Jumat, 23 September 2022

Orang NTT di Rantau Wajib Punya Sarung Adat

Beberapa kawan sesama perantau asal NTT di Jawa Timur belakangan ini rajin mengunggah foto seni budaya dan adat istiadat NTT. Yang paling menonjol adalah sarung dengan motif tenun ikat.

Ada 22 kabupaten di bumi Flobamora, nama populer NTT. Setiap kabupaten punya motif berbeda. Bahkan satu kabupaten pun ada variasinya.

Motif ikat di Flores Timur contohnya. Motif Adonara agak lain dengan Solor atau Flotim daratan. Lembata, Alor, Pantar, Sumba, Sabu, Rote, dsb juga berbeda. 

"Kalau ada pertemuan keluarga besar Flobamora supaya wajib pakai pakaian daerah, sarung masing-masing kabupaten," kata teman Gabriel dari Tanjung Bunga.

"Kwatek goen take, Ama!" kata saya. (Saya tidak punya sarung.)

"Orang NTT wajib punya sarung. Apalagi orang Lamaholot seperti Anda. Pesan rae lewo (di kampung) atau beli aja kan bisa," kata kawan lama di Kenjeran itu.

Omongan Gabriel ini sudah lama. Jauh sebelum ada pandemi. Ketika masih ada Natal bersama, halalbihalal, atau acara keluarga Flobamora. Tapi kata-kata itu selalu membekas: Orang NTT wajib punya sarung adat di mana pun berada.

Kita orang yang jarang mudik ke NTT kadang kaget melihat pemandangan yang berbeda dengan di Jawa. Sebagian besar wanita ke gereja pakai sarung. Itu yang di Kupang, ibu kota NTT. Kalau di daerah macam Pulau Lembata hampir 100 persen wanita pakai sarung kalau ke gereja.

"Tidak bagus kalau pakaian ke gereja seperti jalan-jalan di mal atau tempat wisata," kata Ina Tuto dari Lembata.

10 komentar:

  1. Tadi malam sambil tiduran saya nonton sebuah film reportase, tentang bangkitnya budaya masing-masing bangsa di manca benua.
    Bangsa eropa selalu merasa kebudayaan mereka yang paling maju dan unggul daripada bangsa2 dibenua lainnya.
    Walaupun saya belum pernah ke Lomblen, tetapi saya hakul yakin orang Lamaholot sejak abad ke-16 sudah punya kebiasaan mandi setiap hari. Sedangkan bangsa Portugis yang datang pada abad ke-16 ke NTT, mandi hanya sebulan sekali.
    Bahkan waktu saya datang ke Eropa, 55 tahun silam, orang bule hanya mandi seminggu sekali. Walaupun demikian badan noniknya tetap wangi, karena mereka pakai deodorant.
    Joseph si-anak Flores selalu menggendong botol Coca Cola yang ukuran 2 liter berisi air, kalau dia ke WC. Ketika ditanya oleh babu asrama; Joseph untuk apa lu bawa air ke kakus ? Untuk cewok, kata Sepp. Mendengar itu, babu nya berlagak menggidik, jijik.
    Orang Flores bersihan, hygienis, lha kok babunya jadi jijik, ini khan dunia terbalik !
    Bagaimana orang bule Portugis berani ngajari orang Lamaholot, orang liar kok mau ngajari orang yang lebih berbudaya !

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aha.. menarik sekali. Dulu orang kampung di Lomblen biasa mandi rame2 di laut jelang magrib setelah banting tulang di ladang. Kampung2 yg punya sungai nyebur di sungai. Tahun 80an Gubernur Ben Mboi dan istrinya yg sama2 dokter maksa bikin MCK umum di kampung2.

      Masa mandi rame2 di laut sambil nyanyi2 masih saya alami. Habis mandi di laut dibilas dengan air tawar di ember kecil. Pengiritan air tawar 😄🙏

      Hapus
  2. Pater2 SVD dari Eropa punya jasa besar ajarkan kebiasaan hidup yg sehat dan rada modern. Kasih contoh peradaban yg lebih maju.

    Tapi kalau soal busana.. nenek moyang Lamaholot dan NTT atawa Sunda Ketjil sudah pandai nanam kapas sendiri, memintal, bikin sarung, jadi pakaian sehari-hari zonder perlu beli kain atawa cita di toko2.

    Soal tenun menenun ini saya zendiri angkat topi sama nenek moyang Lamaholot dan Sunda Ketjil.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sangat benar, SVD, Salesianer Don Bosco, Franziskaner, Benediktiner, Mutter Teresa, dan Ordo-Ordo Katholik yang sejenis, sangat teguh menghayati Prinsip Christliche Werte,
      Nilai Kekristenan, Norma-norma Kekeristenan yaitu Kasih Sayang Sesama, Keadilan, Perikemanusiaan.
      SVD bukan Kristen Kemakmuran, bukan Kristen Kekayaan,
      bukan Kristen Alphard, bukan Kristen Bentley, bukan Kristen teriak-teriak Surga dan Neraka.

      Hapus
    2. Yg ditanam itu kapas atau kapuk randu?

      Hapus
    3. Kapas yg ditanam. Kapuk randu tumbuh liar di mana2 sehingga tidak perlu budi daya. Kapas tanaman umur pendek. Beda dengan si randu itu. Kapas atawa cotton alias katun paling penting meski bahan sintetis lebih murah dan belakangan menggeser kain sarung manual tenun ikat.

      Hapus
    4. kapas enggak dhuwe klenteng, kapuk akeh klentenge. lek arepe turu, bantal digrayangi lan dimol, lek nemu klenteng lantas dicokot sampek ajur.
      didepan rumah engkoh-saya di Blambangan ada 3 pohon randu yang besar. Kami juga tahu caranya memisahkan kapuk dari bijinya, yaitu dengan prisip centrifugal.
      tanaman kapas saya pertama kali melihatnya di provinsi Hunan Tiongkok, persis di sebelah tanggul selatan sungai Yangtzekiang.
      tanaman merica juga saya pertama kali melihatnya di Tiongkok.
      Di Tiongkok Selatan banyak pohon kapuk, disana disebut 木棉, mumian. Kalau musim semi, setelah ceng-beng, bunga nya merah jambu sangat indah.

      Hapus
    5. Menarik itu siansen punya cerita. Kapasan yg ada boen bio itu mungkin bukan hutan kapas tapi kapuk randu. Biar gampang disebut Kapasan aja lah.

      Ada juga kampung Randusari, Randuagung, Randu Wetan dsb.

      Hapus
    6. Waktu jalan2 mbrabas hutan di gunung di Seloliman di atas pertirtaan Jolotundo, kami ditunjukkan oleh pemandu tanah gundul di atas gunung (dulunya penuh pohon jati) karena pohon2 jatinya ditebasi penduduk ketika Orde Baru runtuh. Waktu itu polisi hutan gak wani karo penduduk. Barulah setelah pemerintah Reformasi berjalan, tanah tersebut dihijaukan kembali dengan pohon2 yang menghasilkan untuk penduduk setempat, antaranya pohon kapuk randu.

      Hapus
    7. Betul banget Cak. Awal reformasi ada penjarahan hutan besar-besaran atas nama reclaiming yg didukung NGO. Di mana2 terjadi penggundulan. Perhutani dan aparat waktu itu gak berdaya.

      Seloliman juga sekarang dibangun rumah2 dan vila2 baru, jual beli tanah dsb sehingga makin jadi kota. Beda banget dengan suasana 10 atau 15 tahun lalu.

      Hapus