Suasana di Toko Oen Malang, Jalan Basuki Rahmat Nomor 5, Kayutangan, Kota Malang. |
Hampir saban pekan ada anggota grup tempo doeloe yang posting Toko Oen di Malang. Sesekali juga diunggah di grup Malang Djaman Lawas, Indonesia Tempo Doeloe, Jatim Tempo Doeloe dan sebagainya.
,,Toko Oen die sinds 1930 aan de gasten gezelligheid geeft" begitu tulisan besar yang dipasang sejak dulu.
Orang senang karena ketuaan Toko Oen. Beda dengan wanita atau manusia umumnya yang makin tua makin kedaluwarsa atawa tidak laku. Oen ini makin tua makin laku.
Doeloe Toko Oen dikenal sebagai toko roti dan es krim. Kemudian meluas jadi resto bernuansa kuliner Hollands. Beef salad 50 (Rp 50.000), chicken salad 50, bakmi 45, fuyunghai 60, nasi ayam 45, hotdog 35, hamburger 35, lumpia 20.
Makanan paling mahal 100, yakni Londoner biefstuk met gebakken ei. Bistik daging lapis 95. Paling murah air mineral cup 220 ml cuma Rp 1.000.
Kopi hitam tubruk 20. Teh panas 10. Kopi susu 25. Kopi Oen 30. Es buah 25. Es apokat 30.
Ayas tidak asing lagi dengan Toko Oen sejak lama. Betapa tidak. Toko legendaris itu persis berhadapan dengan Gereja HKY Kayutangan. Ayas dulu ikut paroki itu. Saban minggu misa di situ. Bahkan sering mampir baca-baca di toko buku dan perpustakaan Paroki Kayungan.
Ayas dulu juga sering ngobrol dengan seorang pastor Karmelit asal Flores yang bertugas di Gereja Kayutangan. Khotbahnya sangat menarik dan bersemangat. Romo itu juga jago musik, pinter bikin lagu, suaranya bagus sekali. Top banget lah!
Persis di samping Toko Oen ada Toko Buku Gramedia. Dulu hampir semua pelajar dan mahasiswa di Malang jujukannya ke Gramedia di Jalan Basuki Rahmat Nomor 5 itu. Toko Oen Jalan Basuki Rahmat Nomor 3.
Meskipun hampir saban hari lewat di depan Toko Oen, Ayas tidak pernah mampir. Sebab kesannya harga makanan dan minuman di situ mahal. Dan, kita orang sebagai pelajar belum punya penghasilan. Uang di kantong pas-pasan. Kiriman weselpos lebih sering terlambat.
Ayas doeloe tidak tertarik dengan gedung-gedung tua eks Belanda. Rasa nasionalisme yang dipompakan lewat pelajaran PMP, sejarah, PSPB, hingga penataran P4 membuat kita orang jadi sangat antikolonialisme Belanda, Jepang dsb.
Karena itu, Ayas sewaktu remaja tidak terkesan dengan arsitektur Toko Oen, Gereja Kayutangan, Gereja Katedral Ijen, GPIB Imanuel, Biara Ursulin dan Sekolah Cor Jesu Jalan Celaket 55, Frateran BHK di Celaket 21 dsb.
,,Lebih baik mati berkalang tanah ketimbang dijajah Belanda," kata jargon lama.
Baru 10 tahun belakangan Ayas baru mulai mengapresiasi bangunan-bangunan kolonial. Kokoh, kuat, artistik, superlatif lah! Termasuk mengagumi Toko Oen (bangunannya), Gereja Kayutangan, GPIB di dekat Alun-Alun Malang dan sebagainya.
Karena itu, setiap kali ke Malang Ayas biasanya mampir di Toko Oen. Biasanya cuma pesan teh panas atau kopi panas yang Rp 20 ribu itu. Lalu duduk membaca komen-komen anggota grup bangunan kolonial yang terkait dengan Oud Malang alias Malang tempo doeloe.
Kopi tubruk di Toko Oen ini rasanya sama saja dengan kopi tubruk di warkop pinggir jalan yang Rp 3.000 sampai Rp 5.000. Tapi nuansa tempo doeloe ,,die sinds 1930" ini yang mahal.
Sabtu, 1 Juli 2023.
Ayas mampir di Toko Oen. Pesan teh panas aja 10 ribuan. Ramai sekali sore itu. Ada enam atau tujuh turis bule ngomong cas-cis-cus dalam Hollands spreken. Ik begrijp niet.
Di Toko Oen Malang ini setidaknya kita orang bisa mencicipi sedikit gaya dan selera para meneer en mevrouw tempo doeloe. Belajar jadi Londo Ireng!