Minggu, 24 Desember 2023
Sei Babi Flobamora di Kota Malang
Selasa, 19 Desember 2023
Alumni Universitas Jember masih dihinggapi penyakit minder
Minggu, 17 Desember 2023
Tergusur di Karang Menjangan, Ludruk Luntas Hijrah ke Sidoarjo
Satu per satu grup ludruk tergusur dari Kota Pahlawan. Ludruk Luntas yang selama ini bermarkas di kawasan Jalan Karang Menjangan (Karmen) 21, Surabaya, akhirnya diminta meninggalkan lahan itu.
Gedung pertunjukan dan rumah budaya pun dibongkar sejak pekan lalu. Robets Bayoned, pimpinan Ludruk Luntas, berencana memindahkan semua properti beserta sejumlah pemain ludruk andalannya ke Sidoarjo.
"Mungkin memang begini Tuhan memberi jalan untuk Luntas agar menebarkan virus ludruk di segala penjuru," kata Robets Bayoned kemarin.
Ludruk Luntas yang diperkuat seniman-seniman muda itu, menurut Cak Robets, sejak dirintis pada 2016 memang tidak pernah mapan bermarkas di suatu tempat. Dimulai Gedung Pringgodani THR selama tiga tahun, 2016-2019, kawasan itu akhirnya digusur oleh Pemkot Surabaya. Para seniman yang biasa mangkal pun terpencar ke mana-mana.
Robets kemudian membuka markas di Panggung Rakyat Warung Mbah Cokro, kemudian Tobong Javadwipa AJBS, Wisata Kuliner Arumdalu Juanda. Sejak 2023 Luntas Indonesia bermarkas di Rumah Budaya Rakyat Karmen (Karang Menjangan).
"Untuk melestarikan ludruk bukan sekadar pentas, tapi harus punya tempat pentas ludruk. Tobong ludruk sangat perlu. Ludruk adalah seni tradisi arek Suroboyo yangg wajib diperjuangkan agar terus tetap ada," kata mantan penyiar sebuah radio swasta itu.
Berdasarkan pengalamannya membina grup ludruk, Cak Robets menegaskan, ludruk harus memiliki tempat pertunjukan yang tetap. Sulit bagi ludruk untuk bertahan jika hanya mengandalkan tanggapan atau undangan untuk mengisi hajatan tertentu.
"Maka, saya ingin mengajak gotong royong membuat panggung rakyat berbasis ekonomi kerakyatan. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat," katanya.
Sanna Ghotbi dan Benjamin Ladraa dideportasi dari Indonesia
Minggu pagi, 17 Desember 2023.
Saya mendapat pesan WA dari Sanna Ghotbi. Aktivis asal Swedia ini bersama kekasihnya Benjamin Ladraan bersepeda keliling dunia. Misinya menyerukan pembebasan bagi rakyat Sahara Barat yang dijajah Maroko sejak 1975.
Sudah 578 hari Sanna dan Ben keliling dunia. Cukup lama di Indonesia. Saya sempat ngobrol dan ngopi bersama keduanya di kawasan Slompretan, Surabaya.
Kali ini kabar buruk. Kedua kawan aktivis itu dideportasi dari Indonesia.
Sanna menulis pernyataan dalam bahasa Indonesia baku. Sudah pasti aslinya pakai bahasa Swedia atau Inggris kemudian diterjemahkan oleh mesin Google Translate.
Berikut pernyataan Sanna dan Benjamin:
Pada hari Rabu 13 Desember 2023, kami menerima berita bahwa rumah seorang kenalan dari salah satu keluarga kami telah digerebek dan digeledah paksa oleh polisi Indonesia yang mengaku mencari kami.
Kami belum dihubungi oleh siapa pun dari pihak kepolisian yang meminta untuk berbicara dengan kami, meskipun kami tidak menyembunyikan apa pun. Tapi sebaliknya, polisi Indonesia malah terus menyerang kenalan keluarga kami ini, yang sebenarnya belum pernah bertemu atau bahkan memiliki hubungan apa pun dengan kami.
Kami tidak pernah bersembunyi. Kami telah bersepeda selama lebih dari satu bulan melalui Bali dan Jawa, melakukan peningkatan kesadaran tentang apa yang terjadi di Sahara Barat secara terbuka.
Sahara Barat telah dijajah oleh Maroko sejak 1975 dan masyarakat adatnya, Sahrawi, menjadi sasaran penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, penghilangan dan diskriminasi setiap hari.
Tidak ada wartawan atau organisasi hak asasi manusia yang diizinkan di negara itu dan Maroko tidak berhenti untuk menekan siapa pun yang berani mengekspos penjajahan yang mereka lakukan sampai saat ini.
Kami percaya bahwa pemerintah Maroko berusaha menekan pemerintah Indonesia untuk menghentikan kami melakukan kampanye dan mengekspos penjajahan mereka di Sahara Barat.
Hanya dalam beberapa minggu, kami telah berhasil melakukan lebih dari lima belas acara publik dan lebih dari tiga puluh wawancara media tentang Sahara Barat di Indonesia dan kami tahu ini membuat takut Maroko yang tidak ingin pelanggaran hak asasi manusianya terekspos ke publik.
Pada hari Rabu, perpanjangan visa kami dibatalkan dan kami diminta untuk meninggalkan Indonesia.
Sekarang, kami sudah mendarat di Eropa dengan aman. Tetapi kami khawatir jika polisi Indonesia, atas perintah dari Maroko, akan terus mengganggu orang-orang yang tidak bersalah. Karena sampai sekarang, kami masih mendapatkan berita bahwa polisi terus menggeledah rumah-rumah orang untuk mencari kami.
Kami bertanya-tanya, mengapa pemerintah Indonesia membantu pembungkaman pemerintah Maroko terhadap para aktivis hak asasi manusia dari Swedia?
Mengapa mereka tidak menghubungi kami langsung untuk bertanya tentang kampanye peningkatan kesadaran publik mengenai apa yang terjadi di Sahara Barat?
Untungnya, kami telah bertemu orang-orang hebat di Indonesia. Orang-orang yang kami kenal tidak akan membela ketidakadilan semacam ini, seperti ancaman terang-terangan terhadap para aktivis yang mencoba melakukan hal baik di dunia.
Dengan bantuan mereka, kami berharap dapat melanjutkan kampanye ini. Kita tidak bisa membiarkan penjajahan Maroko dan kebrutalan kolonial pendatang (settler colonial) menang melawan kemanusiaan dan solidaritas.
Dengan bantuan kalian, kami akan menyelenggarakan konferensi pers dan acara, untuk memberi tahu setiap orang Indonesia tentang koloni terbesar yang tersisa di dunia. Kami tidak akan diam begitu saja dan kami akan terus memperjuangkan kebenaran.
Sanna Ghotbi and Benjamin Ladraa
@solidarityrising (instagram)
solidarityrising@gmail.com
Senin, 04 Desember 2023
Sanna dan Benjamin gowes keliling dunia untuk Sahara Barat
Saya diajak Sanna Ghotbi dan Benjamin Ladraa bertemu, ngobrol, dan makan malam di Surabaya. Kebetulan dua aktivis asal Swedia ini menginap di Hotel Kokoon, Jalan Slompretan. Tetangga dekat kantor di Kembang Jepun.
Hotel baru di bekas bangunan pabrik korek api era kolonial Belanda itu memang kerap diinapi turis-turis dan aktivis nyentrik. Sanna dan Ben ini keliling dunia dengan sepeda pancal. Mereka baru naik kapal laut atau feri kalau harus menyeberang ke pulau lain.
Pasangan kekasih ini rupanya sangat menikmati petualangan nggowes keliling dunia. Dimulai bulan Mei 2022, perjalanan masih panjang. "Mungkin selesai setelah 2,5 tahun," kata Sanna dan Ben.
Keduanya makan kentang goreng. Sanna yang kurus protes halus ke karyawan hotel karena sambalnya terlalu pedas. Saya juga diajak makan. Tapi hanya pesan kopi hitam rada pahit.
Sanna dan Ben keliling dunia untuk kampanye kemerdekaan Sahara Barat yang dijajah Maroko. Tidak banyak orang Indonesia mengikuti isu pelanggaran HAM di Sahara Barat. Penduduk di negara-negara lain yang didatangi pun sama saja. Kurang paham Sahara Barat.
"Saya dan orang Indonesia pasti paham Gurun Sahara. Tapi masalah penjajahan di Sahara Barat, jujur saja, saya tidak tahu. Tapi saya akan googling dan cari informasinya," kata saya.
Kedua aktivis ini secara bergantian menceritakan persoalan di Sahara Barat. Lengkap dengan foto-foto, video, grafis.. lengkap lah. Saya hanya bisa menyimak. Sesekali saya bertanya kalau ada info yang kurang jelas.
"Orang Indonesia lebih konsen dengan Palestina. Ada kedekatan emosional dengan Palestina. Apalagi sekarang Palestina sedang dibombardir Israel."
"Ya, kami paham itu. Dan kami juga menyerukan pembebasan untuk rakyat Palestina yang diokupasi," kata Sanna.
Cerita panjang Sanna mengenai Sahara Barat sudah saya baca di internet. Sebab di setiap kota yang didatangi biasanya kedua aktivis ini diliput wartawan setempat.
Di Surabaya ada jumpa pers khusus di LBH Surabaya. Keduanya juga memberikan ceramah di kampus Ubaya. Juga bertemu dengan awak media. Salah satunya saya yang diundang secara khusus malam itu.
Luar biasa kenekatan Ben dan Sanna. Bersepeda keliling dunia membawa misi pembebasan Sahara Barat.
Saya terkesan dengan petualangan bersepeda itu. Setiap hari paling sedikit nggowes 60 km. Hujan, panas bukan halangan. Mereka sudah mempersiapkan berbagai perangkat, obat-obatan dan kebutuhan lain untuk antisipasi ban gembos dsb. Juga mengganti komponen yang rusak di jalan.
Saya juga agak doyan nggowes beberapa tahun terakhir. Tapi tidak pernah bersepeda jarak jauh. Cuma satu kali ke Sampang, Madura. Saya tidak pernah menyangka bahwa sepeda ontel, kendaraan sederhana, itu bisa dipakai gowes keliling dunia.
Sabtu, 02 Desember 2023
Kurang renjana, produktivitas menulis kian menurun
Bulan November lalu ternyata hanya ada 4 tulisan di blog ini. Terlalu sedikit. Artinya seminggu cuma satu. Artinya makin jauh dari radar Mbah Gugel.
SEO-nya hancur. AdSense pasti jeblok.
Begitulah kalau kita kurang fokus merawat blog, laman, situs, atau apa pun namanya maka kinerjanya jeblok. Padahal apa saja bisa ditulis di laman pribadi. Beda dengan laman resmi media yang harus memperhatikan rukun iman berita 5W + H, akurasi, konfirmasi, cover both side, verifikasi dan sebagainya.
Sejak dulu saya terinspirasi dengan Mr Yu. Mantan menteri ini sudah berusia 72 tahun. Ganti hati di Tiongkok. Sibuk luar biasa. Tapi saban hari menulis artikel di blognya. Tulisannya selalu panjang dan menarik.
Tuan Yu punya ribuan penggemar. Apa pun yang ditulis Mr Yu bisa dijamin bakal dibaca orang banyak. Dari awal sampai akhir. Bukan cuma diklik doang agar seolah-olah dapat PV tinggi di Google.
Belakangan saya giat lagi nggowes jarak sedang. Pergi pulang paling sedikit 20 km. Kalau sudah bersepeda biasanya mudah ngantuk. Capek. Penyakit sulit tidur hilang. Karena itu, kita jadi malah menulis catatan harian di blog. Tempo dulu di buku tulis diary.
"Pak Bos itu manusia langka. Tidak ada wartawan atau penulis yang produktivitasnya melebihi beliau. Bayangkan, tiap hari dia menulis dan tulisannya bagus-bagus," kata Amang Mawardi di Rungkut Menanggal.
Amang wartawan senior. Satu angkatan dengan Bos Yu. Pernah beberapa kali jadi anak buah Yu. Juga produktif menulis di Facebook kemudian dikumpulkan dan dicetak jadi buku.
"Sampean juga produktif seperti Pak Bos," kata saya agak memuji wartawan merangkap makelar lukisan itu.
"Hahaha... Jauhlah. Siapa sih kita-kita ini. Kalau dibandingkan dengan beliau ya gak ada apa-apanya," ujar Amang merendah.
Amang tidak berlebihan. Kita-kita perlu belajar dari Bos Yu. Bahwa menulis itu seperti ibadah. Menulis tak ubahnya kebutuhan makan, minum, ngopi, merokok saban hari. Bos Yu sangat anti dua yang terakhir itu.
Jumat, 01 Desember 2023
Desember kelabu selalu menghantui
Tak terasa sudah masuk bulan Desember. Tahun 2023 segera berlalu. Pandemi covid juga sudah berlalu meski masih ada virus corona yang terus bermutasi.
Suasana di mana-mana sudah terlihat normal. Sudah tak banyak yang pakai masker. Cuci tangan pun tak lagi sering. Hanya kurang dari 5 kawan di tempat kerja yang masih pakai masker.
Kerja dari rumah, WFH, tak lagi dianjurkan. Tapi para reporter rupanya masih melanjutkan WFH. Cukup kirim naskah dan gambar lewat surel, WA, atau apa saja. Di era digital sistem WFH, kerja dari warkop, kerja dari mana saja rasanya semakin umum.
Karena itu, kantor tak lagi ramai seperti dulu. Tak ada lagi suasana hiruk pikuk, guyonan, nonton bareng Persebaya atau timnas, tebak skor berhadiah, makan-makan bareng seperti dulu. Bangunan kantor yang besar dan luas mungkin hanya 20 persen yang terisi.
Naga-naganya ke depan ruang kerja atau kantor bakal semakin sempit. Mirip hotel-hotel murah jaringan Oyo atau RedDoorz yang sempit tapi kamarnya banyak dan tersebar di mana-mana.
Seharusnya setelah pandemi covid, situasi makin normal dan bahagia. Tapi kelihatannya Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Suasana kampanye jelang pemilihan presiden dan pemilihan presiden pun landai saja meski baliho, banner dsb tersebar di segala sudut kota. Alat peraga kampanye PSI dan Prabowo-Gibran kayaknya paling dominan di kota ini.
Setiap bulan Desember saya selalu teringat Maharani Kahar. Artis lawas asal Surabaya inilah yang dulu mempopulerkan lagu Desember Kelabu. Lagu yang sangat hit tahun 1983 kalau tidak salah.
Saya beberapa kali wawancara, lebih tepat ngobrol, dengan Bu Maharani tentang nostalgianya sebagai artis top masa lalu. Kebetulan dulu satu paroki di daerah Pagesangan. "Dulu saya memang artis. Sekarang orang biasa aja," katanya.
Saya sedang menikmati suara Maharani Kahar semasa muda. Membawakan lagu Desember Kelabu ciptaan A. Riyanto. Asyik juga lagu melankolis nan manis itu.
"Desember kelabu selalu menghantui setiap mimpiku!"