Remy Sylado pulang.
Selesai tugasnya di dunia ini. Orang ini banyak talenta. Serba bisa: Munsyi, poliglot, seniman teater, novelis, wartawan, musikus, teolog, budayawan dsb dsb.
Tuhan Allah kasih talenta terlalu banyak untuk satu orang Remy Sylado. Bung Remy lahir di Makassar pada 12 Juli 1945. Terlalu banyak jejaknya di dunia literasi, musik lawas dengan majalah Aktuil di Bandung, hingga novel yang tidak indah tapi menarik.
Remy Sylado ibarat ensiklopedia atau wikipedia berjalan. Semua artikel, novel, ucapan, seminar dsb selalu ada penjelasan tentang kata atau istilah layaknya wikipedia. Malah lebih lengkap dan hidup.
Remy kerap diajak untuk memberikan ceramah tentang bahasa Indonesia kepada wartawan di Surabaya. Khususnya di Jawa Pos Group. Kali terakhir pada Bulan Bahasa 2018 di Graha Pena, Surabaya.
Di usianya yang senja, energinya masih kuat. Ia masih bicara lantang, penuh humor, sindir sana sindir sini.. bikin kita terbahak-bahak. Termasuk menertawakan kekonyolan wartawan sendiri yang bahasanya masih berantakan.
Remy Sylado juga pernah diundang Jawa Pos untuk memainkan teater tentang Sam Po Kong. Teater berdasar novel yang ditulisnya sendiri. Sangat menarik. Remy ternyata jago bahasa Tionghoa suku, khususnya Hokkian, hingga bahasa nasional yang disebut Mandarin itu.
Setelah membaca berita Remy Sylado berpulang, saya membuka lagi novel Sam Po Kong. Tebal sekali. Tapi ukuran hurufnya besar dan ceritanya menarik. Enak diikuti sampai selesai. Beda dengan novel Mata Hari, karya Remy juga, yang agak ruwet karena penuh dengan penjelasan-penjelasan ensiklopedistik.
Cukup banyak buku-buku karya Remy Sylado yang saya miliki. Sebagian besar sudah disumbangkan ke perpustakaan. Saya hanya simpan Sam Po Kong dan Mata Hari. Novel Ca Bau Kan dipinjam orang tak kembali.
Membaca buku-buku Remy ibarat kuliah di kampus. Tapi dosennya asyik sehingga mahasiswa ketagihan. Ibarat menimba air di sumur yang tak pernah kering.
Selamat jalan, Bung Remy Sylado 🙏🏼
Selamat bernyanyi di surga 🙏🏼
RIP 23761.
BalasHapus