Minggu, 18 Desember 2022

Nasi bungkus 5K masih ada di Buduran meski BBM naik terus

Harga bensin naik September lalu. Harga barang dan jasa ikut naik. Harga koran ikut naik sedikit. Sudah pasti inflasi juga naik.

Alhamdulillah, harga nasi bungkus di pinggir jalan raya Buduran, Sidoarjo, masih Rp 5.000. Dari dulu tetap anteng di angka itu. Ayas perhatikan sejak empat atau enam tahun lalu ya segitu.

Mutu menunya pun tak banyak berubah. Tongkol, hati, telor utuh, telor dadar, tahu.. dsb. Biasanya kalau BBM naik ukuran tempe atau dikecilkan. Telor bulat kadang dijadikan separo. Tapi di Buduran ini tetap bulat utuh.

"Alhamdulillah," kata ibu penjual sega bungkus itu.

Ayas bertanya apakah tidak rugi menjual sega bungkus lima ribu di era inflasi ini. Dia akui labanya turun. Tapi tetap puji Tuhan karena rezeki tetap ada. Dagangannya tetap lancar jaya.

Sabtu pagi, Ayas mampir beli sega bungkus di Buduran setelah lama tidak lewat di situ. Tak jauh dari Ayas punya kantor lama di dekat Museum Mpu Tantular. Harganya masih lima ribu.

"Biasanya gak sampe jam 9 sudah habis," kata ibu itu.

Seandainya tiap hari kita makan nasi bungkus macam di Buduran ini maka biaya hidup jadi rendah di Jawi Wetan. Sebulan tak sampai 500 ribu. Itu kalau makan tiga kali.

Kalau makan dua kali sehari ya 300-an. Apalagi yang cuma makan satu kali untuk program diet pengurusan badan. Dijamin cepat langsing. Susut perut 

Dan.. jangan lupa, setiap pekan ada Jumat Berkah. Di sejumlah tempat selalu disediakan sega bungkus gratis. Alhamdulillah. 

4 komentar:

  1. Nasi bungkus seharga Rp 5000, menunjukkan sifat asli orang Djawa, yang baik hati, tidak serakah. Sayangnya sifat baik itu justru dimanfaatkan, atau lebih tepatnya, diexploitasi oleh orang-orang pendatang.
    Di sejumlah tempat selalu disediakan sega bungkus gratis. Alhamdulillah, namun hati-hati, kudu mawas diri !
    Di dekat rumah saya ada sebuah gereja katolik dari Ordo CRSP, kita menyebutnya Barnabiten Orden, Pemuja Santo Paulus.
    Di gereja ini selalu orang2 miskin, tuna wisma, gelandangan, willkommen, welcome ! Mereka disediakan makanan, baju bersih, tempat mandi, tempat tidur, semuanya gratis.
    Suatu hari saya, istri dan anak bungsu pergi ke gereja untuk menyumbang pakaian musim dingin sebanyak 3 karung plastik.
    Kebetulan waktu itu para tuna wisma sedang dihidangkan makanan siang. Saya bilang kepada istri, ayo kita coba rasa makanan-nya.
    Waduh biyung, putri-bungsu ku marah besar, melotot sambil mencaci ku : Papa, apakah lu tidak sadar, jika kita makan disana, berarti kita telah merampas jatah-nya orang2 miskin yang membutuhkan-nya. Apakah lu tidak merasa malu !
    Jancuk, cino kelahiran eropa kok cek wanine karo bapake dhewe.
    Mangkanya ojo gragas, hanya gara2 gratis !
    Di Tiongkok, di kota Quanzhou, ada kelenteng buddha yang sangat besar, Kelenteng Kaiyuan, didirikan tahun 686 Masehi, zaman dynasti Tang. Setiap hari pukul 11 sampai pukul 12 siang disediakan makanan buddha tanpa daging secara gratis. Kita boleh makan sekenyangnya. Saya sering makan disana, bukan karena gratisnya, dan juga bukan karena rasanya, tetapi konon makanannya berberkah.
    Asem, mungkin anak-ku tidak ngerti apa artinya makanan yang telah diberkati, atau pastor barnabiten tidak ngerti makanan harus diberi jampi-jampi, seperti halnya para hwesio gundul yang selalu omitohud, omitohud.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apik banget pengalaman + renungan soal makanan berkat. Ada sembahyang rebutan nasi lauk dsb dipercaya banyak berkah.
      Nasi 5000 juga berkah.. insyallah. Ada Jumat berkah. Bagi2 sega bungkus gratis.

      Hapus
    2. Gara-gara Berkat dan Berkah , jadi ingat aforisme ; Glaube kann Berge versetzen. " Kepercayaan bisa memindahkan gunung ". (1.Kor 13:2).
      Kepercayaan-Keyakinan inilah yang akan mengusung saudara Johanes A.B menjadi presiden pada pemilu y.a.d.
      Jika Kepercayaan mampu memindahkan gunung, maka secara logika, Kepercayaan juga mampu menggali jurang yang memisahkan kita. (Karl Marx).
      Gejala-gejalanya sudah mulai tampak, dilarang merayakan Natal bersama dirumah sendiri. Di Tiongkok komunis pun saya belum pernah tumon larangan koclok macam itu.

      Hapus
  2. Berkat vs berkah/barokah.
    Jemaat vs jemaah/jamaah.
    Allah vs Alloh.
    Hari jadi/lahir vs milad.

    Kitorang jadi ingat lagi Imagine bung Lennon.
    Imagine that no heaven..
    Imagine that no christmas.. ben gak rame 😀😄😀

    BalasHapus