Minggu lalu Bapa Niko Hurek berulang tahun ke-82. Di surga. Tanggal lahirnya tidak jelas seperti orang-orang kampung tempo doeloe. Tuan Pater asal Belanda lalu tetapkan tanggal 6 Desember. Pesta Santo Nikolaus.
Entah mengapa Tuan Pater memilih tanggal yang sama dengan Pesta Sinterklaas. Mungkin ia ingin Bapa Niko jadi orang yang suka berbagi, peduli anak-anak, menyenangkan macam Sinterklaas.
Bulan Desember 2022 ini ada pesta bola di Qatar. Kali pertama Piala Dunia diadakan di kawasan Arab yang panas. Maka agendanya pun digeser. Bukan lagi pada musim panas tapi Desember. Agar pemain-pemain asal Eropa dan utara katulistiwa tidak kepanasan.
Ayas jadi ingat Ebes di kampung pelosok Pulau Lembata, NTT, tempo doeloe. Belum ada jaringan listrik. Tak ada televisi. Informasi hanya dari radio dan koran dua mingguan Dian. Baru tahun 1990-an Dian jadi SKM: surat kabar mingguan.
Ebes pelanggan sekaligus distributor koran Dan milik kongregasi SVD yang didirikan dan dipimpin Pater Alex Beding SVD asal Lamalera, Lembata, itu. Saat itu di NTT hanya ada dua koran, yakni Dian dan Kupang Post.
Ebes juga melanggan majalah mingguan Hidup. Isinya tentang gereja, liturgi, aneka informasi tentang Katolik di Indonesia dan luar negeri. Ada juga halaman anak, notasi lagu baru ciptaan Pater Soetanta SJ. Pastor inilah komponis dan arranger sebagian besar lagu di Puji Syukur.
Meski tidak ada TV, Bapa Niko sangat gandrung sepak bola. Tak pernah melewatkan siaran pandangan mata di radio. Mulai turnamen Piala Eltari antarkabupaten di NTT, timnas Indonesia, hingga Piala Dunia. Modalnya cuma dengar radio merek Conion. Tajam sekali tangkapan radio pakai gelombang SW itu.
Ebes mendengarkan radio seakan-akan melihat televisi. Ia bisa membayangkan gerakan pemain-pemain hanya berdasar laporan reporter-reporter radio saat itu macam Ripto Savidi. Dan, harus diakui, deskripsi siaran pandangan mata pada era 80-an sangat hidup. Pendengar radio benar-benar dibawa ke stadion.
Ayas pernah menemani Ebes menonton.. eh, mendengarkan siaran pandangan mata final Piala Dunia 86 di Meksiko. Argentina vs Jerman Barat. Ayas yang masih remaja terbangun karena Ebes ini terbawa emosi atau baper sekali. Ebes pendukung berat Argentina yang diperkuat Diego Maradona.
Ebes hafal nama-nama pemain Argentina macam Brown, Valdano, Ruggeri, dan Maradona tentu saja hanya berdasar ingatan dari siaran RRI itu. Ayas yang belum paham sepak bola mendukung Jerman Barat. Itu karena ada foto Rummenige di koran Dian yang merepro foto di koran Kompas.
SKM Dian terbitan Ende, Flores, dulu memang sering merepro foto-foto Kompas. Apalagi saat itu ada kerabat Pater Alex Beding SVD yang jadi redaktur dan orang penting di Kompas. Bung Marcel ini eks frater SVD juga asal Lembata.
Nah, pertandingan berlangsung sangat seru. Ayas yang awalnya kurang semangat ikut-ikutan panas ketika Jerman Barat melakukan serangan. Siaran radio memang ada virusnya meski hanya suara alias audio.
"Goooool!" Ayas berteriak ketika Rummenige cetak gol.
Kelihatannya Jerman Barat bakal memang. Tapi Ebes sangat yakin Argentina yang bakal juara karena ada Maradona. Dan.. benar Argentina yang jadi juara saat itu. Maradona jadi mahabintang!
Sejak saat itulah Ayas jadi pendukung Jerman Barat. Belakangan Jerman Barat dan Jerman Timur bergabung jadi satu. Ayas tetap dukung Jerman meski tak pernah melihat permainan Rummenige, Brehme, Olaf Thon, Klinsmann, Matthaeus, Moller, dkk di televisi.
Ayas baru benar-benar nonton sepak bola di televisi pada Piala Dunia 1990. Nonton bareng hampir tiap malam di halaman Radio Suara Akbar di Jember. Siaran dari RTM Malaysia pakai parabola. Saat itu TVRI tidak menyiarkan semua pertandingan World Cup itu.
Ayas ternyata tidak salah. Timnas Jerman yang dilatih Kaisar Beckenbauer saat itu memang luar biasaaa. Kualitas permainannya jauh lebih bagus ketimbang yang saya bayangkan di radio di pelosok Lembata dulu. Dominasi total, passing kaki ke kaki, mengalahkan lawan dengan mudah.
Singkat cerita, Jerman akhirnya juara. Itulah timnas terbaik yang pernah Ayas lihat di televisi. Sampai sekarang pun masih terekam di memoriku gaya permainan der Panzer yang mengalir, flowing, atraktif. Stamina pemain Jerman pun sangat kuat laksana panzer.
Sayang, di Piala Dunia 2022 ini Jerman lambat panas. Kalah di laga pertama oleh Jepang. Permainan yang flowing dan attacking ala Kaisar masih terlihat tapi sudah merosot tajam. Jadi, wajarlah kalau Jerman tidak lolos ke babak 16 besar.
Dengan gugurnya Jerman, maka Ayas tak punya jago di Piala Dunia 2022. Siapa pun yang jadi juara bukan masalah bagiku. Namun, Bapa Niko tentu akan sangat senang kalau tahun ini Argentina yang juara!
Saya jagokan Argentina spt ebesmu, agar Messi merasakan juara spt Maradona. RIP Nikolas Hurek.
BalasHapus