Senin, 12 Desember 2022

Parah! Satpam gereja marahi dan usir pastor terkenal

HANYA CERITA AJA

Oleh Romo Yohanes Gani, CM

Apa yang akan kuceritakan bukan untuk meremehkan suatu profesi atau pekerjaan sebab semua pekerjaan itu baik asal tidak merugikan orang lain. Ceritanya suatu hari aku membuat janji dengan seorang romo di suatu paroki. Dia meminta agar aku datang ke tempatnya. Kami janjian sekitar pukul 2 siang. 

Pada pukul 2 siang lebih sedikit aku baru sampai di pastorannya. Sampai di halaman gereja aku telpon dia dan mengatakan aku sudah sampai di halaman gereja. Dia menjawab agar aku masuk saja, sebab dia ada di lantai 2. Pastoran terdiri dari 2 lantai. Aku tanya lagi apakah motorku boleh dimasukan dalam garasi atau tidak? Dia menjawab masukkan saja. Garasinya cukup luas dan hanya ada satu mobil. 

Saat aku sedang telpon, seorang satpam mendatangiku. Dia berdiri di dekatku dengan wajah garang. Dia tanya aku mau apa? 

Aku mengatakan mau bertemu dengan romo X. Bapak itu menjawab tidak bisa, sebab jam segini romo sedang istirahat. Aku jawab bahwa baru saja telpon dan disuruh masuk. Bapak itu pergi meninggalkan tempatnya. Kupikir masalah selesai.

 Maka aku menuntun motor ke garasi. Ternyata bapak itu bergegas mendatangiku lagi dan menyuruhku agar mengeluarkan motor dari garasi, sebab itu khusus untuk mobilnya romo. Kupikir dari pada ribut yang tidak ada gunanya, maka aku kembali menuntun motor ke halaman gereja. 

Temanku ternyata sudah menunggu di ruang makan yang berada di lantai 1. Dia tanya mana sepeda motorku? Aku jawab diparkir di halaman gereja. Dia bertanya mengapa tidak dimasukkan garasi saja biar tidak kepanasan. Aku jawab motorku sudah terbiasa berjemur jadi tidak ada masalah. Dia mengajakku naik ke lantai 2, ke ruang rekreasi. Kami pun membicarakan beberapa masalah yang terkait dengan situasi masyarakat saat itu.

Satu jam lebih kami tenggelam dalam diskusi. Akhirnya aku pulang. Temanku mengatakan mengantar, aku jawab tidak apa. Aku tahu jalannya ke halaman gereja. 

Saat aku sudah duduk di atas jok sepeda motor dan siap meninggalkan halaman gereja, satpam itu datang lagi. Dengan kata-kata penuh tekanan dia menegur agar lain kali kalau mau bertemu romo harus lapor dia dulu. Biar dia yang memanggilkan. Tidak langsung telpon dan masuk begitu saja. 

Melihat wajahnya dan caranya bicara aku hanya tersenyum saja. Akhirnya setelah puas meluapkan kemarahannya dia pun pergi begitu saja. Sekali lagi aku hanya tersenyum. 

Aku sudah beberapa kali mengalami hal semacam ini. Bertemu dengan orang-orang yang seolah penguasa. Merasa diri penguasa yang berhak menentukan siapa saja yang boleh masuk dan bertemu pemilik rumah. Merasa bahwa dialah penjaga yang sah, maka semua orang harus melewatinya baru dapat masuk.

 Merasa paling tahu keinginan pemilik rumah. Merasa paling tahu apa yang boleh dan tidak boleh kalau mau memasuki rumah itu. Padahal belum tentu pemilik rumah akan seketat dan sekeras itu. Dalam kehidupan beragama pun ada banyak yang menjadi seperti pak satpam itu. (*)

2 komentar:

  1. Ini suatu artikel yg sangat pandai. Mengibaratkan pemuka2 agama yg merasa lebih tuhan dan lebih punya surga drpd Tuhan seperti satpam lebai di pasturan itu.

    BalasHapus
  2. Betul. sekali, Bung. Refleksi Romo Gani itu mewakili apa yg kita umat awam sering rasakan. Wong romo aja digitukan, apalagi awam.
    Ini juga pelajaran bagi paroki2 untuk membuat SOP pengamanan yg profesional tapi tidak lebay. Antisipasi teroris sih wajib tapi jangan overacting lah.

    Ayas beberapa kali mengalami meski tidak separah yg dirasakan Romo Gani.

    BalasHapus