskipun dia tahu lukisan2nya baru terjual setelah dia meninggal.
      Wah.. omongan Joni benar2 seorang spiritualis yg mencerahkan.

      Terima kasih... gara2 nulis PKK malah bisa ketemu karya seniman besar macam Joni Mitchell.

      Hapus
    3. Joni Mitchell luar biasa musikalitasnya. Dia main gitar dengan bermacam tuning yg berbeda. Dan bahkan bisa main dulcimer (semacam sitar). Lagu favorit saya ialah A Case of You, sangat puitis dgn intro dimainkan pd dulcimer yg menyayat. Artis2 besar lainnya macam Prince, Diana Krall sangat hormat kpd dia, membuat album dan konser tribute.

      Hapus
    4. Joni menginspirasi seniman2 segenerasinya seperti Nash, Stills, Crosby, and Young (semuanya penulis2 lagu yang huebat). Graham Nash menulis lagu "Our House" untuk Joni Mitchell, pacarnya saat itu. Sangat romantis walaupun sederhana.

      Hapus
    5. Omong2, cara membaca namanya Joni itu "jou-ni", seperti "Joanie", bukan "jo-ni" seperti "johnny".

      Hapus
    6. Kamsia banyaak.. saya mulai nguping lagu2 Joni yg liriknya dalam dan bertutur. Kayak puisi balada.

      Tapi saya paling suka For Free... Joni nyanyi diiringi piano. Syair yg ditulis puluhan tahun lalu itu ternyata sangat relevan dengan apa yg saya lihat dan rasakan.

      For free vs for money!
      Dulu ketika motor belum banyak di kampung, siapa saja bisa nunut for free. Yang naik motor berhenti dan menawarkan orang yg jalan kaki untuk naik. Toh belakangnya kosong.

      Sekarang tidak ada lagi. Naik motor harus bayar alias jadi ojek. Money money money kata ABBA.

      Hapus
  4. Makanya sekarang cukup banyak grup musik atau kor bayaran spesialis mantenan, party dsb. Mainnya memang ciamik karena profesional. Gak peduli agamanya katolik protestan islam buddha dsb. Mungkin ini yg disebut sekularisasi itu.

    BalasHapus
  5. Tahun '80-an saya merasa heran, kok diatas atap rumah2 di desa2 Banyuwangi ada tulisan PKK, mula2 saya kira itu ada hubungannya dengan kotak pertolongan pertama, yang harus ada di setiap pabrik dan di setiap mobil.
    Kata abang-saya, bukan hanya begitu, setiap 17 Agustusan, kita diharuskan oleh pak camat untuk mengecat atau melabur pagar rumah kita. Mana ada orang yang berpikiran waras mengecat/melabur rumahnya setiap tahun. Apa boleh buat, itu perintah dari camat.
    Ketika Anda jadi ingat PKK, maka saya juga ikut latah, jadi ingat pada GBHN-RI, Manipol/USDEK.
    Yang membuat saya sekarang jadi termenung, adalah huruf K.
    Kepribadian Indonesia ! Apakah sebenarnya makna kata tersebut.
    Saya sudah lupa, bagaimana saya ketika itu, jika ada ulangan menjelaskan, satu persatu kata USDEK tersebut.

    Adakah Kepribadian Indonesia ? Bukankah Kepribadian Bangsa berubah-rubah tergantung siapa yang menjabat jadi presiden.
    Jaman Soekarno; sopan santun, ramah tamah, toleransi, rendah hati, perasaan iba, seni & budaya, gotong royong, patriotisme, nasionalisme, dll., pokoknya yang bagus2.
    Jaman Suharto; egoisme, keruk kekayaan sebanyak mungkin, main gebuk, KKN-ria.
    Jaman SBY; Aji Mumpung, Kebudayaan Asing diagungkan terutama dari Timur-Tengah dan Amerika. Patriotisme & Nasionalisme tidak penting, Yang penting Ibadah, Seiman.
    Jaman Jokowi; kerja, kerja, kerja, sabar, sabar, sabar, ragu-ragu, ada ormas radikal pikir-pikir dululah.

    BalasHapus
  6. Haiya.. kalau usdek memang menarik. Ada seniman kenalan saya namanya Usdek.

    Minggu lalu saya ngobrol panjang sama Pak Greg eks penghuni Pulau Buru. Dibuang 9 tahun tanpa pengadilan. Beliau cerita banyak tentang manipol usdek, resopim, dan menyanyikan lagu nasakom bersatu dengan penuh semangat.

    Sangat menarik. Seniman2 Lekra memang punya ideologi dan idealisme yg kuat.

    BalasHapus
  7. Haiya, lebih menarik lagi Anda punya teman yang namanya Usdek.
    Ada juga orang2 Indonesia yang diberi nama, Ganefo, Ampera, Trikora, Iriani, Iriana.
    Nama Tito juga mengenang Josip Broz Tito, teman akrab presiden Soekarno. Cuma saya belum pernah mendengar ada orang Indonesia yang diberi nama Vivere, Pericoloso atau Manifesto.

    BalasHapus