Kamis, 20 April 2023

Mengenang Teror Kepala Manusia di Kantor Koran SI Tahun 1984 di Malang

BBC Indonesia pekan lalu memuat liputan tentang kasus penembakan misterius (Petrus) pada 1982-1985. Salah satu kota yang jadi target operasi Petrus adalah Malang. Sebab banyak preman alias korak alias bromocorah berkeliaran di kota dingin itu.

Wartawan BBC Heydar Afan menulis:

"Pada Rabu dini hari, 16 November 1984, sekitar pukul 03.00, kantor redaksi SI dikirimi paket berisi potongan kepala manusia. Potongan kepala yang ditengarai potongan kepala korban 'petrus' ini diletakkan persis di pintu masuk kantor redaksi.

"Peter Rohi menjadi salah satu saksi mata teror akibat sejumlah berita dan tajuknya," ungkap Stanley, mantan komisioner Komnas HAM asal Malang. 

Atas kejadian tersebut, SI memutuskan untuk tidak terbit keesokan harinya. "Itulah teror terdahsyat yang pernah dialami pers pada masa rezim Orde Baru. Namun tundukkah Suara Indonesia?

"Ternyata Peter Rohi dan kawan-kawan justru terus melawan dan memberitakan soal 'petrus'," ungkap Stanley. 

Beta jadi ingat mendiang Peter A. Rohi. Juga Suara Indonesia alias SI. Koran sangat terkenal di Malang pada 1980-an. Aku beberapa kali menanyakan kasus teror kepala manusia saat bertemu Bung Peter di Kampung Malang, Surabaya.

Wartawan kawakan asal Pulau Sabu, NTT, itu antusias bercerita tentang liputan-liputan investigasi di SI tempo doeloe. Salah satunya tentang kasus Petrus di Malang. 

"Beta sonde takut dengan itu teror. Beta malah perintahkan semua wartawan untuk bikin reportase soal Petrus tiap hari," kata mending yang logat Kupangnya yang khas.

"Sonde ada tekanan dari pemerintah atau ABRI-kah?" Beta pancing sedikit biar Bung Peter tambah semangat. 

 "Pasti ada lah. Tapi kita tetap laporkan kasus Petrus. Pers tidak boleh gentar dengan intimidasi, tekanan dsb. Kita kerja jadi wartawan itu vivere pericoloso. Nyerempet-nyerempet bahaya maut. Tapi hidup mati ada di tangan Tuhan. Kalau takut mati ya jangan jadi tentara atau wartawan," kata Bung Peter yang pernah jadi anggota KKO (sekarang Marinir).

Cerita mendiang Peter A. Rohi sama persis dengan liputan BBC Indonesia itu. Termasuk soal kematian petinju Johny Mangi secara misterius. Johny aslj Sumba, NTT, tapi besar di Malang. Dia juga diduga jadi korban operasi penumpasan premanisme era 80-an.

Minggu lalu beta blusukan di Jalan Hasyim Ashari Nomor 7 Malang. Alamat kantor redaksi Suara Indonesia era 1980-an. Peter Rohi jadi pemimpin redaksi (meski di boks redaksi ditulis redaktur pelaksana). Hampir tak ada bangunan lama yang tersisa. Kantor redaksi SI jadi ruko jualan kaos olahraga, sepatu dsb. 

Ada seorang abang becak mangkal di dekat situ. Beta sempat pancing itu bapak tua. Apakah dia tahu eks kantor koran SI di Jalan Hasyim Ashari?

"Kulo mboten ngertos," jawabnya halus. Yo, wis!

2 komentar:

  1. Kantor harian Suara Indonesia di Jl. Hasyim Asyari,Malang, dikirimi kepala mamusia dalam kardus di zaman Petrus pada dekade 1980-an menghebohkan masyarakat saat itu.

    Pagi buta rumah kontrakan saya di Bareng Tenes Malang diketok-ketok Saif Bakham, koresponden majalah Tempo di Jatim. Saat itu saya salah seorang Refaktur SI Malang. Pagi buta itu Saif bercerita bahwa kantor SI dikirimi kepala manusia korban Petrus alias Penembakan Misterius. Saya dan Saif kemudian bergegas ke kantor SI Jl. Hasyim Asyari. Saya lihat orang sudah berkerumun. Saya lihat ada Djodi Wuryantoro, Redpel SI yang lain. Foto Djodi dan kardus berisi kepala manusia itu kemudian melengkapi berita yang dimuat Tempo.
    Di bawah arahan Peter A. Rohi, SI memang gencar memberitakan korban Petrus. Korban Petrus pertama di Malang adalah petinju Johny Mangi. Dia ditembak suatu malam di kampungnya saat main karambol di kampungnya. Selanjutnya korban berurutan di Malang dan Surabaya dan kota-kota lain di Jatim. Antara lain di Lumajang dan Kediri. Seorang wartawan senior SI menganalisis, para korban Petrus tidak melulu preman. Namun, dia mengidentifikasi sebagai orang atau tokoh " yang dianggap meresahkan". Buktinya, seorang bos yang punya usaha kolam renang di Surabaya, juga ditemukan mati tertembak. Dan itu juga diberitakan SI.
    Atas terjadinya kiriman kepala manusia itu, Pemred SI, Peck Dijono mengirimkan surat protes keras ke pimpinan tertinggi ABRI di Jakarta.
    Demikian kenangan kelabu pers yang masih saya ingat.

    Toto Sonata, mantan wartawan SI di Malang

    BalasHapus
  2. Kenangan kelabu bukan hanya untuk sejarah pers Indonesia, tetapi untuk sejarah Indonesia secara keseluruhan. Mengapa premanisme waktu itu merajalela? Karena sistem kepolisian tidak berjalan semestinya. Karena Orde Baru tidak mampu menyehatkan sistem kepolisian, maka Harto yang pada waktu itu seharusnya sudah menjadi lebih intelek setelah reputasinya sebagai kepala tukang jagal periode 1965-1966, balik lagi mengerahkan militer sebagai tukang pukulnya. Sayangnya rakyat Indonesia yang waktu itu masih belum terdidik dan kritis menilai, menganggap petrus sebagai harga murah demi rasa keamanan yang semu.

    BalasHapus