Jumat, 23 Oktober 2020

Musim hujan segera tiba

Musim hujan kelihatannya datang lebih cepat tahun 2020 ini. Semalam hujan deras di Surabaya. Dua minggu terakhir hujan di beberapa kota di Jawa Timur.

Pola musim sudah lama berubah. Sulit ditebak. Tahun lalu, 2019, musim hujan telat.

Akhir Desember pun hujan jarang turun. Pertengahan Januari baru hujan beneran.

Tahun-tahun sebelumnya juga sama. Tapi tidak setelat tahun lalu. Sudah terlambat, durasinya pun tidak lama. Sulit ditebak.

Petani-petani yang mengandalkan siraman air hujan sudah lama bingung. Mau menanam jagung, misalnya, khawatir hujan tidak turun sehingga
tanaman mati.

Itu sering terjadi di NTT. Khususnya Pulau Flores bagian timur, Solor, Adonara, Lembata, Alor, Pantar dan pulau-pulau kecil lainnya. Gagal
panen jadi cerita yang berulang.

Tidak heran, anak-anak muda di sana makin banyak yang merantau. Paling banyak di Malaysia Timur, jujukan utama. Kemudian Batam dan sekitarnya.

Pulau Jawa bukan jujukan perantau NTT karena peluang kerjanya dianggap kecil. Terlalu banyak syarat dan ketentuan. Harus pakai ijazah SMA atau SMK, keterampilan ini itu, dan sebagainya.

"Tauke-tauke di Malaysia tidak butuh ijazah apa pun. Yang penting engkau mau kerja apa saja. Yang penting engkau punya tenaga kuat,"
kata seorang TKI yang sukses di Sabah, Malaysia.

Saat nggowes pagi ini ada sedikit gerimis. Isyarat alam menyatakan
musim hujan sudah dekat.

"Tanda-tandanya mulai muncul tunas-tunas bambu. Inilah saatnya panen
rebung," kata Cak Fathur, seniman yang merangkap petani dan kuli bangunan di Buduran.

Mudah-mudahan hujan membawa berkah. Bukan bencana banjir atau longsor seperti yang diingatkan BMKG.

"Air hujan dari langit jatuh ke bumi, diserap ke dalam tanah. Itu sunatullah. Air hujan jangan dibuang ke laut," begitu kira-kira ucapan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

1 komentar:

  1. Musim hujan segera tiba, Puji Tuhan, khususnya untuk Lembata.
    Air hujan dari langit jatuh ke bumi Lembata, diserap kedalam tanah Lembata. Itu seharusnya sunatullah. Air yang telah menyentuh bumi Lembata, jangan dibuang ke laut. Eman eman, pemborosan.
    Apakah tidak pernah ada, seorang presiden Indonesia, atau anggota2 DPR yang "Kunker" ke Lembata. Orang2 DPR kan hobby-nya kunker-kunker.

    Di tahun 1955 serombongan pejabat China RRT dari Peking datang ke pulau Hainan, untuk kunker. Sampai disana mereka kaget, tertegun dan setengah bergurau: Lho ini wilayah Tiongkok ataukah kita sedang berada di Afrika. Karena pulaunya miskin terbelakang.
    Tiga tahun lamanya mereka berdiskusi tentang pulau Hainan. Achirnya mereka berkesimpulan : Kemiskinan di Hainan disebabkan karena kekurangan air tawar untuk irigasi. Di Pulau Hainan tidak ada danau alami untuk menampung air hujan. Musim hujan rakyat mengeluh kebanjiran, musim kemarau mengeluh lagi kekeringan dan kepanasan.
    Tahun 1958 sampai tahun 1960, selama 2 tahun rakyat bergotong royong, dibawah pimpinan Zhou Enlai, membangun ratusan, danau buatan, waduk, empang. Tiap kabupaten punya danau, tiap kecamatan punya waduk, tiap desa punya empang. Alat yang digunakan hanya pacul, sekop, tenaga kuli alias rakyat pribumi dan kesadaran demi kemakmuran bersama.

    Kalau orang Hainan bisa, seharusnya orang Lembata: Yes we juga can !
    Lihat, Songtao Reservoir, Nanli Lake, dll di Google, itulah hasil, yes we juga can.
    Kakek buyut-, kakek-, dan papa-ku masih dipanggil Toa Tauke atau Tauke. Aku hanyalah Kuli dan Herr chef-kecil.
    Dulu kakek-buyut-ku, kalau dia perlu buruh-buruh, baik di Hindia Belanda ataupun di Chuan-ciu, maka dia membuat seleksi dengan cara, menjamu semua calon buruh untuk makan pesta pora. Dia lihat, calon-buruh yang makannya lahap, banyak, tidak malu2, ngragas, mereka2 itulah yang dipilih oleh kakek. Yang sok malu2, sopan-santun lah, makan sedikit, malah ditolak.
    Dasar Tauke, mau di Malaysia, Hindia Belanda atau di Cungkok, sami-mawon lah. Buruh harus kuat dan rajin. Kalau mau cari menantu, itu jauh lebih susah, tauke tidak punya hak, hanya punya kewajiban untuk membiayai pesta kawin dan membelikan rumah untuk mempelai.

    BalasHapus